Puisi-puisi Eko Setyawan
Seorang Perempuan Dengan Air Mata Berjatuhan di Pangkuan
Rumah telah mendekapnya
Pintu mempersilakan masuk dan kursi menyuruhnya duduk
Kamar paham, ialah yang paling tau tentang air mata itu
(2017)
Ini Hanya Seekor Janji
Ini hanya seekor janji yang lahir dari kepala
Tumbuh dalam dadaku
Bercumbu dengan paksa
Kita harus bertemu; entah sekarang atau di lain waktu
Tapi aku tak akan memaksamu menjemput hujan
Memerkosa keinginan untuk sebuah pertemuan,
menyuburkan khayalan
Esok atau lusa aku akan menjemputmu di rahimnya
Menenggelamkan beberapa senja di matamu
Memeluk bibirmu dan membimbingnya
menikmati kicauan-kicauan beberapa ekor puisi
(2017)
Pada Matanya
Pada matanya, aku melihat
sepasang burung pipit;
sedang bergumul hebat
melawan anak-anak waktu
untuk dicerna menjadi temu.
(2017)
Mata Hati
Kepada mata; kita sering bercerita panjang
tentang apa yang terlihat olehmu
di balik semak yang tumbuh rimbun di hatinya
Ia sering bergesekan dan sampai terbakar
tetapi lebih sering tumbuh lebat
di antara dua buah koma yang saling bertangkupan
Matahari didekap kubah,
dan pada rengkuhan itu ia menjelma
menjadi mata hati yang terbuka.
Sayangnya, ia tak mau bicara;
tentang mata yang baru saja ditemui malam ini.
(2017)
Di Tenda Dieng
Di tenda Dieng;
Uap meresap kulitku
menjejaki celah-celah bebatuan
yang tertata rapi pada dadaku
atau bahkan mungkin juga dadamu
Aku menjumpaimu ketika kau sedang berbaris rapi,
tumpang-tindih, berdesakan, berhimpitan,
dan terkadang sesekali memaki apapun.
Kau tumbuh di tempat kumuh dan muncul
bersama bau-bau yang memberimu hidup
(untuk hari ini, esok, dan lusa) yang kesekian kalinya.
Kau tumbuh menjadi dirimu sendiri
bersamaan dengan belerang, edelwais,
dan uap-uap yang tak mengenal garis waktu.
(2017)
[.]
Eko Setyawan
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP UNS. Surel: esetyawan450@gmail.com