Negosiator kepolisian berjaga-jaga di depan peserta unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kota Surakarta – Gabrela Ganis/LPM Kentingan

Sorak Usai Bengawan Melawan

Dengan pencahayaan remang-remang, seorang polisi mendekati demonstran dan kemudian dipeluknya tubuh seorang demonstran tersebut. Disusul rengkuhan hangat dari beberapa anggota kepolisian yang lain juga diterimanya dengan terbuka oleh para demonstran. Hari sudah gelap, para demonstran pulang tanpa terkena gas air mata.

 

Belum genap seminggu setelah aksi bertajuk Bengawan Melawan pada 24 September lalu. Massa kembali memadati depan Gedung DPRD Surakarta pada Senin (30/9). Perlawanan belum surut, kali ini mereka mengusung nama gerakan yang baru, yakni Solo Raya Bergerak (Sorak). Sorak secara terbuka mengajak beberapa elemen rakyat, yakni buruh, petani, mahasiswa, pelajar, perempuan dan kaum miskin kota dalam aksi lanjutan ini.

 

Pukul 13.30 WIB, tempat titik kumpul Kampus IV, UMS belum ada massa yang berkumpul. Hanya segelintir polisi menjaga di luar gerbang depan Kampus IV UMS. Beberapa spanduk tergantung di pagar luar, ada yang bertuliskan “menolak turun ke jalan”.

 

Sekitar pukul 14.00 WIB, segerombolan massa mulai mendekati area titik aksi di depan Gedung DPRD Surakarta. Pukul 14.30 WIB masa yang berkumpul di Kampus IV, UMS dan melakukan pawai menuju titik aksi di depan Gedung DPRD Surakarta.

 

Pukul 15.30 WIB massa tiba dari arah barat. Massa dari arah timur, dan utara kemudian bergabung dengan massa dari Kampus IV UMS. Pengunjuk rasa berkumpul di depan Gedung DPRD Surakarta yang sudah membentang kawat berduri yang lebih panjang daripada aksi sebelumnya.

 

Nyanyian-nyanyian perjuangan demonstran pun dinyanyikan, Darah Juang dan Buruh Tani yang kemudian dinyanyikannya juga lagu nasional seperti, Tanah Air dan Indonesia Raya. Mengheningkan cipta untuk mendoakan beberapa korban yang jatuh saat aksi unjuk rasa di Kendari tanggal 26 September 2019, turut mengawali pembuka aksi tersebut.

 

“Wakil rakyat seharusnya merakyat

jangan tidur waktu sidang soal rakyat

wakil rakyat bukan paduan suara

hanya tahu nyanyian lagu ‘setuju’”

 

Lagu Wakil Rakyat yang dipopulerkan oleh Iwan Fals menjadi salah satu lagu yang dinyanyikan para pengunjuk rasa.

 

Tuntutan Solo Raya Bergerak

Aksi kali ini sengaja dijatuhkan pada tanggal 30 September untuk mengawal sidang paripurna DPR periode 2014-2019 yang terakhir kalinya. Beberapa kota seperti, Jakarta, Bandung, Semarang, Jogjakarta turut melakukan aksi unjuk rasa. Solo Bergerak sendiri membawa beberapa poin tuntutan baru yang lebih banyak.

 

Poin-poin tersebut antara lain menolak pasal-pasal bermasalah pada RKUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU PSDN, RUU Permasyarakatan, RUU Pertambangan Minerba dan cabut UU Bididaya Pertanian, UU MD3 yang menuntut segera mengesahkan RUU PKS, dan RUU PDP. Selain itu, mereka juga menolak UU KPK, membatalkan pimpinan KPK terpilih.

 

Mereka juga memberi poin tuntutan pada represifitas di Papua, usut tuntas pelanggaran HAM, usut kasus pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera, hentikan kriminalisasi aktivis dan bebaskan tahanan politik, dan beberapa tuntutan lainnya.

