Cuplikan debat capres melalui kanal Youtube. Sumber: Youtube

Apa yang Bisa Dilakukan Prabowo Sebelum Leg Kedua Nanti?

Debat capres putaran pertama berhasil digelar secara luar biasa serunya. Berbagai drama dipertontonkan dengan indahnya. Tajam merupakan kata yang tepat menggambarkan kontestasi debat kali ini. Debat capres merupakan ajang untuk setiap capres untuk beradu gagasan dan janji politik. Ini adalah kesempatan para capres untuk menunjukan “saya lebih baik loh dari dia” kepada kita.

Highlight utama dari match ini adalah pembantaian Prabowo. Melihat sepanjang perhelatan debat mengingatkan saya pada pembantaian 8-2 dalam pertandingan antara Munchen dan Barcelona pada 2020 silam. Pembantaian Prabowo ini tidak terhindarkan karena tema debatnya adalah “Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, Peningkatan Layanan Publik dan Kerukunan Warga”. Masa lalu Prabowo merupakan makanan empuk bagi para lawannya. Terlebih kemampuan berdebat lawan dari Prabowo yang unggul. Ganjar dengan konsultannya yaitu pasangannya sendiri, Mahfud M.D yang ahli pada tema ini, bisa dibilang merupakan makanan sehari-hari dia. Di sisi lain, Anies Baswedan yang memiliki kemampuan retorika dan komunikasi di atas rata-rata. 

Namun, tidak seperti pertandingan Liga Champion, pertandingan ini berlangsung empat putaran. Banyak yang bisa dibenahi oleh Prabowo agar bisa membalikkan keadaan hingga orang-orang lupa atas tragedi yang terjadi pada putaran pertama kali ini. Tulisan ini saya tulis sebagai review dari saya setelah melihat drama yang terjadi selama perdebatan karena saya sejujurnya kasihan melihat Prabowo yang terus melakukan blunder. Kedepannya saya mengharapkan perdebatan terjadi lebih imbang. Tentu saja dalam hal saling serangnya. Lalu, apa yang bisa dilakukan Prabowo sebelum leg kedua nanti?

Riset yang Utama

Kita sebagai mahasiswa yang tumbuh dari lingkungan akademis sepakat bahwasannya riset merupakan pilar penting dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam debat. Keberadaan data dapat memperlihatkan validitas argumen yang kita miliki. Data merupakan pembeda utama antara imajinasi dan fakta. Se-masuk akal apapun argumen kita, sepandai apapun kita merangkai kata-kata pada argumen kita, jika tidak ada data, kita akan dipertanyakan kebenarannya.

Kekurangan Prabowo dapat tertutupi dengan bantuan riset. Melihat dari debat putaran kali ini, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Prabowo dibantah dengan data. Pertanyaan tersebut seakan-akan menjadi sia-sia, dan malah seperti memberikan assist pada lawan debat. Lawan debat yang ditanya oleh Prabowo seperti dapat kesempatan untuk mencetak goal dan memperlihatkan keunggulannya.

Benahi tim riset merupakan solusi untuk merancang pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dijawab lawannya ataupun yang bisa membuat lawan blunder. Banyak hal yang dapat di-eksplore dalam pertandingan kali ini sebenarnya, seperti kasus Wadas dan PT RUM yang bisa dilontarkan kepada Ganjar, serta kasus politik identitas yang menghantui Anies Baswedan.

Jawaban-jawaban Prabowo sebetulnya bisa dirancang oleh tim riset dengan memperkirakan pertanyaan yang bakal diajukan oleh lawan debat. Selain riset ke lawan, penting bagi kontestan debat untuk meriset kekurangan diri mereka masing-masing. Hal tersebut agar kekurangan dari kontestan dapat diredam dengan jawaban-jawaban pragmatis yang sudah dipersiapkan atau justru dapat terlihat menjadi keunggulan kontestan dengan permainan retorikanya.

