Mengusung tema musik-musik dengan sentuhan kontras, “Bukan Musik Biasa #18” digelar pada Jumat (30/3), di pendopo Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT). Pada acara yang terselenggara untuk ke-18 kalinya ini, tampil tiga kelompok musik, yakni Solo Bass Community, Muhammad Choizin Mukti and friends, dan kelompok blues SMK Negeri 8 Surakarta.
Meski bernafaskan benang merah yang sama, yakni kontradiksi terhadap pakem musik yang normal, tiga penampil tersebut hadir dengan sentuhan yang berlainan. Muhammad Choizin Mukti and friends, sebagai penampil pertama mengetengahkan komposisi musik yang tak lazim, dengan mencampurkan bunyi-bunyian dari alat-alat dapur (kaleng roti, wajan, gelas, plastik, dan lain-lain) menjadi sebuah karya berjudul “Bekas Bumi”. Lewat kesederhanaan alat musik yang digunakan mereka mencoba mendefinisikan bunyi-bunyian alam.
Solo Bass Community sebagai penampil kedua mencoba meramu bass betot – yang pada formasi band konvensional menjadi sumber bunyi pelengkap – menjadi primadona panggung, karena dimainkan sebagai alat musik utama. Memainkan komposisi “Emotion dalam Spirit Jawa” dan “Aku Jawa”, empat personil Solo Bass Community berdiri sejajar di tengah panggung, dibantu seorang additional drum player sebagai penjaga tempo. Mencoba mendobrak pakem dalam memainkan bass dengan baik dan benar dalam sebuah kesatuan grup adalah nafas kontradiksi yang coba ditawarkan oleh kelompok musik ini.
Gebrakan terakhir diusung oleh kelompok blues SMK Negeri 8 Surakarta yang memainkan kontradiksi tempo dalam komposisi musik mereka. Mengalirlah “Calung Blues”, sebuah komposisi dari lagu “Cublak-cublak Suweng” versi blues yang pada mulanya bertempo lambat, langsung melonjak ke tempo cepat. Permainan tempo lambat ke cepat ini berlangsung berkali-kali sebelum lagu diakhiri dengan tempo medium. Judul “Calung Blues” sendiri diambil dari alat musik utama yang digunakan, yakni calung. Calung merupakan alat musik khas Jawa Barat, terbuat dari bambu menyerupai angklung, tetapi cara memainkannya bukan ditiup melainkan dipukul.
Setelah penampilan SMK Negeri 8 Surakarta ini, digelar dialog musik yang menampilkan seluruh musisi yang tampil dan pembicara Memet Chairul Slamet. Dalam tanggapannya terhadap ketiga penampil, Memet mengatakan bahwa bermusik yang baik adalah pada saat seorang musisi mampu menampilkan unsur-unsur kontras pada musik yang mereka bawakan. “Sayangnya, masyarakat kita masih menganggap musik sebatas hiburan saja. Padahal jika didalami musik tidak berhenti sampai di situ,” lanjutnya. Menurutnya, anggapan musik sebatas hiburan menjadi salah satu faktor penyebab maraknya karya-karya musik ‘instan’ saat ini.
“Bukan Musik Biasa” merupakan acara rutin yang digelar tiap bulan sejak tahun 2010. Lewat acara yang pada mulanya digagas oleh I Wayan Sadra – salah satu pemusik kontemporer kenamaan – ini diharapkan dapat menampung kreativitas pemusik kontemporer Indonesia. (Dira)