Kinanti Batari Nugraheni/ LPM Kentingan

SENANDUNG REL SOLO-JOGJA

 

Pernah sekali, 

menunggu halte dekat stasiun lempuyangan

sehabis melaju bersama kereta solo-jogja

termangu, sebab koridor 4A tak kunjung dijumpa

 

Barangkali angkutan umum berupa berkah

bahagia, sebab tolong-menolong lumrah

dilintasi oleh orang-orang

yang mungkin hidupnya sudah susah. 

 

Lantas sehabis hujan, basahnya jalan

sehabis memesankan ojol buat ibu tak bernama,

berangkat dari jakarta, menaiki bengawan

yang ia protes kesiangan. 

 

Pria berkacamata entah darimana, 

berjaket hijau menenteng tas

mengajakku menertawakan satu jam

yang sia-sia, tanpa kabar sopir dan kernetnya

 

Lalu ia pamit sejenak, mengisi perut keroncongan

Sampai pada sore itu sudah hampir maghrib, 

syukur sopir masih mengingat rutenya, 

pria itu juga sama, tak mengubah rencana.

 

Kursi bus hampir kosong melompong, 

tapi kami berakhir duduk bersebelahan

menjadi dua orang tak dikenal, 

yang mulutnya enggan berbincang, padahal batin ramai-lancang

 

Aku dan dia, mungkin sesama orang luar jogja, 

sepanjang waktu memeriksa peta

Sebentar lagi aku sampai, 

ia masih termenung dengan rute bus selanjutnya. 

 

Temu hari itu usai jua, 

kala aku turun dari bus, tanpa sepatah kata

pun saling tak bertukar nama, 

Toh, memang bukan siapa-siapa. 

 

Temu dan sesal, 

barangkali selalu menjadi

paket perjalanan

yang tak pernah lengkap. 

 

Pemberhentian

 

Rol film di kepala tengah terputar

Gambar samar bergiliran

Merangkai babak demi babak

Sampai cerita usai dan padam

 

Pria dan wanita

Sepi berdua di tengah ramai

Mencuri pandang di sudut mata

Senyum mereka bersembunyi, 

diterpa jantung yang memperlambat jalan

Teriring basa-basi membuncah tingkah, 

bak burung berkicau di siang bolong

 

Pria dan wanita

Terduduk di bus yang silih berganti penumpang

Ruang longgar seakan sengaja ditiadakan

bahu saling bergesekan hangat, 

walau selepas menerjang hujan

Saling memalingkan pandang, 

tapi enggan cepat beranjak

 

Pria dan wanita

Saat berpisah di depan stasiun

Kasih terlontar melalui buah tangan

Alih-alih “selamat jalan”

keduanya meminta

“Sampai jumpa”

untuk kesekian kalinya

 

Jogja Pukul 8 Malam

 

Warmindo pinggir kota

Dirimu dan mi instan setelah sekian lama

Rindu dan penat kulepas saat itu jua

Memandang malam lalu lalang pengendara

 

Sudah lama

aku tak menautkan jariku padamu, 

mencubit lengan dan pipi menggemaskan, 

pun memainkan rambut gondrong yang semakin memanjang

 

1001 cerita dan canda

Keplakan ringan setiap tawa

saling mendengarkan, 

saling melempar pandang, 

bahwa sekitar samar oleh telinga dan mata

 

Rindu tak terucap oleh kata, 

tapi bersandar di bahumu, 

memeluk lengan kananmu, 

menendang-nendang kakimu di bawah meja, 

sedang es teh dan mi kuah masih setengah sisa

 

Penulis: Alifia Nur Aziza

Editor  : Salma Fitriya Nur Hanifah