Seiring bergulirnya zaman dari generasi ke generasi, kini pamor upacara bendera kian turun. Hal tersebut berbanding lurus dengan semakin tingginya jenjang pendidikan para pesertanya. Pemaknaan upacara bendera pun kini semakin bergeser.
Upacara bendera bukanlah hal yang asing, khususnya bagi pelajar maupun pegawai instansi peme-rintah. Sebagian orang memaknai upacara bendera hanya sebagai kewajiban yang dilaksanakan setiap Senin maupun hari-hari besar nasional. Namun, ada juga yang menilai bahwa upacara bendera itu sangatlah penting.
Upacara bendera di Indonesia diperkenalkan pertama kali oleh Negara Jepang, ketika negara ini masih berkuasa di nusantara. “Mungkin memang benar upacara bendera di Indonesia meniru budaya upacara bendera di Jepang, karena para Founding Fathers, seperti Soekarno dan Hatta dulunya aktif mengikuti organisasi pergerakan bentukan Jepang se-perti Gerakan 3A, Pembela Tanah Air (PETA), dan lainnya,” ungkap Dr. Warto, M.Hum., dosen Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Upacara Harga Mati
Di Indonesia, upacara bendera pertama kali dilaksanakan ketika proklamasi kemerdekaan yakni pada tanggal 17 Agustus 1945, yang dipimpin oleh Ir.Soekarno yang kemudian menjadi presiden pertama di Indonesia. Pada dasarnya, upacara bendera mengajarkan berbagai nilai yakni, untuk selalu disiplin, tepat waktu, memiliki kemampuan mendengarkan, dan mengenang jasa para pahlawan. Selain itu, dengan adanya pembacaaan Pancasila dan menyanyikan lagu-lagu nasional dapat membangkitkan jiwa patriotisme dan nasionalisme.
Hal tersebut senada dengan ungkapan Drs. Sutrisna, Kabag TU UNS, selaku penyelenggara upacara, “Upacara merupakan proses pembentukan sikap patriotisme anak bangsa. Janganlah menilai bendera merah putih hanya sebuah kain karena pada dasarnya bendera merah putih merupakan simbol perjuangan para pahlawan untuk mencapai kemerdekaan.”
Sedangkan Dra. Sri Wahyuning S, M.Pd, Ketua Program Studi Sejarah FKIP UNS mengatakan bahwa di dalam upacara terdapat penghormatan pada bendera dilakukan sebagai wujud menghargai jasa para pahlawan. Di mana dengan penghormatan tersebut kita bisa memaknai jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan untuk memperoleh kemerdekaan. Bendera merah putih pun memiliki makna tersendiri.
Berbicara mengenai hakikat dan makna upacara itu sendiri, Warto, yang juga menjabat sebagai Pembantu Dekan I FSSR UNS, berpendapat bahwa, upacara itu sangat penting. Ada dua alasan terkait pentingnya hal tersebut, yaitu alasan secara subyektif dan obyektif. Subyektif karena upacara memuat nilai-nilai kebajikan berbangsa, bernegara, dan bertanah air serta memiliki nilai historis yang mengingatkan pada perjuangan para pahlawan. Sementara itu alasan objektif terlihat pada upacara yang selalu melibatkan banyak peserta, sehingga upacara dapat meningkatkan solidaritas di antara peserta. Melalui upacara diharapkan generasi muda saat ini dapat menyadari bahwa kita adalah bangsa yang besar dan tidak mudah terpecah belah oleh hasutan penjajah gaya baru di era globalisasi ini.
Dulu dan Sekarang
Sekali dalam sepekan, pelajar Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Mene-ngah Atas (SMA) menjalani upacara bendera setiap Senin. Upacara ben-dera serasa menjadi menu wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Bagi pelajar SD, upacara bendera merupakan ajang untuk ambil bagian sebagai petugas upacara. Perasaan bangga muncul bila ditunjuk menjadi petugas upa-cara. Mereka mengikuti jalannya upacara dengan khidmat. Fenomena saat ini bagi pelajar SMA, upacara bendera sudah tidak begitu diminati. Mereka menjalankannya hanya sebagai suatu aktivitas untuk menggugurkan kewajiban, bahkan sering menjadikan momen khidmat itu sebagai ajang ngobrol.
