Menyambut Kabar Kuliah tanpa Wajib Skripsi

Beberapa waktu yang lalu, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti), Muhammad Nasir mengatakan akan menerapkan aturan tugas akhir skripsi bagi mahasiswa S1 tidak wajib sebagai syarat lulus. Peraturan ini akan berubah menjadi opsional dengan memberikan tugas lain sebagai syarat lulus kuliah. Sebenarnya, permen ini telah ada sejak tahun 2000, namun masih banyak perguruan tinggi yang mewajibkan skripsi. Hal ini pun menimbulkan banyak kecurangan dalam hal pembuatan skripsi seperti membeli ijazah hingga membeli skripsi.

Peraturan yang tidak mewajibkan skripsi sebenarnya pun sudah diberlakukan oleh beberapa universitas, contohnya Universitas Indonesia (UI). Dengan contoh UI yang tidak mengalami kendala, tentu peraturan ini bisa diterapakan oleh siapapun dimanapun.

Sekarang pertanyaannya, apa opsi berikutnya juga mengakhiri kekhawatiran tersebut? Belum ada keputusan yang lebih rinci aturan apa yang akan dipakai. Salah satu opsi yang disebut Menristek-Dikti adalh independent study atau pembelajaran mandiri. Opsi ini memungkinkan mahasiswa untuk menentukan bahan dan cara belajarnya. Cara pembelajaran ini menggunakan pengalaman sebagai alat untuk mengembangkan kompetensi yang mandiri. Hal ini pun sudah banyak diterapkan di luar negeri.

Entah apa bentuk opsi kelulusan nonskripsi nanti, bisa saja tugas akir, pengambilan mata kuliah terrtentu, ujian, atau semacamnya. Yang jelas dengan digantinya aturan wajib skripsi, mahasiswa akan semakin terbebas untuk mengekspresikan pikirannya dalam berkarya. Semakin banyak pilihan untuk lulus, bukan tak mungkin akan memicu mahasiswa untuk lebih kreatif dan inovatif daripada skripsi dengan topik yang hampir sama.

Pemberlakuan nonskripsi juga menjadi angin segar bagi aturan kuliah lima tahun. Bagi mahasiswa yang kurang aktif atau tidak memiliki minat dalam menulis, non skripsi bisa menjadi solusi yang baik. Tentu saja alasan kuliah molor karena skripsi akan menjadi kisah yang usang. Toh jalur non skripsi juga memberikan bobot yang sama dengan skripsi dan dengan waktu yang sama. Tidak ada alasan bahwa lulus dengan skripsi lebih baik.

Bila skripsi maupun non skripsi lancar, berarti hemat biaya. Mahasiswa bisa tinggal mengira-ngira pilihan mana yang akan mempermudah kelulusannya. Tentu saja harus sesuai kemampuan dan kemauan. Bila skripsi yang terlalu susah dengan biaya cetak yang mahal, non skripsi bisa jadi pilihan yang lebih ramah lingkungan. Dengan ini, kecurangan-kecurangan yang sering terjadi dalam pembuatgan skripsi pun bisa berkurang atau malah akan hilang. Apabila mahasiswa curang sekalipun, uang yang dikeluarkan juga tidak sedikit.

Namun, bukan berarti mendiskreditkan skripsi. Skripsi tentu saja tetap sangat penting. Seiring perkembangan zaman, penelitian-penelitian baru pun harus dilakukan. Skripsi tentu saja menjadi salah satu turunan dari tridarma perguruan tinggi yaitu penelitian dan pengembangan. Tridarma perguruan tingi adalah landasan dasar sebuah perguruan tinggi atau mahasiswa khususnya. Dengan mengamalkannya, trentu saja menjadi sebuah prestasi tersendiri.

Paling tidak, kabar gembira ini lebih ramah mahasiswa karena memberikan banyak pilihan. Pengembangan kemampuan mahasiswa tentu akan lebih efektif. Namun, peraturan ini pun harus dieksekusi dengan matang. Jangan samapi non skripsi tidak bisa mengambil S-2 karena beberapa universitas ada yang memberlakukan kebijakan tersebut. Pun dalam dunia kerja, pemerintah juga mengupayakan agar tidak ada diskriminasi bahwa mahasiswa dengan skripsi lebih baik kinerjanya di lapangan.

Inang Jalaluddin S. H
Pimpinan Umum LPM Kentingan UNS 2015