Foto:Muhammad Faiz Fazlurrahman/LPM Kentingan

Meriahnya Gebyar Seni Saraswati: Menggali Potensi Kreativitas Budaya dalam Semangat Keberagaman

Mendapatkan antusiasme yang tinggi dari masyarakat, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) sukses menggelar Gebyar Seni Saraswati dengan meriah pada peringatan Hari Saraswati di Pura Bhuwana Agung Saraswati (20/05/2023). Dengan mengangkat tema “Harmonisasi dalam Wujud Keberagaman Seni dan Budaya”, Gebyar Seni Saraswati menghadirkan ragam kegiatan dan pertunjukan seni yang memukau, seperti tarian, tabuh, dan Drama Tari Calon Arang. Acara Gebyar Seni Saraswati ini digelar dalam rangka memperingati Hari Saraswati yang jatuh setiap hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung dengan mengusung tema yang berbeda-beda. Sebagai pergelaran budaya Bali yang diadakan di Kota Solo, diharapkan Gebyar Seni Saraswati dapat merepresentasikan Kota Solo sebagai kota berbudaya inklusif dengan keanekaragaman budaya yang luar biasa kaya yang bisa menyatukan masyarakat.

Dalam wawancara bersama dengan I Nyoman Yoga Satriya Baswara, yang merupakan salah satu konseptor acara sekaligus penari barong pada acara Gebyar Seni Saraswati, beliau juga menuturkan hal yang sama, “Saraswati itu biasanya datang setiap enam bulan sekali, jadi acara ini rutin diadakan setiap enam bulan dalam satu tahun, tetapi dengan tema yang berbeda-beda. Nah, untuk kali ini kita mengangkat tema dari sastra yang berjudul Barong Swari, di mana itu untuk menguji kesetiaan Dewa Siwa kepada Dewi Uma, dan kemudian dikemas dalam drama yaitu Drama Tari Calon Arang.”

Lebih lanjut, I Nyoman Yoga Satriya Baswara juga memaparkan bahwa kegiatan ini bertujuan sebagai ajang untuk menyatukan semua mahasiswa Hindu agar dapat berkolaborasi dalam menyalurkan kreativitas mahasiswa Hindu di Kota Surakarta serta memperkenalkan lebih banyak kebudayaan tradisional Bali kepada masyarakat Surakarta.

Gebyar Seni Saraswati UNS berlangsung selama kurang lebih tiga jam dan berhasil menarik perhatian banyak pengunjung dari berbagai kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Melalui acara ini, hadirnya Gebyar Seni Saraswati berupaya mempromosikan keragaman budaya Nusantara, serta menginspirasi masyarakat untuk mencintai dan melestarikan seni dan budaya Indonesia. Drama Tari Calon Arang sendiri menjadi bagian dari puncak acara pada Gebyar Seni Saraswati yang sebelumnya telah didahului beberapa pertunjukan tarian.

Sebelum Gebyar Seni Saraswati resmi dibuka pada pukul 21.00 WIB, umat Hindu se-Solo Raya terlebih dahulu telah berdatangan ke Pura Bhuwana Agung Saraswati untuk melakukan sembahyang dan upacara keagamaan dalam rangka memperingati Hari Saraswati. Proses sembahyang dan upacara keagamaan yang berlangsung di dalam pura diikuti oleh puluhan umat Hindu dan berjalan dengan khidmat. Sambil menunggu umat Hindu selesai dalam peribadatannya, masyarakat yang sudah tidak sabar untuk menyaksikan pergelaran seni di depan pura tetap menantikan dengan tertib.

Tepat pukul 21.00 WIB, Gebyar Seni Saraswati dibuka oleh dua MC yang akan memandu jalannya acara. Dengan tampilan panggung yang megah dan tentu saja perayaan yang begitu meriah, Gebyar Seni Saraswati memanjakan mata pengunjung dengan berbagai penampilan yang memukau dan tentu saja melibatkan banyak pihak yang saling bekerja sama untuk menyukseskan acara ini. Di sisi kiri dan kanan panggung, juga ditampilkan penjelasan lengkap tentang jenis seni yang sedang dibawakan melalui layar proyektor.

Penampilan pembuka adalah Tari Pendet yang dipersembahkan oleh anak-anak dari bimbingan Ibu Nyoman Wati, kemudian dilanjutkan oleh Tari Margapati yang juga merupakan bimbingan Ibu Nyoman Wati. Seolah tak ingin kalah dari antusias para generasi muda, Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) juga dengan semangat tinggi mempersembahkan Tari Rejang Sari. Gebyar Seni Saraswati ini kemudian ditutup oleh Drama Tari Calon Arang yang dibawakan oleh gabungan dari BPC KMHDI Surakarta, KMHD UNS, dan KMHD ISI Surakarta.

Drama Tari Calon Arang ini terdiri dari beberapa adegan. Bermula dari Tari Sisya Jegeg, yang merupakan sisya (murid) dari Kalika Maya. Kemudian dilanjutkan dengan penampilan tunggal Tari Barong, yang berperan sebagai tokoh baik yang nantinya akan melawan Rangda, sang tokoh jahat. Adegan berikutnya adalah Kalika Maya bersama Sisya Ngereh, di mana tarian ini merupakan simbolisasi dari jelmaan Dewi Uma bersama para muridnya yang berusaha menyebarkan penyakit di bumi. Pada akhirnya, puncak adegan dalam pementasan ini adalah ketika Rangda melawan Barong dan Onying, di mana perlawanan ini menjadi simbolisasi dari kebaikan yang melawan kebatilan. Para Onying yang semula kalah dan terluka karena Rangda pun pada akhirnya dapat dipulihkan oleh Barong.

Merasa kagum dengan pertunjukan yang digelar oleh Gebyar Seni Saraswati, Adelia Zahra, mahasiswi Program Studi Sosiologi UNS asal dari DKI Jakarta mengungkapkan kesenangannya setelah menyaksikan Gebyar Seni Saraswati, “Awalnya itu ada yang kirim di grup tentang acara ini, jadi aku memutuskan untuk datang. Karena emang dari kecil suka banget, sih, sama seni-seni tradisional kayak tari, teater, gitu. Sebelumnya juga di Jakarta suka banget menghadiri acara kayak ini. Aku udah tiga kali ke Bali dan merantau di Solo ini adalah kesempatan buat bisa lihat pergelaran seni dari Bali lagi.”

Ketika ditanya mengenai harapannya untuk Gebyar Seni Saraswati ini di tahun depan, Adelia tanpa ragu menjawab, “Aku sih sangat berharap dengan adanya acara seni kayak gini generasi muda Indonesia bisa lebih mengenal, melihat, dan mengerti keberagaman budaya dari Bali. Mungkin tahun depan acaranya bisa lebih megah dan meriah lagi, di depan rektorat misalnya, hehe.”

Dengan keberhasilan Gebyar Seni Saraswati UNS tahun ini, diharapkan acara ini dapat terus berlanjut dan menjadi ajang tahunan yang dinanti-nantikan oleh masyarakat Surakarta dan sekitarnya. Melalui apresiasi yang kuat terhadap seni dan budaya, diharapkan kekayaan budaya Indonesia, termasuk budaya Bali, dapat tetap hidup dan tidak hanya diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia, tetapi juga pada dunia.

 

Penulis: Aldini Pratiwi dan Diah Puspaningrum

Editor: Julia Tri Kusumawati