Semakin tinggi jenjang pendidikan, nasib upacara seakan semakin terlupakan. Mungkin itu ungkapan yang tepat, terlebih pada tingkat perguruan tinggi. Kesempatan upacara di jenjang pencarian gelar akademik dapat dihitung dengan jari, salah satunya tidak semua hari besar diperingati dengan upacara bendera.
Hal ini senada dengan ungkapan Dhiyas, mahasiswi FKIP Kimia UNS. “Pamor upacara turun mungkin karena adanya paradigma bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan seseorang, mereka merasa sudah tahu sejarah negara mereka sendiri. Tanpa diadakan upacara pun mereka tetap mencintai negara mereka sendiri.” Ia pun menambahkan “karena itulah untuk mempertahankan pamor upacara sering menuai kendala.”
“Pelaksanaan upacara bendera dari dulu hingga sekarang inti dan formatnya masih sama dan belum berubah. Mungkin yang berbeda, sekarang ada beberapa modifikasi, contohnya saja upacara di UNS menggunakan orgen, kelompok paduan suara, dan sebagainya. Hal ini terjadi menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini. Sedangkan untuk pamor upacara yang saat ini kian turun di kalangan pelajar, semua itu tergantung pemaknaan pada masing-masing individu,” ungkap Warto.
UNS dan Upacara
Dalam setahun, UNS hanya tiga kali mengadakan upacara bendera, yaitu pada tanggal 10 Maret menjelang Dies Natalis UNS, 2 Mei untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), dan 17 Agustus untuk memperingati Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Ada dua macam tata cara pelaksanaan upacara yaitu tata upacara militer dan tata upacara sipil. Perbedaan pokoknya terletak pada cara penghormatan. Dalam upacara militer, penghormatan dilakukan setiap kali ada pergantian suku acara, misalnya sebelum pembacaan Pancasila didahului dengan hormat, sebelum membaca doa juga didahului dengan hormat terlebih dahulu, dan sebagainya. Sedangkan dalam upacara sipil penghormatan hanya di awal dan di akhir saja.
Upacara bendera di UNS menerapkan tata cara upacara secara sipil dalam pelaksanaannya, walaupun petugasnya dari Resimen Mahasiswa (Menwa). Namun, dalam persiapan ataupun pelaksanaan upacara, TU selaku panitia upacara bendera UNS mengaku tidak pernah menemui kesulitan yang berarti karena ada banyak bantuan dari kalangan mahasiswa sendiri, seperti dari Menwa, Voca Erudita (UKM Paduan Suara Mahasiswa Universitas), maupun organisasi mahasiswa yang lain.
Peserta upacara bendera di UNS terdiri dari seluruh civitas akademika UNS. Namun, untuk mahasiswa hanya diambil perwakilan saja. Hal tersebut sesuai dengan kebijakan yang ada. Selain itu karena permasalahan tempat yang terbatas untuk menampung seluruh mahasiswa UNS yang bisa dikatakan jumlahnya sangat banyak. Perwakilan mahasiswa yang mengikuti upacara bendera di UNS adalah mereka yang memperoleh beasiswa dikarenakan mereka mempunyai kewajiban lebih besar pada universitas dibandingkan mereka yang tidak memperoleh beasiswa.
Pergeseran minat para pelaku upacara bendera seiring semakin tingginya pendidikan sungguh memprihatinkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa wibawa upacara bendera dari dulu sampai sekarang mengalami penurunan.
“Upacara bendera merupakan sarana pendisiplinan diri. Namun, upa-cara di kampus tidak lagi sedisiplin di SD ataupun SMA. Untuk itu, upacara bendera di sebuah perguruan tinggi sangatlah penting untuk diadakan, karena untuk melatih kedisiplinan, mengenang jasa-jasa para pahlawan serta menanamkan rasa cinta pada tanah air,” ungkap Sarah, salah satu mahasiswi penerima beasiswa di UNS.[] (Rahayu, Tiara, Tria)