AMAT rakus! Media Baru telah mengunyah, melumat, menelan jurnalisme. Mencernanya menjadi fragmen-fragmen yang terpecah. Hanya menyisakan zat residu minim makna. Ampas.
Jika media arus utama saja tersisa ampas. Jangan tanyakan nasib pers mahasiswa. Meski sempat berjaya pada 1966 hingga jelang reformasi 1998, pers mahasiswa dipaksa mengecilkan radius pangsanya. Berberat hati harus kembali ke kampus karena kalah bersaing dengan kapitalisme media arus utama.
Bagaimana dengan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Kentingan? Mungkin hanya ampasnya dari ampasnya ampas. Kami baru melihat dunia pada 1993. Jauh lebih muda dari pers mahasiswa lain. Bahkan yang termuda di kampusnya sendiri.
Selama 23 tahun bergerilya, LPM Kentingan baru menerbitkan 22 majalah, 42 buletin, dan 3 surat kabar. Periodisasi yang tak menentu, distribusi yang buruknya minta ampun, kemalasan para buruh intelektualnya, membikin LPM Kentingan seperti setan. Ada namanya, tak nampak wujudnya.
Jangan salah! Sejelek-sejeleknya setan, mereka terbuat dari api. Api memancarkan cahaya. Dan cahaya, menjadi zat pencipta malaikat-malaikat kaki tangan Tuhan. Cahaya itulah yang kini terlihat di ujung sana. Justru setelah LPM Kentingan tertelan media arus utama – yang tertelan media baru. Cahaya itu dekat. Sungguh dekat!
Penguasa yang Membangkang
Setan yang mulia ini mulai menapaki jalan kebenaran ketika pada 2008, lahir blog berita lpmkentingan.wordpress.com (yang kemudian menjadi lpmkentingan.com). Berusaha bergentayangan dari ruang nyata ke ruang maya.
Di ruang maya, semua menjadi raja. Penguasa. Ya, setan seperti kami menjadi penguasa. Halaman-halaman yang tadinya berwujud di kertas, hilang sudah. Berganti tanah lapang tak berbatas, siap ditanami apa saja yang kami bisa. Tapi kami sadar kekuasaan berarti tanggung jawab. Tanam jangan asal tanam. Salah tanam bisa-bisa anak orang mampus tertanam di makam.
Itu kan polah-tingkah media arus utama yang sedang gentanyangan di dunia maya? Menanam berita yang dangkal kurang verifikasi dan cuma asal cepat. Membuat otak orang-orang kita jadi tak bisa diajak mikir. Tanpa otak yang bisa mikir, apa bedanya dengan orang-orang yang mampus di makam?
Maka kami tak mau seperti yang lain. Terinspirasi dari nenek moyang yang membangkang Tuhan saat diperintah bersujud pada Adam, kami juga harus ikut membangkang.
Nenek moyang kami bernama Surat Kabar Mahasiswa (SKM) Saluran Sebelas. Terbit hanya tiga edisi. Itu pun yang terakhir musnah entah ke mana. Edisi pertama terbit pada 1995. Edisi kedua terbit dua tahun setelahnya. Yang ketiga dipaksakan terbit. Sebab dana pers dari universitas dihentikan, awak Saluran Sebelas kudu tertatih cari duit sendiri. Yang ketiga ini yang benar-benar lenyap. Lepas tiga edisi itu, Saluran Sebelas hanya mendekam kedinginan di lemari besi sekretariat LPM Kentingan.
Untuk memulai pembangkangan kami, nama saluransebelas.com dipilih. Menggantikan lpmkentingan.com yang sering tertukar dengan LPPM [Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat] Kentingan. Bukan hanya ganti nama. Kami ingin mengoptimalkan ruang maya yang tak ada habisnya itu. Jadi, maafkanlah kami bila tak bisa cepat. Tapi untuk jadi yang tepat? Itu keharusan kami.
Tapi ternyata setan muda ini masih juga sekarat. Di masa-masa kritis ini, keputusan cermat harus dibuat. Amir Effendi Siregar pernah menulis skripsi yang kemudian diterbitkan. Judulnya Pers Mahasiswa Indonesia: Patah Hilang Tumbuh Berganti (1983). Dari situ kami menyimpulkan suatu hal penting.
Seperti yang sudah disinggung, kami sekarat. Kalau Patah Hilang Tumbuh Berganti memang benar-benar benar, kami harus mempercepat kematian kami. Karena sebelum Tumbuh Berganti, harus ada fase Patah Hilang dahulu.
Usai mati, kami bereinkarnasi. Kami tidak ingin bereinkarnasi menjadi malaikat. Mereka hanya bisa menurut dan manggut-manggut. Sementara kami – para setan – dikutuk Tuhan sebagai pembangkang. Sungguh celaka penurut yang dungu, dan beruntunglah para pembangkang yang cerdas. Namun tak juga ingin kembali jadi setan. Mereka bukan pembangkang yang cerdas. Mereka pembangkang yang rakus.
Kami ingin jadi manusia. Manusia seutuhnya. Yang otaknya tak mampus di makam. Yang benar-benar bisa berpikir. Bebas. Mungkin liar.
Lewat saluransebelas.com kami melihat dunia untuk kedua kalinya, kali ini dunia maya. Menjadi penguasa di sana. Kanalisasi kami format ulang. Feature dan esai mendalam lebih diutamakan. Kolom mingguan yang nakal, Lha Nggih, dijamin memikat pembaca berkali-kali lipat. Tak lupa kualitas visual dalam foto-foto jurnalistik yang mumpuni, berusaha digarap dengan sungguh-sungguh.
Kami ingin bisa hidup berdampingan dengan media baru yang menelan media arus utama – yang menelan pers mahasiswa.
Tabik.
Redaksi[*]