Tim riset pun dapat digunakan untuk hal sekecil peraturan debat. Salah satu contohnya seperti setelah Ganjar mengajukan pertanyaan, belum boleh ditanggapi, sebelum Anies memberikan pertanyaan atau tanggapan. Hal minor ini, yang kemarin dipelintir seakan-akan Prabowo emosi dan lain sebagainya, sebetulnya bisa dihindarkan.

Kedepannya diharapkan Prabowo untuk lebih mempersiapkan lebih matang dengan mengutamakan riset dan data sebagai basis dari argumen yang dilontarkan. Atur strategi dan perkirakan pergerakan lawan seperti dalam permainan catur sehingga dapat mengurangi improvisasi-improvisasi yang dapat berujung blunder. Bagaimanapun, dalam suatu perdebatan yang dinilai adalah argumentasinya, bukan gimik-gimik yang menyertai argumen tersebut.

Konsultasi ke Psikolog Cara Mengendalikan Emosi

Salah satu yang menjadi perbincangan pasca debat adalah kemampuan mengendalikan emosinya Prabowo. Narasi yang bermunculan adalah “ketahuan sifat asli Prabowo yang temperamen”. Padahal, emosi yang dipertontonkan oleh Prabowo disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya ketidaksiapan dia seperti yang disinggung pada poin sebelumnya. Namun, apapun faktornya, tidak boleh untuk dijadikan alasan. Kita, sebagai rakyat yang akan memilih, tidak peduli. Kita mengharapkan semua capres menunjukkan taringnya dalam perdebatan. Kita mengekspektasikan mereka untuk siap dalam beradu gagasan. Bagaimanapun, kita dalam proses pencarian kandidat presiden yang akan memimpin Indonesia dalam lima tahun kedepan. Kita cari yang terbaik secara materi maupun mental.

Maka dari itu, Prabowo harus konsultasi ke psikolog untuk mempelajari cara mengendalikan emosi. Apapun yang dilontarkan oleh lawan debat, Prabowo harus membedakan mana pancingan dan mana yang tidak. Jangan sampai Prabowo tergelincir ke dalam permainan psikis para lawan debatnya. Perdebatan itu persoalan adu strategi. Strategi untuk memancing emosi lawan debat adalah salah satu kunci dalam memenangkan debat. Pertanyaan atau tanggapan sepersonal apapun harus Prabowo hadapi dengan kepala dingin karena itu tidak terhindarkan, apalagi dengan track record yang melekat pada Prabowo. Track record tidak mungkin diubah, tetapi cara menghadapinya yang menentukan.

Berguru ke Budiman Sudjatmiko Cara Berdebat

Poin ini merupakan kelanjutan dari poin sebelumnya. Setelah Prabowo bisa mengendalikan emosi, langkah selanjutnya adalah menguasai cara berdebat. Prabowo harus melunturkan sedikit idealismenya terkait “politik yang tidak saling menjatuhkan” dalam kontestasi debat capres. Saya setuju sekali dengan politik yang rukun dan damai. Mengingat tahun 2019, kontestasi pilpres sangat runyam dan tidak sehat. Hoaks dan fitnah merupakan makanan sehari-hari. Namun, berbicara tentang debat, sangat munafik jika kita menilai seharusnya dalam debat tidak menjatuhkan orang lain. Debat pada dasarnya untuk memperlihatkan argumen kita lebih unggul daripada argumen yang lain. Salah satu strategi debat adalah menjatuhkan orang lain agar argumen yang dimiliki orang tersebut menjadi tidak valid. Saya tidak berbicara tentang menjatuhkan orang dalam konteks personal maupun SARA tetapi persoalan tindakan atau kebijakan yang pernah dilakukan oleh lawan debat yang merupakan pejabat negara.