 

Para demonstran  unjuk rasa kali ini, berbeda dengan aksi sebelumnya. Dengan mengenakan baju tanpa jas almamater identitas suatu kampus tertentu. Beberapa pelajar SMA/SMK masih mengenakan seragam sekolah, putih abu-abu. Jumlah pengunjuk rasa yang hadir juga berkurang dibanding aksi dari Bengawan Melawan, hanya berkisar kurang lebih 1000 massa. Selisih sedikit dengan jumlah aparat yang dikerahkan berkisar 1300 gabungan TNI, POLRI, Brimob, Dishub, dan Dinas Kesehatan.

 

“Saya dengar ada yang mencoba menunggangi aksi kita hari ini, kalau benar rakyatlah yang menjadi penunggang aksi kita hari ini. Kita berdiri di sini atas kehendak rakyat, bukan atas pesanan-pesanan rezim-rezim tertentu” ucap salah satu orator aksi Solo Bergerak.

 

Gema riuhnya massa semakin keras terdengar saat seruan “DPR Anjing” berkumandang. Selain itu, kata “Revolusi” juga acap kali diucapkan oleh demonstran. Tak terketinggalan saat sang orator mengatakan “militerisme”, maka, massa dengan serempak menjawa “Anjing, korporasi”.

 

Aksi ini tidak hanya dijaga oleh para polisi, namun juga ada Polwan. Kapolsek Jebres, Kompol Juliana menyita perhatian saat diawal ia membawa beberapa tangkai bunga. Saat ditanya, untuk siapakah bunga-bunga tersebut, beliau mengatakan untuk para demonstran. Namun, niatnya itu hangus sudah saat melihat sikap kurang welcome yang sedari awal sudah ditunjukkannya oleh para demonstran, ujarnya.

 

“Tadi sudah saya tanya, mau ketemu siapa? [Mereka] langsung menjawab ndak mau” terang Kompol Juliana.

 

Pernyataan Kompol Juliana dibenarkan oleh Kapolresta Surakarta, AKBP Andy Rifai. Ia juga menyatakan jika aksi ini memiliki Batasan sesuai UU yaitu hingga pukul 18:00 WIB, namun jika massa masih tetap berada di tempat, maka mereka akan diberi toleransi. “Biarkan mereka membubarkan diri. Nanti kalau dari aparat, dikira apa-apa” terangnya.

 

Ia juga mengatakan jika aksi menyampaikan aspirasi seperti ini sudah diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 mengenai kebebasan menyampaikan pendapat “Pengunjuk rasa harus tetap memperhatikan [peraturan] di pasal 6 tersebut. tidak boleh mengganggu ketertiban umum, menyebarkan hasutan, dan dua lainnya. Pokoknya ada empat” Jelas AKBP Andy Rifai.

 

Saat ditanya mengenai pendapatnya tentang banyaknya pelajar yang ikut turun dalam aksi ini, ia menyatakan jika pihaknya sudah melakukan diskusi dengan Dinas Pendidikan Provinsi dan sudah mengelurkan himbuan. Himbauan agar pelajar tidak turun ke jalan. “Kemungkinan [pelajar] yang ikut berasal dari luar Solo. Seperti Boyolali, Karanganyar, dsb.” Lanjutnya.

 

Mengenai aksi, Ketua DPRD Surakarta 2019-2024, Budi Prasetyo mengatakan jika aksi boleh dilakukan, karena ini merupakan hak masyarakat untuk menyampaikan aspirasi. Namun, menurutnya ­timing lah yang perlu diperhatikan.

 

Kapolsek Jebres beberapa kali menghimbau para pers mahasiswa untuk segera meninggalkan lokasi unjuk rasa. Karena beliau menilai aksi ini berbeda dengan aksi sebelumnya. Bisa dilihat dari pakaian yang dikenakan dan perilaku yang kurang etis dilakukan.

 

“Tadi saja, saya bicara dengan mereka mencium aroma alkohol. Sudah kalian segera pulang saja” ujar Juliana, selaku Kapolsek Jebres.

 

Jelas terlihat bendera berlogo Anarki berwarna hitam adalah salah satu bendera yang dibawa selain bendera nasional Indonesia. Beberapa poster dan spanduk yang tertempel maupun yang direntangkan terdapat logo-logo tersebut di dalamnya.

 

Dua aparat kepolisian membawa dua kardus berisikan air mineral yang akan dibagikan masa dari arah kiri dan kanan, namun mereka menolak pemberian tersebut.

