Urgensi Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda Indonesia

#4 Urgensi Pendidikan Karakter bagi Generasi Muda Indonesia

Salah satu faktor yang dapat merusak citra pendidikan adalah kurangnya kejujuran. Institusi pendidikan elit dan prestisius manapun dapat terguncang dengan isu-isu ketidak jujuran anggota institusi tersebut.

Masih ingatkah anda dengan kasus sekolah dasar menyontek massal yang terjadi di SDN 2 Gadel Surabaya? Kasus menyontek yang melibatkan siswa kelas 6 dalam Ujian Nasional tahun 2011.

Skandal nyontek yang marak di dunia pendidikan Indonesia ini, sebenar bukanlah hal yang asing. Tapi, adalah hal yang biasa namun sengaja ditutupi untuk menjaga citra pendidikan atau institusi yang terlibat.

Namun tindakan menutup-nutupi fakta ketidakjujuran dan segala tindak manipulatif pendidikan adalah tindakan busuk yang mampu merusak moral dan generasi muda. Apalagi pelakunya adalah anak sekolah dasar yang merupakan bibit penerus bangsa.

Alasan Menyontek

Ada seribu alasan mengapa siswa menyontek, dalam kasus SDN 2 Gadel sendiri sang gurulah yang menyuruh anak didiknya untuk memberikan contekan kepada teman-temannya sebelum ujian nasional dimulai.

Mungkin sang guru tersebut berpikir bahwa nilai hasil dalam ujian nasional adalah yang terpenting. Sehingga ia menjadi tidak yakin, apakah kemampuan muridnya mampu untuk mendapatkan nilai yang baik. Dan dengan alasan tersebut sang guru pun berani untuk mengesampingkan nilai kejujuran dan meminta anak didiknya untuk menyontek. Diklaim oleh salah satu peserta UN dari SD tersebut, ia mengaku bahwa gurunya menyurhnya menyontek dengan alasan untuk membalas budi atas kebaikan gurunya.

Hilangnya kepercayaan sebagian pembelajar di negeri ini adalah faktor utama untuk menyontek. Tuntutan dan tekanan untuk mendapatkan prestasi yang baik dan mampu dibanggakan sementara tidak yakin akan kemampuan diri sendiri dan hanya bergantung pada kemampuan orang lain.

Kita harus kembali mengkaji tentang mindset bahwa nilai hasil ujian menjadi kriteria prestasi pelajar. Selain itu, penggunaan soal pilihan ganda dalam ujian memudahkan siswa untuk siswa untuk menyotek. Kurangnya pengawasan oleh pengawas ujian sendiri bisa menjadi dorongan spontan siswa untuk menyontek.

Pendidikan di negeri ini cenderung mengesampingkan proses, nilai dan norma. Sifat bangsa kita yang begitu memuja hasil atau prestasi tanpa ingin tahu cara memperolehnya, hal inilah yang salah dalam diri kita. Kita bisa menganggap wajar apabila guru kurang kompetensi dan kurang kemampuan sehingga sekolah-sekolah menjadi bobrok moral. Tapi jangan kita pandang sebelah mata, pemerintah seharusnya memberikan kontribusi yang lebih besar untuk menciptakan guru yang berkualitas, memiliki daya saing, dan mampu menciptakan generasi masa depan yang lebih baik. Misalnya dengan beasiswa untuk kembali kuliah, diklat, pelatihan, dll.

Jangan jadikan murid sebagai korban dinamika pembelajaran yang pragmatis dan pemujaan prestasi.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter pada jaman sekarang ini harus dijadikan prioritas dalam pembelajaran. Karakter seseorang harus dibentuk sejak masih kanak-kanak. Sehingga akan terbentuk insan yang bermoral dan menjadi generasi penerus bangsa yang cemerlang.

Pendidikan karekter melibatkan berbagai pihak. Diantaranya, institusi pendidikan, lingkungan bergaul, keluarga, institusi agama, dan pemerintah.

Institusi pendidikan yang berkasta hanya akan merusak moral peserta didik. Mereka yang tidak percaya diri karena dianggap atau menganggap mereka dari institusi pendidikan yang berkasta rendah akan melakukan pemberontakan dalam diri masing-masing. Pemberontakan dapat diwujudkan dalam perilaku tidak tertib peraturan, dsb.

Menghargai proses amatlah penting. Dengan penanaman bahwa proses lebih penting daripada hasil akan meningkatkan kepercayaan diri pelajar. Dengan begini maka pelajar akan berusah keras untuk mendapatkan prestasi yang baik tanpa kehilangan kepercayaan akan kemampuan diri sendiri. Peserta didik juga dibantu untuk menyadari keterbatasannya, dan dipandu untuk menutupi keterbatasannya dengan kemampuan lebih yang dimilikinya. Sehingga mereka tidak akan bergantung pada orang lain.

Budayakan kejujuran. Institusi pendidikan harus memiliki kultur atau budaya dan dinamika pembelajaran sendiri. Mereka harus memilih anggota institusi yang dapat mengikuti kultur dan sesuai dengan dinamika pembelajaran di dalamnya. Dengan begini akan munculah pendidikan yang berbudaya dan berkarakter. (Tri Uswatun H.)