Salah satu keunggulan dari tim pemenangan Prabowo adalah memiliki Budiman Sudjatmiko di dalamnya, salah satu aktivis reformasi yang sering muncul di acara-acara debat televisi. Salah satu rival debat dari bung Budiman adalah bung Rocky Gerung. Tidak perlu diragukan lagi kemampuan debatnya jika kita melihat perdebatan yang pernah dilakukan oleh seorang Budiman Sudjatmiko. Maka dari itu, Prabowo harus berguru kepada bung Budiman bagaimana cara berdebat yang baik, bagaimana cara membalikkan keadaan ketika diserang, bagaimana cara mengendalikan proses perdebatan, bukan sebaliknya. Itu merupakan poin penting karena medan pertarungan debat capres sekarang berbeda dari yang pernah dilalui oleh Prabowo. Saat ini dilihat dari kontestannya saja ada tiga, belum lagi persoalan kemampuan dari lawan debat yang berbeda dari Jokowi, jauh lebih muda, inovatif, berpengalaman, siap secara mental dan materi. Jangan terjebak oleh pengalaman debat capres sebelumnya, karena medannya sudah berubah. Setelah perhelatan debat putaran pertama, jika saya bisa memperkirakan, apa yang di pikiran Prabowo adalah “perasaan dulu ga gini deh”.

Salahkan Pemerintah yang Memelihara Kasus HAM

Memuja-muji Jokowi adalah strategi yang diambil oleh paslon nomor urut dua untuk bersaing dalam kontestasi. Tidak bisa dipungkiri bahwasannya basis pendukung Jokowi masih kuat. Namun, perlu diingat jika Jokowi itu bukan Nabi, yang tanpa kesalahan ataupun kekurangan. Puji kelebihan dan kritik kekurangan dirasa penting untuk Prabowo lakukan karena hal tersebut bisa jadi hambatan dalam kontestasi debat capres. Sebagai contoh yaitu kasus pelanggaran HAM yang menghantui Prabowo. Capres nomor urut dua ini selalu diserang setiap kontestasi pilpres setiap lima tahun sekali. Prabowo mungkin lelah dengan isu yang sudah menjadi komoditas politik ini setidaknya di tahun 2014 dan 2019, tetapi mau tidak mau harus bisa dihadapi.

Namun, kasus-kasus HAM yang menghantui Prabowo tidak terlepas dari peran pemerintah yang secara sengaja maupun tidak, memelihara kasus-kasus tersebut. Selama hampir satu dekade seharusnya cukup untuk mengatasi permasalahan HAM, setidaknya ada tahapan yang sudah berjalan untuk menanganinya. Tidak adil sepertinya jika kita terus menggunakan isu HAM untuk menyerang Prabowo, apalagi Prabowo belum pernah diberi kesempatan, seperti diberi posisi strategis yang dapat menyelesaikan masalah ini. Uniknya, pertanyaan, yang sarat akan tendensi untuk menyerang menggunakan isu HAM, terlontar dari mulut capres yang berasal dari partai penguasa.

Oleh karena itu, seharusnya momen-momen yang ditujukan untuk menyerang Prabowo dapat di-counter jika Prabowo tidak memposisikan di pihak Jokowi. Kritikan kepada Jokowi tidak membuat Prabowo menjadi labil atau inkonsisten, tetapi justru dia akan terlihat berada di pihak rakyat yang objektif. Objektivitas seorang Prabowo akan teruji. Dengan begitu, Prabowo tidak akan terkendala hambatan untuk menjawab problematika-problematika yang dilontarkan kepadanya dan dapat melepas diri dari kebuntuan yang disebabkan karena dia memposisikan diri di pihak Jokowi.

Meminta Gibran Mengundurkan Diri

Setelah Prabowo mulai bisa melepas diri dari Jokowi, dia harus mempertimbangkan opsi ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa opsi ini adalah opsi yang paling mustahil untuk dijalankan karena terikat pada peraturan yang mengenakan sanksi bagi calon wakil presiden yang mengundurkan diri. Peraturan tersebut tertuang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pasal 552 ayat 1, yang berbunyi “Setiap calon presiden atau wakil presiden yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah penetapan calon presiden dan wakil presiden sampai dengan pelaksanaan pemungutan suara putaran pertama, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000.000 (lima puluh miliar rupiah)”.

