Menikmati Eksperimen Bin Idris

Artis                : Bin Idris

Album             : Bin Idris

Tahun              : 2016

Label               : Orange Cliff Record

 

 

BERANI! Album ini memang sangat berani. Seorang rocker merilis album folk! Entah ini merupakan sebuah eksperimen yang radikal atau hanya sekadar mengikuti tren musik folk yang sedang ramai akhir-akhir ini. Namun, apapun prasangka yang muncul, buah karya Haekal Azizi alias Bin Idris, vokalis band heavy rock Sigmun ini amat perlu dinikmati.

 

Dilihat dari pengalamannya dalam bermusik, Bin Idris tampaknya tak pernah sama sekali berhubungan dengan musik folk. Malah ia pernah terang-terangan mengaku menyukai musik rock sejak duduk di bangku madrasah. Barangkali tak satupun orang menyangka, bahwa pria yang selama ini dikenal sebagai pemusik aliran rock progresif itu bakal mengeluarkan album folk yang berirama jauh lebih tenang.

 

Album itu lahir menjelang akhir 2016 kemarin.  Ia menjudulinya Bin Idris. Meski album ini terbilang nekat bagi seorang Bin Idris, namun  ternyata semua pandangan sinis terhadap album ini sirna setelah ternyata album ini mendapat tanggapan positif dari pasar.

 

Latar belakang Bin Idris dalam musik rock untuk kemudian menjajal ranah musik folk, tentu membuat penasaran para pendengar untuk menikmati album ini. Secara keseluruhan album ini bisa dikatakan unik. Dari kadar musik sendiri ada beberapa sentuhan blues hingga gospel. Dengan suara vokal pada tiap yang lagu yang seakan berbeda-beda sehingga memberi cita rasa tersendiri dari setiap pembawaan lagu.

 

Jika didengar secara sekilas, mungkin bisa diinterpretasikan bahwa album ini bertema religius, layaknya dalam album Crimson Eyes-nya Sigmun yang seakan bercerita tentang kiamat menurut Islam.  Hal ini mungkin tak lepas dari latar belakang Haikal yang katanya pernah mengenyam pendidikan pondok pesantren.

 

Tentunya interpretasi album ini bisa berbeda bagi tiap pendengar. Namun jika diambil secara garis besar, album ini kurang lebih menceritakan pergelutan dengan diri sendiri. Tentang seseorang yang sedang mencari pertanyaan tentang hidup, dan bagaimana setelahnya.

 

 

DIBUKA oleh lagu berjudul Temaram, dengan pembawaan musik bernada rendah, gelap dan misterius. Kemudian disusul suara riuh rendah yang seolah membawa diri ke dalam suasana temaram dengan lirik yang seakan mengungkapkan berbagai pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan.

 

Pertanyaan-pertanyaan ini pada akhirnya terjawab dalam lagu kedua berjudul Rebahan. Dalam liriknya yang berbunyi Tak perlu engkau cemaskan/Segala yang kau buka dan segala yang kau damba belum tentu/Tiba… lirik ini seakan menjawab segala keraguan yang timbul saat mendengarkan lagu pertama.

 

Kecerdasan Bin Idris  bakal dilihat pada lagu berikutnya yang berjudul Jalan Bebas Hambatan. Dalam lagu ini, Ia mampu memvisualisasikan pemandangan dan suasana a la jalan tol lewat lagu. Berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya, vokal Bin Idris terdengar begitu polos, bahkan tampak muncul sedikit pengaruh Iwan Fals sewaktu muda yang tertuang dalam lagu ini. Unsur humor juga kental dan tentunya satu hal yang membuat lagu ini disebut cerdas dapat terlihat dari susunan rima yang rapi dibalik kesederhanaan lagu ini. Berbulan-bulan kau belum pulang/Aspal jalananpun engkau terjang/Menuju rumah/Bertemu papah dan mamah/Sinar mentari silau menikam/Kau kenakan kacamata hitam//

 

Lagu ini juga seakan hadir untuk memecah suasana serius pada lagu-lagu sebelumnya, tampaknya Bin Idris memang tak ingin album ini ditanggapi terlalu serius oleh para pendengarnya.

 

Jika ada sekiranya kalian yang lulusan atau bahkan sedang menekuni sekolah seni, tak ada salahnya untuk mendengar lagu berjudul Pusara. Lagu ini bagaikan ironi mampus bagi para pekerja seni, salah satu kutipan liriknya yang berbunyi: Kita terus berjuang/Kita terus mendulang/Sampai akhirnya hilang dan berpulang   

 

Bisa jadi lirik di atas menggambarkan curahan hati Bin Idris. Lirik yang paling tidak menggambarkan tentang para seniman sekarang, yang menurutnya tak ada beda  antara pekerja seni dengan pekerja pabik: sama-sama buruh. Banyak seniman yang berkarya bukan karena kepuasan pribadi tapi lebih berorientasi pada target pasar. Dan pada akhirnya, unsur tertinggi seni bagi pemenuhan jiwa seniman sudah hilang. Bin Idris melanjutkannya dengan lantang dalam lirik selanjutnya, Pada akhirnya lirik berikutnya berbunyi/Semua yang engkau cinta/Kelak kan sirna dan kan menunda menjadi visi/Dan yang berima di sudut hening kepala//

 

Salah satu lagu lainnya yang wajib didengar dalam lagu ini berjudul Laylat Al Qadr. Alasan mengapa lagu ini wajib untuk didengar, karena sekali lagi Bin Idris adalah orang yang cerdas. Entah kenapa lagu ini mampu menginstrumentalkan suasana malam yang paling dinanti oleh seluruh umat muslim itu.

 

 

SEBENARNYA tidak ada unsur religi dalam lagu ini. Instrumen gitar nan ciamik ditambah dengan sentuhan ala “shoegaze” pada beberapa titik, mampu menghipnotis otak untuk membentuk imajinasi sebuah keheningan yang begitu indah.

 

Dan terakhir, yang bisa digambarkan mengenai Bin Idris adalah kegilaannya untuk menjajal berbargai ranah musik. Jika ingin mengenal Bin Idris versi rap coba dengarkan duetnya dengan Glovves, atau jika mencoba mengenal Bin Idris mulai dari akarnya coba dengarkan Sigmun di album Crimson Eyes.

 

Hasil eksperimen atau tidak, tampaknya album Bin Idris ini merupakan cara baru baginya untuk menjelajah kemampuan bermusiknya, terutama dalam skena musik Indie Indonesia. Diakui atau tidak, mungkin pesona Sapardi Djoko Darmono turut serta dalam album ini, dibalik lirik-lirik sumbang yang ditulis Haikal. Yang pasti, album yang pernah meraih predikat Album Terbaik Tahun 2016 versi Rolling Stone ini layak untuk didengar. Apalagi bagi pendengar yang penasaran akan kegilaan dari sosok Bin Idris ini.[]

 

 

https://www.youtube.com/watch?v=54RiXHnmRFk

 

 

[author title=”Dimas Alendra” image=”https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRXQSVvqxsYa1wGn5RgTzU4JhDl-Pjh09kP0dVh1ftTvB-v54M5″]Pernah dianggap aneh saat sekolah karena memiliki selera musik yang nyeleneh dari orang kebanyakan. Masih berharap suatu hari nanti bisa menonton Deafheaven dan Sajama Cut secara langsung. Surel: dimasalendra@gmail.com. [/author]