Festival Jenang Solo, Ajang Nguri-uri Kuliner Jawi.

Solo (24/2) – Bermula dari keprihatinan terhadap menurunnya minat masyarakat pada jenang, Ahmad Adib bersama kelima rekannya berkomitmen untuk menyelenggarakan suatu event yang menyuguhkan jenang hasil olahan kreatif masyarakat. Dimana kuliner pusaka Jawa tersebut diperuntukan bagi masyarakat pula.

Ditemui di Omah Sinten, Ahmad Adib, dosen Desain Komunikasi Visual FSSR yang juga ketua Yayasan Jenang Indonesia (YJI) menegaskan bahwa menurunnya minat jenang, terutama pada kawula muda, dikarenakan kian menurunnya jumlah pedagang jenang terutama di perkampungan. Keberadaan pedagang jenang, secara tidak langsung, turut melestarikan variasi jenang yang ada di masyarakat.

Variasi jenang yang disajikan ada 17 varian dengan jumlah total 17.000 pincuk. Semuanya dibagikan secara cuma-cuma pada masyarakat yang telah memadati acara sejak pagi.  Tiap-tiap varian jenang ini memiliki makna tersendiri, sedang jumlahnya tidak lain bermakna tanggal berdirinya kota Surakarta, yakni 17 Februari.

Meski acara tahunan pemerintah kota (pemkot) Surakarta di tahun ketiga ini diundur seminggu, tidak menyuurutkan euphoria masyarakat. Kemeriahan acara yang terkonsep menjadi pembagian jenang serta lomba memasak berhasil mendatangkan 100 kelompok yang terdiri atas kelompok PKK, dharma wanita, komunitas Arab, Cina dan sebagainya.

“Maka dari itu, diperlukan profesionalisme agar acara seperti ini dapat terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.” Ahmad Adib menambahkan.

Menurut keterangan Heru Hudyatmo selaku koordinator acara, dibutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk keseluruhan persiapan demi acara yang berlangsung pada 22 dan 23 Februari 2014 ini. Heru berharap, dengan cara penyajian yang apik, jenang akan tetap lestari. Tidak hanya menjadi kelangenan (kesukaan, -red), tetapi juga untuk mengasah kreativitas masyarakat. Lebih jauh lagi, dapat menjadi sumber penghasilan bagi masyarakat. (Anindita P.)