Haidar Zhafir Baharsyah

Aksi Solidaritas Palestina di UNS: Seruan Nurani di Mimbar Bebas

Surakarta, 13 Juni 2025 – Lebih dari 50 mahasiswa dari berbagai elemen seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Sebelas Maret (UNS) serta lembaga dalam tingkat fakultas hingga tingkat universitas berkumpul di Boulevard UNS pada Jumat sore (13/6), dalam aksi solidaritas yang bertajuk “Palestina Merdeka”. Pada aksi yang digelar, mereka mengangkat pesan utama yaitu “From the River to the Sea, Palestine Will Be Free” dan “You Just Need to Be Human to Stand with Palestine” menandai bahwa isu Palestina bukan hanya soal agama melainkan soal rasa kemanusiaan. Aksi ini dimulai sekitar pukul 16.00 WIB yang diisi dengan berbagai orasi, pembacaan puisi, pembacaan kisah, serta doa lintas iman sebagai simbol toleransi dan kepedulian terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Acara ini dikemas dengan format “Mimbar Bebas” yang bertujuan memberikan ruang ekspresi bagi mahasiswa yang ingin bersuara. Aliansi dari mahasiswa menyuarakan kritik keras terhadap tindakan brutal Israel dan narasi palsu yang disebarluaskan kaum Zionis. “Mereka mengakui wilayah saudara-saudara kita dan tega membunuh melalui kebohongan-kebohongan yang dikonstruksi secara sistematis,” tegas orator dari BEM FKIP. Ia juga menyinggung tentang penangkapan 12 aktivis kemanusiaan yang membawa obat dan bantuan makanan ke Gaza baru-baru ini. “Dukungan dari pihak rektorat turut hadir sebab di lingkungan kampus, rektorat memiliki tanggung jawab untuk memberikan ruang bagi mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi,” ungkap Samuel, staf Kementerian Kajian, Aksi, dan Propaganda (KASPRO) BEM FH UNS.

BEM FEB menyoroti penderitaan Gaza yang terus berlangsung. “Saudara-saudara kita di sana dibom, dibantai. Lebih dari 55.000 korban jiwa mulai dari perempuan, anak-anak, warga sipil menjadi korban. Dunia hanya diam bersembunyi di balik kata ‘diplomasi’, segala bantuan kemanusiaan terus diblokade oleh Israel,’’ seru peserta aksi dari BEM FEB. Mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk bersikap lebih tegas dan mendesak agar tidak berhenti pada narasi diplomatik semata.

Aksi ini juga diisi oleh BEM FH yang membaca puisi dengan mengangkat tema kemanusiaan dan hak rakyat Palestina yang sedang dirampas. Diadakannya aksi bela Palestina ini bukan soal agama saja, tegas salah satu peserta, melainkan soal bagaimana hati nurani yang dipunya dan hak asasi manusia. “Sudah berkali-kali dibuat perjanjian damai, tapi sejak 2020 diksi perjuangan kemerdekaan mulai tergeser menjadi normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. Padahal penjajahan masih nyata,” ungkap peserta aksi dari BEM FH.

BEM UNS dalam orasinya menegaskan bahwa partisipasi dalam aksi ini dari hati nurani. “Konflik ini bisa dibantu dengan dua cara: materi dan donasi. Tapi kalau tidak bisa, setidaknya kita punya hati nurani,” kata perwakilan BEM UNS.

Bintang, mahasiswa Hubungan Internasional UNS menyampaikan bahwa terdapat perkembangan terhadap sikap mahasiswa dalam merespons isu-isu terkait genosida di Palestina oleh Israel. “Aku lihat mahasiswa nggak hanya turun ke jalan dan orasi, tetapi banyak mahasiswa yang juga berani untuk menyuarakan lewat media sosial,  bikin buku, nulis puisi. Menurut aku itu sebuah kemajuan karena aku rasa untuk menyuarakan hak-hak ini nggak perlu lewat turun ke jalan,” ungkapnya. “Namun, dengan menutup aksi-aksi ini, kita masih bisa melakukan aksi-aksi lainnya dan kemudian akan selesai ketika Palestina merdeka. Lalu harapannya, aksi selanjutnya nggak perlu dan nggak selalu tentang bantuan. Kita bisa mulai dari meminimalisir konsumsi yang terafiliasi membantu Israel, menentang kapitalisme, dan menentang dukungan yang menindas rakyat-rakyat Palestina,” pungkas Bintang.

Salah satu partisipan yaitu Ahmad Irsyad mahasiswa Manajemen Bisnis UNS menyatakan bahwa keikutsertaannya lahir dan muncul atas dasar rasa kemanusiaan sebagai seorang muslim. “Kita nggak  harus memandang kita itu siapa, kita dari instansi mana. Cukup jadi manusia aja untuk bersimpati dan terus bersuara dan sadar bahwa Palestina itu korban dari kejahatan perang,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa walaupun adanya aksi semacam ini tidak berdampak langsung ke Palestina, tetapi dapat membangkitkan semangat dan dukungan moral bagi mereka yang terdampak.

Aksi ini menyuarakan pembukaan UUD 1945 alinea pertama, bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Hal ini menjadi pemantik bahwa mahasiswa masih menjadi suara moral bangsa yang terus lantang menolak segala bentuk penjajahan dan kekerasan atas nama kemanusiaan. Aksi ditutup sekitar pukul 17.50 WIB dengan doa bersama yang dilakukan dengan membentuk lingkaran, simbol persatuan dan kesatuan untuk kemerdekaan Palestina. 

Penulis: Yunita Tri Hastuti dan Sarah Salsabila
Editor: Aji Nugroho