Foto: Rayhan Ritoni Al Kindi/ LPM Kentingan

Komandan Menwa UNS Akui Pemalsuan Izin Perpanjangan Kegiatan Diklatsar: Memang dari Dulu Sudah Begitu

Sidang pemeriksaan meninggalnya GE terus digelar secara bertahap. Menindaklanjuti dugaan pemalsuan yang berasal dari kesaksian Budi Susanto yang menyatakan tidak merasa dimintai tanda tangan pada sidang hari Rabu (16/2) silam, peninjauan kembali pun dilakukan pada sidang hari Senin (21/2). Peninjauan ulang menghadirkan Abi Catur selaku Komandan Menwa UNS, Sindy Novia selaku panitia Diklatsar Menwa UNS, serta Budi Susanto selaku mantan pembina Menwa UNS.

Sindy mengaku hanya menerima dokumen yang sudah jadi dari Denis selaku sekretaris Diklatsar Menwa. “Saya terima dokumennya, saya tanda tangani, lalu saya minta Abi untuk tanda tangan,” terangnya. Saat ditanyai Hakim Ketua apakah kolom tanda tangan Budi Susanto sudah terisi atau belum, Sindy menjawab dengan ragu-ragu. “Scan…, belum. Kosong. Saya lupa,” jawabnya ragu-ragu. Hakim kemudian mengalihkan pertanyaan ke Abi Catur, apakah saat ia melihat tanda tangan Budi saat menerima dokumennya. Awalnya Abi terus terdiam dan menjawab dengan ragu-ragu karena sebelumnya Sindy mengatakan kolom tanda tangan Budi masih kosong, sedangkan ia menjawab sudah menerima dalam keadaan sudah ada tanda tangan Budi. Saat ditanyai hakim apakah ada dari mereka ada yang meminta tanda tangan Budi secara langsung, keduanya terus terdiam. Akan tetapi, karena desakan dari hakim ia akhirnya mengaku. “Saat saya terima sudah ada tanda tangan Pak Budi. Bentuknya scan,” ungkapnya.

Saat ditanya Hakim Ketua mengapa ia sebagai Komandan Menwa yang seharusnya bertanggung jawab penuh, tidak meminta tanda tangan Budi Susanto secara langsung, Abi menjawab “Memang dari dulu sudah seperti itu. Sudah dari kepengurusan sebelumnya.” Jawaban ini membuat para hakim gusar. “Mana bisa seperti itu. Ini berkaitan dengan nyawa, lho,” ucap salah satu hakim anggota. Hakim utama pun mengalihkan pertanyaan ke Budi. “Saya tidak tanda tangan,” tegas Budi ketika ditanya apakah ia merasa menandatangani dokumen tersebut. “Ke depannya seperti ini jangan sampai terulang ya Pak, mohon dididik mahasiswa-mahasiswanya,” tutur hakim utama saat mengetahui kenyataan pemalsuan tanda tangan tersebut.

Pada sidang yang sama, peninjauan ulang juga dilakukan untuk menyelaraskan Berita Acara Penyidik (BAP) dengan pernyataan saksi di persidangan. Peninjauan ulang ini menghadirkan Aris Tri Widodo sebagai penyidik saksi Siti Wahyu, Yoga sebagai penyidik saksi Sindy Novia, Sarwono sebagai penyidik saksi Fauzi Kurnain,  dan Agung Hantoro sebagai penyidik saksi Syaifulloh. Penyidik dan saksi yang ditanganinya ditinjau secara bergantian. Walaupun ditinjau secara bergantian pun, keempat pasangan penyidik dan saksi memberikan perbedaan keterangan yang sama persis, di poin BAP yang sama persis pula.

Kesaksian yang diberikan keempat saksi pada sidang berbeda dengan apa yang tertera dalam BAP, yaitu pada bagian: apakah mereka secara langsung melihat GE dipopor dan ditampar. Pada BAP semua saksi membenarkan, tetapi pada sidang menyatakan tidak melihat secara langsung. Keempat penyidik pun menanggapi perbedaan kesaksian itu dengan reaksi yang sama pula, yaitu tetap yakin pada apa yang sudah tertulis di BAP, bahwa saksi mengatakan mereka melihat GE ditampar dan dipopor.

Salah satu penyidik, Aris, menyatakan bahwa saksi yang ditanganinya benar mengatakan bahwa ia melihat semua peserta Diklatsar dipopor dan ditampar. Menanggapi pernyataan tersebut, Siti Wahyu, sebagai saksi mengklarifikasi dengan mengatakan, “Saya tidak bilang semua peserta dipukul, tetapi hanya beberapa.” Perbedaan keterangan yang sama pun juga terjadi pada ketiga penyidik beserta saksi lainnya. Meskipun berulang kali didesak hakim utama, masing-masing penyidik dan saksi tetap berpegang pada pendapatnya sehingga tidak ada keterangan yang selaras.

Sidang yang berlangsung dari pukul 11.00 WIB itu akhirnya berakhir dengan penutupan ketok palu pada pukul 17.30 WIB. Sebelum peninjauan ulang tanda tangan perizinan dan BAP, 3 saksi dari peserta Diklatsar dan dokter forensik sempat memberikan keterangan. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis, 24 Februari 2022 di Pengadilan Negeri Surakarta.

 

Penulis: Sabila Soraya Dewi dan Rama Mauliddian Panuluh

Editor: Rizky Fadilah