Ilustrasi: Rizky Setiawan/LPM Kentingan

Pertalian Kebahagiaan dan Narkotika

Hidup kita kadang terasa kelam dan suram, dan narkotika bisa membuatnya makin runyam.

 

Dalam hidup, kita biasa mengalami hal yang terkadang menyebabkan frustrasi. Mulai dari tugas kuliah yang menumpuk, perkataan menyakitkan dari orang sekitar, kekerasan dalam rumah tangga, atau kehilangan orang tersayang. Hal-hal tersebut jika terakumulasi di pikiran manusia, maka dapat menimbulkan stres bahkan depresi. Umumnya manusia yang mengalami frustrasi akan melakukan kegiatan yang disukainya untuk mencari kesenangan dan melupakan sejenak masalahnya. Karena pada dasarnya, kegiatan yang dapat memberikan rasa senang bagi suatu individu dapat meningkatkan hormon dopamin dalam tubuh.

Hormon dopamin adalah senyawa kimiawi di otak yang berperan untuk menyampaikan ransangan ke seluruh tubuh. Hormon ini juga mempengaruhi timbulnya perasaan yang menyenangkan dalam otak manusia, seperti rasa gembira, percaya diri, motivasi, dan lain sebagainya. Selain melakukan kegiatan yang disukai, terdapat beberapa hal yang dapat meningkatkan produksi hormon dopamin, diantaranya narkotika. Sebagian narkotika seperti kokain, heroin, dan metamfetamin dapat menyabotase hormon dopamin dalam otak dengan cara mengimitasi cara kerjanya dan meningkatkan jumlahnya. Oleh karena itu banyak terjadi kasus penyalahgunaan narkotika dengan alasan untuk menyembuhkan stres atau meningkatkan produktivitas.

Akan tetapi dibalik manfaat yang didapatkan, penggunaan narkotika memiliki efek yang tidak kalah mengerikan. Para pengguna narkotika harus menerima konsekuensi yang berdampak pada kesehatannya. Akibat buruk dari narkotika, bisa membuat penggunanya menjadi ketergantungan. Ketika manusia merasakan kebahagiaan, maka suatu cara kerja dalam otak manusia yang disebut reward system akan membuat manusia ingin merasakan kebahagiaan itu lagi secara berulang-ulang. Melalui cara kerja tersebut, otak manusia akan mengorelasikan sesuatu yang menyebabkan pengeluaran dopamin dan memerintahkan untuk melakukan hal tersebut secara berulang-ulang. Hal ini juga berlaku untuk penggunaan narkotika yang menyebabkan peningkatan hormon dopamin dan membuat penggunanya menjadi kecanduan. Pengonsumsian narkotika secara berulang dan dalam jangka waktu yang panjang bisa memicu perubahan dan gangguan pada sel saraf dalam otak, bahkan setelah konsumsi narkotika dihentikan, efek tersebut akan menetap dalam waktu yang panjang. Kerusakan saraf dalam otak dan organ dalam tubuh secara langsung berdampak pada meningkatnya berbagai risiko penyakit hingga kematian.

Menurut data BNN yang dirilis di akhir tahun 2019, selama tahun 2019 terjadi peningkatan pengguna narkotika sebanyak 0,03 persen dari tahun sebelumnya. Kurang lebih total pengguna narkotika di Indonesia berjumlah 3,6 juta orang dari rentang usia 15-64 tahun. Dimana pengguna narkotika di usia remaja meningkat jumlahnya sebanyak 24-28 persen dari jumlah pengguna narkotika di Indonesia. Sementara itu, angka pengguna narkoba di kalangan mahasiswa, dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Di tahun 2017 terdapat 1.567 pengguna narkoba di kalangan mahasiswa. Kemudian di tahun 2018 sebanyak 1.772 dan pada 2019 mencapai angka 2.192.

Selanjutnya, dalam rangka menekan supply reduction, BNN bersama Polri, TNI, Bea Cukai dan Imigrasi di tahun 2019 telah berhasil mengungkap 33.371 kasus narkotika dan menangkap sebanyak 42.649 pelaku. Pada tahun 2019 BNN menyelenggarakan rehabilitasi terhadap 13.320 orang dimana jumlah ini telah melebihi jumlah yang ditargetkan yaitu sebanyak 10.300 orang. Program rehabilitasi ini bertujuan untuk memulihkan ketergantungan dari para pecandu narkotika dan mengembalikan fungsi sosial para pecandu serta korban penyalahgunaan narkotika di masyarakat. Akan tetapi, proses rehabilitasi sejatinya belum dapat menyembuhkan ketergantungan terhadap penggunaan narkotika. Proses rehabilitasi hanya dapat membuat pecandu narkotika menjadi “pulih” dan bukan “sembuh”, yang bisa menyebabkan seorang pecandu narkotika sewaktu-waktu kambuh dan ingin menikmati narkotika lagi. Hal tersebut, layaknya insan muda yang merindukan mantan kekasihnya. Sehingga tak jarang terjadi kasus pecandu narkoba yang bolak-balik masuk rehabilitasi.

Dalam perjalanan mencari kebahagiaan, manusia harus berpikir realistis. Memang benar, tidak ada kebahagiaan  yang kekal di dunia. Akan tetapi, tak cerdas pula jika meraih kebahagiaan yang sementara, namun harus memperpendek umur. Jika memang merasa stres dan frustrasi, maka langkah yang tepat adalah dengan mencari seseorang yang dapat dipercaya untuk menceritakan keluh kesahmu sebagai pelarian. Jangan gunakan narkotika sebagai lintasan pelarianmu. Benda itu hanya akan menghabiskan uang dan nyawa. Menyoal mengenai pelarian, menyalahgunakan narkotika juga bisa diibaratkan sebagai lomba lari. Perlombaan diantara dua hal, yaitu ajal dan petugas BNN. Mana yang lebih dulu menjemputmu? []

Ilustrator: Rizky Setiawan

Penulis: Rizky Setiawan