“Jangan diterima kawan-kawan, kasih sayang mereka adalah kasing sayang yang palsu” ujar seorang orator aksi.

 

“Kita semalam sudah bertemu dengan perwakilan BEM UNS, UMS, Uniba, Unisri dan sebagainya itu kita sampaikan, mereka nggak mau turun hari ini. Karena pengalaman tanggal 24 kemarin itu mereka sudah merasa ditunggangi” ujar AKBP Andy Rifai Kapolresta Surakarta.

 

Andy Rifa’i juga menyebut bahwa aliansi BEM se-Solo Raya sudah menyatakan sikapnya untuk tidak mendukung aksi Solo Bergerak. Jikalau ada yang turut serta, mereka sebagai individu tanpa membawa nama instansi maupun organisasi.

 

Beliau juga menambahkan Dinas Kependidikan Provinsi sudah mengeluarkan himbauan kepada pelajar SMA/SMK untuk tidak turun ke jalan. Beberapa SMA se-Solo raya juga telah dikonfirmasi telah mengeluarkan sikap untuk tidak turun ke jalan.

 

Pada pukul 17.35 WIB, terdapat seruan peringatan untuk sholat maghrib bagi pengunjuk rasa yang beragama muslim dari aparat negosiator. Orasipun dihentikan dan beberapa masa pengunjuk rasa memanfaatkan untuk duduk beristirahat maupun ada yang beribadah.

 

“Temen-temen dari DPRD menerima masukan dari elemen masyarakat, terutama mahasiswa diskusi terkait dengan RUU atau dengan apapun kita membuka ruang lebar bagi yang ingin menyampaikan aspirasinya” ujar Budi Prasetyo selaku Ketua DPRD Kota Surakarta.

 

Terjadinya Kericuhan

 

Setelah istirahat, negosiator dengan menggunakan pengeras suara meminta pengunjuk rasa untuk membubarkan diri karena sudah melampaui batas waktu unjuk rasa. Hingga masa sudah mulai menginjak kawat dan dapat menerobos masuk. Polisi dan brimob bergegas bersiap melakukan barikade. Tak lama kemudian terlempar beberapa batu menuju kepada aparat yang berada di dalam.

 

Beberapa kelereng dan kerikil lolos sampai ke Gedung DPRD Surakarta yang jarak dari pengunjuk rasa lumayan jauh, sekitar 300 m. Diduga pelaku menggunakan ketapel untuk melemparkan kelerang dan kerikil, sehingga jarak lemparnya lumayan jauh.

 

Ditemukannya batu yang besarnya kisaran sekepal genggaman tangan manusia bertubuh normal. Diasumsikan beberapa masa perusuh mencokel trotoar hingga dapat digunakan untuk melempari aparat polisi yang berada di dalam.

 

Kericuhan meredam kembali dengan tidak adanya perlawanan dari aparat kepolisian, dan berhentinya pelemparan batu dan kelereng.

 

Ajakan Damai

Sekitar pukul 20.00 WIB. Beberapa saat kemudian terlihat dari kejauhan, ada polisi yang merengkuh tubuh pengunjuk rasa dan terjadi pelukan damai. Kemudian diikuti oleh beberapa aparat yang berada di depan. Para pengunjuk rasa ini pun juga tak menolak ajakan damai tersebut.

 

Nyanyian Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, Tanah Air berdengung di udara malam itu. Tak ada lagi orasi-orasi tuntutan terdengar, ajakan pulang dan nyanyian Sayonara turut berdengung.

 

Saat ditanyai mengenai akhir dari aksi ini, AKBP Andy Rifai menyatakan, “Memang aksi ini sudah direncanakan untuk bubar pukul 20:00 WIB, tadi kata korlapnya”

 

Pengunjuk rasa bubar dengan tertib, beberapa pengunjuk rasa bercampur dengan polisi, brimob, dan lainnya yang tersisa ikut membersihkan sampah plastik di sekitar depan Gedung DPRD Surakarta.

 

Pengunjuk rasa pulang tanpa air mata. []

 

Reporter dan penulis: Lutfia Nurus Afifah dan Kartika Sofiyanti