Foto: Azfa Zaidan Naqi/LPM Kentingan

Taman Budaya Jawa Tengah Membawa Ekspresi Seniman dalam Pentas ‘Tidak Sekedar Tari’ Ke-83

Pentas seni bertajuk Tidak Sekedar Tari kembali digelar pada  Selasa (5/12) malam lalu di Wisma Seni Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT), Surakarta. Bekerja sama dengan Studio Taksu, Yayasan EkosDance, SapujagadSquad, dan Forum Silahturami Sanggar Tari Jawa Tengah, kegiatan ini kembali menjadi pusat perhatian para pecinta seni. Acara ini bukan yang pertama digelar, melainkan sudah yang ke-83 dan menjadi wadah bagi seniman-seniman berbakat untuk mengekspresikan diri.

Kegiatan yang diadakan setiap dua bulan sekali ini menyajikan empat tarian oleh empat seniman pilihan yang mempersembahkan karya-karya luar biasa dalam bentuk performance, menggambarkan betapa seni tak terbatas pada satu medium saja. Keempat seniman berhasil mengendalikan suasana pendopo, pendopo yang menjadi saksi bisu bahwa kreativitas seni adalah tempat yang tepat untuk mengapresiasi keindahan dan keunikannya.

Iing Sayuti, salah satu seniman yang tampil pada malam itu, membuka pertunjukan dengan karyanya yang berjudul “TABLE”. Penampilannya memberikan sentuhan yang berbeda melalui perpaduan antara gerakan tari dan unsur-unsur meja. Tak kalah menarik, Riska Dwi Maryanti dengan karyanya berjudul “Ectomorph” menyajikan gerakan tubuh yang menggugah. Riska berhasil menyampaikan pesan mendalam melalui interpretasi visualnya. Puspita Putri, melalui karya berjudul “Side”, mengajak penonton masuk ke dalam dunianya yang penuh dengan nuansa sisi-sisi kehidupan yang terkadang terlupakan. Sementara itu, Dionisius dengan karyanya yang berjudul “Connect” berhasil menyatukan elemen-elemen yang berbeda dan menciptakan harmoni dalam perbedaan.

Keempat performance tersebut tidak hanya sekadar tarian, melainkan juga karya seni yang menggugah pemikiran dan perasaan penonton. Masing-masing tema memberikan perspektif baru, menciptakan ruang bagi refleksi dan apresiasi terhadap keberagaman seni. Dengan penataan yang apik dan atmosfer yang memikat, pertunjukan karya seni ini berhasil menciptakan pengalaman yang tak terlupakan bagi para penikmat seni. Sebuah penghargaan untuk keberanian seniman dalam mengeksplorasi batas-batas seni, menjadikan acara ini sebagai tonggak bersejarah dalam dunia seni pertunjukan lokal.

Puspita Putri, salah satu koreografer asal Solo membuat takjub para penonton dengan pengalaman “ketubuhan” yang ia bawakan. Menampilkan tarian dengan penuh semangat, ia menuturkan bahwa persiapannya dalam sajian ini membutuhkan waktu sepuluh hari karena adanya perubahan konsep serta bagian transisi pergantian kostum. Makna pada setiap gerakannya ia tuangkan dalam sajiannya pada malam itu dengan judul “Side”.

“Karya saya ini menjelaskan mengenai alter ego di mana alter ego itu merupakan kepribadian ke dua seseorang yang dibentuk secara sadar. Sebenarnya, hal tersebut berasal dari pengalaman empiris saya, di mana menurut teman-teman saya bahwasanya saya memiliki kepribadian yang berbeda di kehidupan sehari-hari dengan kepribadian ketika perform sehingga saya mencoba riset apakah hal tersebut ada kaitannya dengan psikologi sehingga muncullah alter ego yang berkaitan dengan psikologi.“ ungkap Puspita.

 

Penulis: Shavana Maharani dan Haerani Fadirah

Editor: Lutfiyatul Khasanah