Namun, sanksi tersebut adalah harga yang harus dibayar oleh Prabowo atas pilihan dia memilih Gibran sebagai pasangannya. Sudah rahasia umum bahwa pemilihan Gibran itu tidak normal dan mencederai demokrasi. Hal tersebutlah yang menjadi makanan empuk baik di debat capres maupun di kontestasi pilpres itu sendiri. Dengan begitu, Gibran sudah layak dikatakan sebagai beban dari strategi kemenangan Prabowo dalam kontestasi. Untuk seorang Gibran maju ke dalam perhelatan pilpres, peraturan pemilu terkait batas umur harus diganti melalui Mahkamah Konstitusi. Melalui teknologi bernama orang dalam, berupa paman dan bapak, membuat Gibran bisa menjadi cawapres. Menjual nama anak muda tidak lagi relevan karena anak muda saat ini sudah cerdas untuk bisa dikelabui oleh permainan politik semacam itu. Mengutip “serangan” Anies Baswedan di dalam debat capres putaran pertama terkait negara kekuasaan, dimana peraturan diatur sedemikian rupa demi kekuasaan, membuat rayuan anak muda tidak lagi mempan dan kalah telak. Ditambah selain anak muda, rasa-rasanya tidak ada yang bisa dijual dari seorang Gibran. Gelar walikota pun tidak lagi seksi jika dibandingkan dengan latar belakang paslon lain di kontestasi pilpres kali ini.

Maka dari itu, sanksi dari peraturan Undang-Undang tentang pemilu tidak lagi suatu permasalahan. Prabowo harus berani untuk membujuk Gibran mundur dan menerima sanksi yang menyertainya demi kemenangan Prabowo dalam kontestasi pemilu. Bisa dikatakan pemilihan Gibran adalah blunder paling besar yang dilakukan oleh Prabowo. Belum lagi, kemampuan komunikasi seorang Gibran yang tidak tertolong dan bisa menjadi blunder selanjutnya pada debat cawapres, jika akan tetap terlaksana. Sanksi berupa pidana dan denda puluhan miliar bukan harga yang mahal untuk dibebankan kepada Gibran karena mengingat beban yang dirasakan oleh Prabowo dengan kehadiran seorang Gibran sebagai pasangannya.

Semua rekomendasi yang saya berikan agar Prabowo dapat berbenah dan dapat menyeimbangi kontestasi debat capres kedepannya. Saya juga tidak sepercaya diri itu untuk berpandangan bahwa Prabowo akan baca tulisan ini. Namun, setidaknya ini bisa menjadi bahan diskusi untuk kita sebagai pemilih pasangan calon di tengah dinamika atmosfer dari kontestasi pilpres kali ini. Bagaimana kita menilai sebagai masyarakat awam, khususnya mahasiswa, tentang pasangan calon pada kontestasi yang dirasa “kok tidak ideal banget sih”, “kok nggak sama itu aja sih pasangannya”, dan lain sebagainya yang ada di pikiran terkecil kita sebagai awam.

Tulisan yang saya tulis merupakan buah pikiran saya sendiri, tidak mewakili dari sikap atau pernyataan dari suatu lembaga tertentu, dalam hal ini LPM Kentingan UNS yang memuat tulisan ini. Saya membuat tulisan ini sebagai pemantik diskusi-diskusi tentang pilpres agar berkembang di lingkungan kampus. Pengetahuan politik apapun penting untuk dimiliki apalagi menyangkut pemilihan presiden yang akan menjadi pemimpin negara kita tercinta selama lima tahun kedepan.

Apapun yang terjadi dalam debat capres, terlebih dalam kontestasi pilpres secara keseluruhan, kita harus menjaga kerukunan dalam politik. Walau pernyataan saya kontradiksi dengan pernyataan di poin ketiga, tetapi konteks itu hanya dibawa pada perhelatan debat saja, tidak untuk dibawa pada kontestasi pilpres yang menyeluruh. Jika pada kontestasinya kita tidak rukun, maka jangan akan heran dalam keberjalanannya dapat lahir masalah-masalah baru. Semangat bhinneka tunggal ika harus menjadi utama dan pegangan kita dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam kehidupan berpolitik. Sekian dan terima kasih.

 

Penulis: Rama Mauliddian Panuluh

Editor: Wahyu Lusi Lestari