DI KOTA-KOTA, kita sering mendapati papan peringatan “Dilarang Menginjak Rumput” dengan warna merah. Padahal sewaktu kecil dulu, kita biasa menginjak-injak rumput saat bermain sepak bola. Tubuh menjadi aneh dengan pelarangan itu. Manusia seakan dijauhkan dengan alam. Konon, manusia hanya bisa merusak. Jadi rumput hijau yang menyejukkan mata itu juga harus berjarak dari manusia. Jika kita bernafsu menginjak rumput, pelbagai perizinan pun perlu diurus. Hal ini seperti yang dialami aktris Hollywood, Julia Robert. Julia yang masyhur, tetap tak bisa sembarangan menginjak rumput lapangan Old Trafford. Ia harus izin dan mungkin juga dalam pengawasan petugas.
Rumput lapangan itu terlampau istimewa. Pelbagai pertandingan sepakbola bertaraf dunia pernah digelar di atas rumput stadion yang menjadi markas Manchester United (MU) tersebut. Berarti ada banyak sekali bintang lapangan hijau yang pernah bermain di sana. Kelegendaan Old Tafford membuat Julia berpengharapan dapat menginjakkan kakinya di atas rumput lapangannya. Dan itu baru tergapai baru-baru ini, usai pertandingan MU melawan West Ham United yang berakhir imbang (1 – 1). Hari itu, Julia berbahagia bersama tiga putranya di atas rumput Old Trafford (Koran Tempo, 29/11/2016). Rumput yang dimaksud Julia masih sama pengertiannya dengan yang ada di kamus. Rumput adalah nama kelompok tumbuhan yang berbatang kecil, batangnya beruas, daunnya sempit panjang, bunganya berbentuk bulir (KBBI, 2014: 1190).
Pengertian tersebut agak kacau untuk membaca makna “rumput” yang dimaksud peribahasa. Dalam buku Peribahasa (1961) garapan K. St. Pamuntjak, N. St. Iskandar, dan A. Dt. Madjoindo yang sudah mengalami cetak ulang kedelapan sejak pertama terbit pada 1943 itu, minimal memuat empat peribahasa yang mengandung pokok kata “rumput”. Peribahasa bernomor 2394 dari 3017 peribahasa dalam buku berbunyi: Bitjarakan rumput dihalaman orang, dihalaman sendiri sampai kekaki tangga. Imajinasi kita tentang rumput masih mengacu pada kelompok tumbuhan berbatang kecil. Namun kita masih harus membuka selubung “rumput” agar dapat paham maksudnya.
Rumput dalam peribahasa 2394 berarti aib atau kesalahan. Saat membicarakan aib atau kesalahan orang lain, kita dapat bercakap-cakap secara “panjang x lebar = luas”. Semua kejelekan orang kita bicarakan, hingga tak sadar akan kejelekan diri sendiri. Kita mengingat laku orang tua di desa yang sering mencabuti rumput di halaman rumah. Bagi mereka, bertumbuhnya rumput di halaman adalah tanda bahwa pemilik rumah itu seorang pemalas yang tak bisa merawat diri sendiri, keluarga, dan lingkungan. Orang-orang tak mau dianggap seperti itu.
Peribahasa selanjutnya berbunyi: “Ibarat rumput jang sudah kering, ditimpa hudjan segar kembali” dan “Terhengit-hengit bagai rumput ditengah djalan, mati segan hidup tak mau”. Dua peribahasa mengungkapkan rumput sebagai perumpamaan. Ada kata “ibarat” dan “bagai” yang mendahului kata “rumput”. Dalam dua peribahasa itu, rumput adalah orang atau manusia. Maksud kedua peribahasa hampir sama, yaitu kehidupan orang yang melarat dan miskin. Tapi peribahasa awal bernasib baik lantaran ditimpa hujan, mendapat pertolongan, mendapat rezeki melimpah.
Peribahasa nomor 2397 adalah “rumput mentjari kuda” yang artinya perempuan mencari atau mendatangi laki-laki. Peribahasa agak berbau gender. Perempuan dipersamakan dengan rumput yang tak bisa berpindah tempat. Ruang geraknya terbatas dan hanya menjadi makanan empuk para kuda (baca: laki-laki). Pengertian “rumput” dalam peribahasa agak termiliki oleh banyak orang. Hal ini berbeda dengan pengertian rumput bagi kawanan pencopet. Para pencopet itu butuh idiom khusus yang tak diketahui publik agar dapat bertahan hidup di pasar, mal, terminal atau tempat ramai lainnya.
Bagi pencopet, rumput adalah polisi. Pemaknaan ini mengacu pada warna pakaian polisi yang sama dengan warna rumput: hijau (Danandjaja, 2007:23). Idiom khusus semacam itu sangat membantu keamanan dan kenyamanan kerja pencopet. Saat ada peringatan “Awas ada rumput!”, para pencopet jadi lebih berhati-hati dalam bekerja. Peringatan juga didengar orang lain di sekitarnya, namun para pencopet tetap santai lantaran publik tak mengenal mereka dan tak tahu maksudnya. Sekian informasi memberi pemahaman pada kita bahwa rumput itu bisa berarti jenis tumbuhan, aib, orang, perempuan, dan polisi. Jadi jangan sembarangan menginjak rumput. Bahaya! []
[author title=”Hanputro Widyono” image=”https://i1.wp.com/saluransebelas.com/wp-content/uploads/2016/07/Hanputro-Widyono.jpg?w=618″]Penulis buku Kampus Saja (2016)[/author]