Kegelisahan yang berujung keluhan dan jeritan mahasiswa kampus cabang sering tak didengarkan oleh rektorat. Tentu ini masalah serius yang tidak bisa selesai dengan cara “menutup telinga”. Kabar ini kerap diperkarakan, wara-wiri mencuat sampai ke gendang telinga. Berkenaan dengan hal itu, serta merta muncul perasaan dilema dan “dianaktirikan”. Memang tidak akan ada habisnya bila bicara mengenai kampus cabang, pasalnya untuk keadaannya sendiri memang kurang diperhatikan. Jeritan ini kian terdengar di tengah gencarnya pembangunan Tower Ki Hajar Dewantara. Akibatnya, muncul anggapan bahwa “tower lebih diprioritaskan”, ditambah lagi “kampus pusat sering didatangi pejabat”.
Wahai teman-teman mahasiswa, bukan lagi menjadi suatu hal ganjil ketika kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) tersebar di berbagai wilayah. Dapat dikata teritorialnya tak hanya berujung di kota yang terkenal dengan slogan The Spirit Of Java. Melainkan sampai menembus batas wilayah Kebumen, Madiun, dan on the way ke Ibu Kota Jakarta bak Kerajaan Majapahit yang capaian wilayahnya sampai ke negeri Malaya. Bedanya, Kerajaan Majapahit wilayahnya bisa dikatakan makmur, sedangkan UNS, silakan dinilai sendiri setelah melihat kampus-kampus cabang. Namun, bisa-bisanya membuat wacana pengadaan PSDKU di Jakarta dengan alasan untuk memfasilitasi masyarakat Jakarta yang ingin kuliah di UNS.
Sudah Terpenuhikah Standar Kelayakan Fasilitas Kampus Cabang?
Tiba-tiba muncul pertanyaan dalam kepala saya, “Apakah fasilitas di kampus cabang sebelumnya telah mencapai indikator standar sarana dan prasarana layak untuk pembelajaran?” sekiranya ada 28 point yang harus dipenuhi. Mungkin jika yang dibicarakan adalah kampus pusat, tidaklah mengejutkan standar sarana dan prasarananya telah mumpuni. Namun, lain halnya dengan kampus cabang dengan segala keterbatasannya masih berusaha untuk berdiri. Cukup menyedihkan sebenarnya, mengingat seharusnya mahasiswa kampus cabang juga menerima apa yang mahasiswa kampus pusat terima.
Berdasarkan pada pengamatan saya, akan lebih tepat saat pembahasan ini sampai pada taraf “krisis kelayakan.” Sebenarnya tidak perlu dipertanyakan lagi apa maksudnya, toh teman-teman sekalian sudah pasti paham. Hanya saja jika teman-teman ingin membuktikannya secara nyata, bolehlah sesekali mengunjungi salah satu kampus cabang milik UNS terutama Kampus Ngoresan. Sudah saya duga ekspresi teman-teman ketika berkunjung ke sana, akan persis seperti yang tergambar dalam wajah saya. Terkejut bukan kepalang! Dalam hati pun berkata, “Kalau begini keadaannya pantas saja mahasiswanya pada protes.”
Ketika ditanya menempati kampus cabang mana, mereka menjawab dengan sebutan “Ngoresan Indah”. Ini adalah bentuk sarkasme yang menggambarkan keadaan di sana begitu memprihatinkan. Mungkin lebih ke arah bangunan terbengkalai dan tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kalau menurut saya, perlu ditekankan mengenai pengoptimalan pembangunan supaya berhektar-hektar tanah yang berdiri di sana memiliki makna. Tidak hanya itu, beberapa konstruksi yang roboh akan lebih terlihat manfaatnya bila dilakukan pembangunan.
Kondisi Terkini Kampus Cabang di Surakarta
Beralih ke kampus cabang lain yang keadaannya tak kalah memprihatinkan. Mari kita telusuri Kampus PGSD Kleco, FSRD Mesen, dan SV Jebres. Tiga kampus cabang yang masih berada di area Solo ini memiliki kekurangan yang beragam. Pertama, kampus PGSD Kleco kalau kata saya untuk teman-teman yang mau kesana mending jalan kaki saja. Kalau ditanya kenapa, jalanan di kampus Kleco amat sangat kurang ramah guys alias tidak rata. Kasihan mesin motornya kalau lewat. Hanya sekadar saran ya kawan kalau tidak dihiraukan pun tidak menjadi masalah. Salah satu jeritan mahasiswa Kampus Kleco yang saya dengar, mengeluhkan mengenai tower yang menjulang di samping kampus pusat sangat gencar pembangunannya, tetapi lain halnya dengan kampus cabang yang sampai saat ini masih terbengkalai, seperti gedungnya yang sudah tua dan cat nya yang sudah mengelupas.
