Foto: Fajar Andi/LPM Kentingan

Kemana Penelitian Berbintang 3,5?

Oleh: Muhammad Zudin

Kehidupan kampus tidak bisa dilepaskan dari budaya kerja ilmiah. Maka tidak mengherankan jika penelitian merupakan salah satu tugas yang diemban Universitas Sebelas Maret (UNS) dalam tri darma perguruan tinggi. Penelitian dianggap menjadi poin yang penting untuk membangun kualitas universitas di dalam pemeringkatan kampus, baik tingkat nasional maupun internasional.

Saking pentingnya masalah penelitian tersebut, UNS mendirikan sebuah lembaga khusus yang diharapkan menjadi tulang punggung kegiatan penelitian yang ada di UNS. Ia diberi nama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM). Selain itu, LPPM juga diharapkan menjadi pusat pengembangan ilmu, teknologi, dan seni yang unggul di tingkat internasional dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur budaya nasional.

LPPM UNS terbentuk dari penggabungan Lembaga Penelitian (Lemlit) dan Lembaga  Pengabdian Masyarakat (LPM). Berdasarkan surat keputusan rektor No. 649A/J.27/KP/2004 tentang pembentukan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNS, maka sidang senat pada 30 Oktober 2004 akhirnya membentuk LPPM. Lembaga itu memiliki fungsi yang strategis untuk menjadikan UNS menjadi universitas berbasis riset dengan mengerahkan segala potensi kampus untuk menjadi yang terbaik.“Untuk menuju universitas yang unggul, maka LPPM UNS berupaya menjadi lembaga unggul, terpercaya, dan mandiri di bidang peneltian dan pengabdian masyarakat khususnya pada pengembangan dan pemanfaatan IPTEKS dan Kebudayaan,” terang  ketua LPPM UNS, Darsono..

Darsono menyatakan bahwa UNS menjadi salah satu pusat pengembangan universitas berbasis riset mandiri perguruan tinggi. “UNS adalah satu di antara 12 universitas yang mengelola riset dengan status Universitas Riset Mandiri yang mendapatkan penghargaaan bintang 3,5,” kata Darsono kepada Civitas saat ditemui di kantornya Selasa (16/04).

Penelitian demi penelitian terus dilakukan untuk memperbaiki peringkat kampus. Pada akhir 2013, LPPM UNS telah menghasilkan sebanyak 1343 artikel dari para peneliti dan pengabdi. Angka tersebut terdiri dari 495 artikel terpublikasi dijurnal ber-ISSN, 84 artikel terbit di jurnal nasional terakreditasi, 156 artikel terpublikasi di jurnal internasional, serta 185 artikel terindeks scopus. Angka tersebut meningkat lagi selama 2014. Ada 1.949 proposal penelitian yang diusulkan. Tetapi, yang diterima hanya 782 proposal. Artinya hanya 40 persen yang diterima dari total yang diusulkan.

“Tahun 2013, kendati yang diusulkan lebih sedikit, 1.523 proposal penelitian, namun tercatat ada 844 proposal yang berhasil diterima. Artinya ada 55 persen penelitian yang diterima” ungkap ketua LPPM yang kini telah diangkat menjadi Wakil Rektor III tersebut. “Pada tahun 2015 UNS menargetkan sebanyak 600 jurnal ilmiah,” tambahnya.

Target ini cukup realisitis mengingat sejak berlakunya sistem remunerasi, dosen diwajibkan melakukan penelitian untuk meningkatkan insentif honor mereka yang dihitung sesuai kinerja dosen. Melalui sistem tersebut para dosen diharapkan semakin getol dalam penelitian dan membuat jurnal ilmiah. “Tahun lalu atas pengelolaan itu (remunerasi-red) tingkat partisipasi dosen sangat tinggi. Dari 1682 dosen hampir seluruhnya dan hampir 100% dengan berbasis grup riset,” jelas Darsono.

Minim publikasi

Meskipun angka-angka yang disebutkan di sana cukup banyak, namun geliat penelitian di UNS terlihat tenang-tenang saja. Jika kita berjalan dari bulevar UNS menuju arah gedung rektorat, di sisi sebelah kiri kita akan menemukan gedung LPPM UNS. Suasananya sepi sekali. Jauh lebih sepi katimbang perpustakaan pusat yang terletak di belakang auditorium. Fakta ini membuktikan bahwa LPPM UNS belum menjadi tempat rujukan bagi civitas academica untuk mencari referensi tentang penelitian-penelitian yang dihasilkan UNS.

Padahal sudah menjadi rahasia umum bahwa dana penelitian itu besar sekali. Pada 2014, dana yang diperoleh LPPM UNS mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Dana Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P2M) pada tahun tersebut sebanyak Rp65 milyar. Dana  itu dapat dirinci lagi menjadi biaya operasional kepada perguruan tinggi negeri (BO-PTN) Rp7 milyar, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang batas maksimum pencairannya sebesar Rp18,4 milyar, dana Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Dinas Pendidikan Tinggi (DP2M Dikti) sebesar Rp10,6 milyar, non-DP2M Dikti Rp3 milyar, dan dana kerja sama mencapai Rp26 milyar. Di tahun 2015 ini, dana yang dikelola LPPM UNS mencapai sekitar Rp60-80 milyar.

“Dengan begitu banyaknya dana yang diberikan, jurnal ilmiah yang dihasilkan tidak sebanding dengan jumlah dosen UNS. Dosen menghasilkan sedikit sekali jurnal yang terpublikasi dalam skala internasional. Dari seluruh dosen yang berjumlah 1682 hampir semuanya berpartisipasi dalam pembuatan proposal penelitian. Namun cuma 185 artikel yang terindeks scopus,“ terang Darsono sedikit menyesalkan.

Di sisi lain, ada hal lain yang perlu disesalkan, yaitu minimnya publikasi jurnal-jurnal maupun artikel hasil penelitian tersebut bagi civitas academica UNS. Mahasiswa merasa kesulitan untuk memperoleh publikasi hasil penelitian tersebut, khususnya yang berbentuk cetak. Padahal jumlah dana sebesar itu dinilai cukup untuk membuat publikasi secara masif. Apalagi UNS juga memiliki UNS Press yang dapat bergerak dalam bidang penerbitan dan percetakan kampus. Jika dibandingkan dengan penerbitan di luar kampus, tentu keberadaan UNS Press sangat membantu meringankan biaya cetak publikasi hasil penelitian tersebut.

Sayang, UNS Press sendiri mengaku tidak terintegrasi secara baik dengan LPPM UNS yang banyak mempublikasikan jurnal dan penelitian. “Hubungan kami (UNS Press-red) dengan LPPM UNS sendiri tidak begitu erat dalam publikasi hasil penelitian dan jurnal,” papar ketua UNS Press, Bambang Prawiro.

Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi pusat kegiatan penelitian, berbagai harapan pun disampaikan mahasiswa untuk LPPM UNS. “Mahasiswa sendiri memiliki ide-ide bagus untuk dikembangkan dan sampai pada pendayagunaan. Namun mahasiswa sendiri tidak mendapat fasilitas tersebut,” ujar mahasiswa Sosiologi FISIP UNS, Muhammad Kevin. Harapan yang hampir sama juga diutarakan mahasiswa Fisika FMIPA UNS, Arum Sekar. Arum berharap LPPM UNS bisa memberi pendampingan mahasiswa dalam riset untuk meningkatkan keilmuan mereka. “Agar mahasiswa tidak hanya begini-begini saja, biar mahasiswa juga bisa meneliti dan merasakan ilmu lebih banyak dari yang kita pelajari di kelas,” terang Arum.