Media sosial Twitter sempat dihebohkan dengan utas tentang pelecehan seksual di lingkungan kerja KPI. Beberapa jam kemudian jagat maya kembali dihebohkan dengan berita penangkapan komika ternama, Coki Pardede, karena kasus penyalahgunaan narkoba. Belum selesai dengan kehebohan itu, media sosial masih disibukkan dengan penyanyi dangdut, Saiful Jamil, yang baru keluar dari jeruji besi.
Begitulah gambaran hidup di era serba digital ini. Dari pagi hingga malam, dari aplikasi satu ke aplikasi lain, kita selalu disuguhkan berbagai macam informasi. Sebagai pemakai gawai dan pengakses internet kita seakan dicekoki berbagai macam hal di jagat maya. Menurut Internetworldstats, penetrasi internet di Indonesia pada akhir Maret 2021 sebesar 76,8% dari total populasi. Pengguna internet di tanah air telah mencapai 212,35 juta dengan estimasi total populasi sebanyak 276,3 juta jiwa. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada di urutan ke-15 di antara negara-negara Asia. Angka tersebut bukanlah angka yang kecil.
Perkembangan pengguna internet di Indonesia ini dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Banyaknya pengguna internet di Indonesia menunjukkan bahwa saat ini tingkat melek teknologi terus meningkat. Meningkatnya pengguna internet juga berpengaruh terhadap meningkatnya media digital sehingga akses informasi menjadi lebih mudah. Akan tetapi, peningkatan pengguna internet jika tidak dibarengi dengan peningkatan keterampilan dalam menggunakan internet maka dapat menimbulkan kekacauan. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh pengguna internet adalah kemampuan membaca dan menulis atau yang dikenal dengan literasi.
Di era modern ini angka buta aksara sudah jauh menurun. Permasalahan selanjutnya adalah masyarakat yang mempunyai kemampuan membaca, namun tidak memiliki kemauan untuk membaca. Akibatnya tingkat literasi masyarakat masih dalam kategori rendah, walaupun angka buta aksara menurun. Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Alibaca) menunjukkan bahwa hanya sembilan provinsi yang masuk dalam kategori sedang, 24 provinsi berkategori rendah, dan satu provinsi termasuk sangat rendah. Rata-rata indeks Alibaca nasional berada di titik 37,32% yang tergolong rendah.
Ketika sedang bermedia sosial kita pasti pernah mendapati akun-akun memenuhi kolom komentar media berita online dengan cemoohan. Padahal mereka tidak membaca berita secara utuh bahkan hanya membaca judul berita. Akhirnya cemoohan mereka pun hanya menjadi sampah digital karena salah sasaran atau tidak sesuai konteks. Tidak jarang juga di platform belanja online ditemukan review yang menjelek-jelekan pemilik toko karena menganggap barang yang dikirimkan tidak sesuai. Nyatanya, pembeli lah yang tidak membaca judul atau deskripsi produk dengan baik. Rasanya, tidak perlu contoh kompleks untuk mendeskripsikan tingkat literasi pengguna internet di Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kemudahan dan kebebasan untuk mengakses segala sesuatu yang ada di internet. Gempuran informasi dan komunikasi saat ini berlangsung tanpa ada batas jarak dan waktu. Segala kemudahan dan kebebasan dalam media digital tidak hanya memberikan keuntungan, tetapi juga ancaman. Jika tidak memiliki keterampilan literasi kita hanya akan terjebak dalam banjir informasi yang mengandung banyak konten negatif, ujaran kebencian, dan penyebaran hoaks.
Cara pertama untuk menumbuhkan budaya literasi dapat dimulai dari lingkungan keluarga. Orang tua berperan penting dalam membiasakan membaca sejak kecil sehingga akan terbiasa ketika sudah tumbuh besar. Selain itu, pemerintah juga harus mendorong budaya literasi dengan membangun infrastruktur pendidikan yang memadai. Melalui kegiatan belajar di sekolah, siswa harus dibiasakan dengan program literasi serta mengoptimalkan fungsi perpustakaan. Dengan mendorong budaya literasi, kita tidak hanya mendapatkan wawasan dan informasi baru. Kita juga meningkatkan kemampuan analisis dan berpikir serta daya fokus dan konsentrasi yang akan berguna untuk kehidupan kita di masa depan. Oleh karena itu, mari kita rayakan Hari Aksara Internasional kali ini dengan meningkatkan budaya literasi.
Penulis: Nuha Maulana A
Editor: M Wildan Fathurrohman