Lanjut ya sobat, ada Kampus Mesen nih, ditempati anak FSRD dan Ilmu Lingkungan —meski sudah dipindah ke kampus pusat, tetapi bingung ruang kelasnya. Kalau untuk gedungnya sudah okelah menurut saya. Namun, kata teman-teman mahasiswa di sini krisis air, ditambah juga letak toiletnya terlalu pojok sehingga kurang mudah diakses dan malah meninggalkan kesan horor. Mungkin faktor minimnya papan petunjuk informasi di Kampus Mesen dan akan lebih sulit bila mencari ruang tertentu. Belum lagi tidak ada fasilitas musala, mahasiswa biasanya salat di ruang dosen atau mesti menyebrang keluar.
Oiya teman-teman adakah yang pernah berkunjung ke kampus SV Jebres? Kalau belum pasti minimal sudah lewat ya karena letaknya tidak jauh dari kampus pusat. Kalau dilihat sekilas dari depan pasti langsung muncul pendapat bahwa bangunannya megah dan bertipe modern. Eits, jangan salah karena Anda belum sampai masuk ke dalamnya. Dari yang saya dapatkan, kampus SV Jebres hanya tampak elite luarnya saja. Tidak heran bila mahasiswa kampus ini sampai berharap supaya pihak kampus tidak hanya membangun bagian gedung yang tampak dari luar. Sebab, masih banyak yang perlu dibenahi seperti lantai mushola yang kotor. Selain itu, kursi dan meja di ruang kelas juga perlu diperbaharui karena beberapa masih terbuat dari kayu dan membuat kelas terkesan redup.
Sepertinya, cerminan gedung dan fasilitas yang cukup memadai seperti yang diharapkan teman-teman kampus cabang ada di Kampus FKOR Manahan. Terlihat dari bangunannya yang menjulang tinggi ke langit udah kece deh pokoknya. Ada beberapa fasilitas yang tidak dimiliki kampus cabang lain, tetapi dimiliki kampus FKOR. Misalnya gor, lapangan indoor yang mumpuni, dan tempat gym dengan alat-alat lengkap. Namun, semua tidak ada yang sempurna. Sekadar menyampaikan pesan dari salah satu mahasiswanya mbok harap dibangunkan kolam renang supaya tidak perlu ke kolam renang sebelah alias Tirtomoyo.
Bicara mengenai fasilitas yang kurang memadai, ada contoh nyatanya nih. Mari sini saya spill suara hati salah satu mahasiswa kampus JPTK Pabelan yang katanya ada satu mesin bubut yang usianya sama dengan usia UNS didirikan. Tepat sekali ya kawan kemarin ada perayaan Dies Natalis, berarti wajib juga si mesin ada perayaannya juga, ehehe bercanda. Atas dasar itu, mahasiswa kampus JPTK Pabelan juga berharap supaya adanya penambahan fasilitas trainer bidang otomotif yang sesuai dengan teknologi saat ini.
Kampus Terjauh Beserta Ceritanya
Tak sampai di situ, mari saya ajak teman-teman merambah ke Kampus Vokasi Madiun dan PGSD Kebumen yang letaknya nan jauh di sana. Kampus terjauh juga menyimpan banyak cerita yang perlu diutarakan. Meski tidak tahu harus mengadu ke mana, setidaknya mari kita ulas secara gamblang suara yang selama ini hanya mereka simpan dalam benak. Sebenarnya yang perlu dijadikan sorotan adalah urusan administrasi dan organisasi. Seperti yang kita ketahui bahwa pengurusan segala macam berkas perlu dilakukan di kampus pusat. Jadi, hal ini menjadi sesuatu yang sulit bagi mahasiswa PGSD Kebumen dan Vokasi Madiun. Bagi mahasiswa PGSD Kebumen, hal tersebut akan menguras waktu, tenaga, dan pikiran karena harus pergi jauh ke Surakarta. Beda lagi dengan yang dihadapi mahasiswa Kampus Vokasi Madiun. Berdasarkan survei yang saya lakukan, katanya untuk pembelajaran dan organisasi mahasiswa di sana masih kurang. Pernah saat akan melakukan kegiatan kemahasiswaan ada saja kendalanya, alhasil mereka pun melakukan kegiatan sendiri.
Singkat saja kalimat pada paragraf terakhir ini. Semoga kampus kita tercinta ini segera “membuka telinganya dan mendengar dengan jelas” keluhan dari penghuni kampus cabang. Supaya sarana dan prasarana di kampus cabang memiliki standar kualitas A sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Jangan hanya puas akan kemewahan Tower Ki Hajar Dewantara yang kita sendiri tidak tahu pasti manfaat apa yang diberikan kepada mahasiswa di kampus pusat, apalagi mahasiswa kampus cabang. Ah sudahlah, akhiri saja dongeng ini.
Penulis: Khalila Albar Hanafi
Editor: Rizky Fadilah