Artis : Pandai Besi
Judul Album : Daur Baur
Genre : Pop Rock/Others
Jumlah Lagu : 9
Tahun Rilis : 2013
Distributor : Lokananta Studio
Label : Demajors
Sebuah kejenuhan serta rasa bosan dari personel Efek Rumah Kaca ketika membawakan lagu yang hanya itu-itu saja, pada akhirnya membuat mereka berhasil menemukan ide luar biasa. Mereka membentuk suatu project dengan mengajak beberapa musisi lain. Project yang mengaransemen ulang lagu dari Efek Rumah Kaca itu terbilang cukup berani. Musik yang bisa terbilang senyap dari Efek Rumah Kaca ini dirombak total oleh Pandai Besi dengan kesan lebih berisik.
Sebuah nama dari proses kreatif yang sinkron dari para personel yang menempa karya dengan talenta yang saling melengkapi dengan dosis yang sangat pas, bermetamorfosis menjadi “Pandai Besi”. Layaknya berjibaku dengan api, kreatifitas yang terpompa tinggi dicampur dengan keringat panas persis seperti para pandai besi di zaman kerajaan yang mempersembahkan karyanya untuk para kesatria.
Dalam album mereka yang berjudul Daur Baur (2013) ada sembilan lagu dari Efek Rumah Kaca. Lagu-lagu tersebut diantaranya Hujan Jangan Marah, Menjadi Indonesia, Di Udara, Melankolia, Jangan Bakar Buku, Laki-laki Pemalu,Debu-debu beterbangan, Jalang serta Desmber yang direkam live di Lokananta Studio, studio legendaris di Kota Solo, tempat awal dari sejarah musik di negeri ini berdiri. Grup Band yang digawangi oleh Cholil (Vocal & Gitar), Akbar (Drum), Poppie (Bass), Asra (Keyboard), Hans (Gitar), Dika (Terompet), serta Irma dan Abigail (Backing Vocal) ini melakukan rekamannya dengan cara crowdfunding.
Dalam hal ini, Pandai Besi mengundang para penggemar untuk membantu menggarap dan mendanai prosesnya. Sebenarnya ini bukan merupakan sistem baru, hanya saja akan menjadi aneh oleh sebagian orang jika dipraktikkan dalam industri musik Indonesia yang belakangan terkesan serba menye-menye.
Meskipun lirik dan judul masih sama, tapi Pandai Besi merombak total aransemen lagu tersebut sehingga hanya terdengar mirip sekilas jika dibandingkan garapan Efek Rumah Kaca sendiri. Daur Baur tidaklah sekedar Efek Rumah Kaca, karyanya tidak hanya untuk kalangan kesatria, pejuang atau apalah itu namanya, tapi juga melibas batas segala kelas serta rasialitas. Ini adalah sebuah oase untuk industri musik di Indonesia sendiri, serta sebuah masterpiece yang semakin tak terbantahkan.
Keenam personel ini meleburkan nada dan lirik Efek Rumah Kaca dalam bentuk baru, walaupun panas, namun tetap nyaman. Terkadang ada tiupan lembut dari terompet bercampur dengan distorsi minor yang akan mengisi kesunyian, mengejutkan, membingungkan, dan membuat penasaran. Itulah pelatuk yang menggelitik untuk mendengarkan lebih lanjut, lebih lama, lebih panjang, sepanjang durasi lagu Pandai Besi.
Meskipun dalam album Daur Baur ini durasi mayoritas lebih dari lima menit, tapi aransemen lagunya tidak pernah membosankan. Suasana rekaman live dan akustik dari studio legendaris ini semakin vintage dan progresif yang terdengar mewah serta memberikan energi tersendiri bagi penikmatnya yang tak mungkin didapat ketika Pandai Besi rekaman secara konvensional. Salah satu hal yang menarik dari album Daur Baur adalah bagaimana lagu-lagu aransemen ini memberikan makna dan energi yang berbeda pada sebuah lagu walau liriknya sama.
Dalam versi asli lagu Di Udara yang terkesan berapi-api disulap menjadi menjadi lebih dingin yang seakan bagai pejuang bijak yang membuktikan bahwa masih ada jalan dan cara berjuang selain berorasi dan turun ke jalan, sedangkan dalam Laki-laki Pemalu aransemennya kembali mengingatkan pada Local Natives. Kemudian dalam Hujan Jangan Marah dengan membawakan nada-nada yang sedikit lebih tinggi dibanding versi Efek Rumah Kaca, dan Melankolia masih terkesan cukup dingin dengan balutan nada-nada minor khas Efek Rumah Kaca. Berbeda dengan Desember, lagu yang terdengar lebih memunculkan pengakuan dan obsesi ini tidak mendapatkan banyak rombakan dari versi asli, mungkin hal ini dikarenakan lagu Desember telah menjadi semacam trademark dan Pandai Besi tidak ingin mengubah hal tersebut.
Album ini adalah hasil dari satu kesatuan yang terdengar idealis, politis namun tak meninggalkan sisi romantis yang seakan mengikis borok yang telah meracuni tubuh dari industri musik Indonesia. Mereka tak hanya mendaur tapi juga membaur dalam kesatuan musikal baru, begitulah Pandai Besi dengan project rekonstruksinya yang berjudul Daur Baur. (Hanindya Septian)