Kasubdit Peternakan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Hasto Yulianto, tengah berbincang dengan ahli sapi perah, Ahmad Pramono dalam seminar nasional Hari Susu Nusantara di aula Fakultas Pertanian UNS, Minggu (14/6). Seminar yang diadakan Himpunan Mahasiswa Peternakan UNS tersebut mengusung tema “Bersama Optimalkan Persusuan Nusantara”. (Foto: Satya)

Kesejahteraan Peternak Sapi Perah Masih Rendah

lpmkentingan.com-Kurangnya daya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap susu berdampak pada kesejahteraan peternak. Harga susu yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan peternak, serta tingginya harga daging, membuat banyak peternak memilih beternak sapi potong. Selain itu, standar tinggi yang dipatok oleh Industri Pengolahan Susu (IPS), membuat peternak dalam negeri kurang mampu bersaing dengan susu impor.

Hal tersebut disampaikan dalam seminar nasional Hari Susu Nusantara, Minggu (14/6), di aula Fakultas Pertanian UNS. “Susu dari peternak hanya dihargai Rp3.700,00,” terang praktisi pengabdian masyarakat, Diwi Acita Irawati yang menjadi salah satu pembicara. Pembenahan segi sosio-kultural pun menjadi hal yang mutlak perlu dilakukan. Jika akar permasalahan, yakni dari peternak telah dipecahkan, maka pembenahan segi teknologi akan mudah dilakukan. Acita menambahkan, masyarakat juga harus berterimakasih kepada peternak dengan membeli susu segar, bukan susu olahan industri.

Kondisi persusuan nusantara kian memprihatinkan. Produksi susu nasional hanya mampu menyuplai 20 persen kebutuhan nasional. “Yang 80 persen, kita harus impor dari Australia, Selandia Baru, termasuk Amerika Serikat,” kata Kasubdit Peternakan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Hasto Yulianto. Selain itu, 98 persen peternakan sapi perah masih berada di pulau Jawa. Dari seluruh produksi susu nasional, hanya 80 persen diserap oleh IPS. Hal ini menyebabkan harga susu dari peternak yang rendah, namun harga jual industri yang tinggi. (Satya)