Jangan Kuliah di Fakultas Teknik, UKM-nya Pukul 10 Malam Sudah Tutup! (Bagian-2)

(Surat ini adalah lanjutan dari Jangan Kuliah di Fakultas Teknik, UKM-nya Pukul 10 Malam Sudah Tutup!)

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada LPM Kentingan yang telah memuat tulisan saya bagian pertama. Sampai saya menulis bagian kedua ini, surat tersebut sudah dibagikan oleh kurang lebih 95 pengguna akun Facebook. Tulisan saya di-posting cepat sekali, tengah malam saya kirim, besoknya saya sudah mendapat kabar telah dipublikasikan, lewat seorang teman di grup Whatsapp. Semuanya berjalan sesuai rencana, Alhamdulillah. Saya menulis, dibaca, kemudian saya dipanggil untuk diskusi.

Saya paham, berani menulis artinya harus berani menerima tanggapan atas apa yang saya tulis. Bahkan beberapa jam setelah tulisan saya dipublikasikan, banyak tanggapan, baik negatif maupu positif sampai kepada saya karena beberapa nama tersebut dalam tulisan saya sebelumnya. Tapi itu tidak jadi masalah. Saya hanya mencoba memandang objektif suatu permasalahan, jika kategorinya adalah mahasiswa, maka sesuatu yang terasa janggal yang menyangkut mahasiswa atas permasalahan yang saya utarakan akan saya sebutkan.

Berani memulai untuk menulis artinya juga harus berani untuk mengakhiri tulisan. Dalam artian, ketika tulisan pertama saya mengangkat sebuah permasalahan, disini saya akan menulis tindak lanjut atas apa yang telah saya diskusikan dengan yang berwenang. Ketika solusinya adalah A akan saya tulis A. Jika B tetap B. Dan jika belum ada solusi atau hasil lain maka akan saya tulis apa adanya.

Membutuhkan keberanian yang tidak sedikit ketika saya memutuskan bermain dengan media setelah hampir 2 tahun apa yang saya perjuangkan tanpa tanggapan yang benar–benar nyata dan signifikan. Dan akhirnya saya memantapkan menulis melalui media.

Saya minta maaf jika beberapa nama seperti laboratorium jurusan Teknik Mesin terbawa dalam tulisan saya yang lalu. Sekali lagi, saya hanya mencoba memandang objektif persoalan ini, bukan maksud lain. Karena dulu ketika awal mula aturan ini dijalankan persoalannya adalah listrik yang boros dan mahasiswa yang berbuat yang tidak tidak. Maka dari itu saya merasa bahwa ini adalah sebuah ketimpangan. Jika bagi kami pada pelaksanaannya diberlakukan bahwa peraturan adalah harga mati, maka berarti itu adalah tanpa kecuali. Ketika konteksnya adalah mahasiswa, maka seluruh kegiatan mahasiswa di atas pukul 10 malam akan saya jadikan dasar.

Sebagai mahasiswa, saya mencoba konsekuen dengan apa yang saya tuliskan dan apa yang saya katakana. Ketika banyak orang membaca apa yang saya tulis, saya menghargai sekali Bapak Eko Pujiyanto selaku Pembantu Dekan (PD) III FT yang menjabat, memberi respon positif untuk segera berdiskusi tentang hal yang lebih detail tentang ini. Saya ucapkan sekali lagi terima kasih. Tulisan ini tetap akan berlanjut, apapun hasilnya akan tetap saya paparkan.

Pagi sekali dalam perjalanan setelah takziah dari Wonogiri saya mendapat pesan di Facebook Messenger saya, dari Pak Eko Pujiyanto yang isinya tentang ajakan diskusi atas apa yang saya tulis. Dalam hati saya berbisik, “tepat sesuai rencana.” Karena ketika masalah ini dibiarkan berlarut–larut, selain soal ketidaknyamanan terkadang saya berpikir bahwa persoalan ini sudah bukan lagi tentang masalah prosedural, tapi masalah personal karena terjadi beberapa diskriminasi yang kami alami.

Siang ini saya menuju ruangan beliau membawa beberapa harapan mengenai permasalahan yang saya tulis. Saya sadar bahwa menjadi mahasiswa adalah memerlukan kebebasan berpikir dan berkegiatan, namun juga harus taat dengan aturan. Bukan berarti ketika saya keberatan dengan diberlakukannya jam malam di FT kemudian saya meminta kebebasan berlebihan. Kami hanya perlu kenyamanan ketika berkegiatan.

Diskusi berlangsung, kemudian saya diberi penjelasan mengenai SK Rektor tersebut. Masih sama dengan yang saya baca 2 tahun yang lalu, tidak berubah. Tidak ada peraturan spesifik yang menyatakan bahwa kegiatan mahasiswa dibatasi pukul 10 malam. Yang ada adalah bahwa saya disuguhkan surat edaran tahun 2011 yang ditandatangani Dekan pada masanya, yang menyatakan bahwa kegiatan mahasiswa dibatasi pukul 9 malam. Baiklah, saya mulai paham kenapa selama ini kami selalu digedor–gedor untuk keluar sekre pada pukul 10 malam. Ternyata surat edaran tersebut sumbernya, bukan SK Rektor.

Saya jelaskan yang saya tahu dan saya alami tentang surat edaran itu. Surat edaran tersebut dikeluarkan ketika saya sudah menjadi mahasiswa FT. Penguncian sekretariat sempat dilakukan sementara waktu, namun tidak berlangsung lama. Dalam beberapa kondisi, penguncian sekretariat juga ternyata tidak sama artinya dengan kegiatan mahasiswa yang berhenti. Mahasiswa UKM juga masih melanjutkan aktivitasnya seperti rapat, dll. Dulu juga aroma diskriminasi belum tercium segencar ini. Sehingga pada akhirnya saya merasa harus menulis agar akar masalahnya bisa dicari dan bisa diketahui banyak orang. Agar kemudian saya bisa mendapat beberapa masukan dan segera ditindaklanjuti.

Surat edaran itu diberlakukan dalam beberapa waktu, kemudian tidak diberlakukan. Saya masih ingat ketika sekretariat saya diharuskan untuk pindah dan kami setiap malam mencoba membangun sekre baru kami yang memang ada banyak hal yang harus dibenahi. Belum lagi barang yang begitu banyak dan memerlukan waktu lebih dari satu atau dua hari pengangkutan dan pengecekan ulang. Dan itu dilakukan sehabis tarawih sampai sebelum sahur karena ketika itu bulan puasa. Kemudian peraturan ini diberlakukan kembali dengan dasar dari SK Rektor.

Menulis ini sambil membaca kiriman gambar di grup Whatsapp yang isinya bahwa UNS masuk sepuluh besar Universitas terbaik di Indonesia versi Kemenristek Dikti dengan salah satu indikator penilaiannya adalah kualitas kegiatan mahasiswa. Walaupun ternyata di FT kegiatan mahasiswanya dibatasi sampai pukul 9, tapi sekali lagi, saya tetap bangga menjadi mahasiswa UNS. Tapi bangga memang bukan berarti diam dengan membiarkan masalah tak kunjung selesai.

Kurang lebih satu jam diskusi dengan Pak Eko mengenai kondisi kami, akhirnya didapat beberapa solusi mengenai masalah yang timbul akibat surat edaran tersebut.

Yang pertama, soal kegiatan yang dilakukan dalam waktu dekat dan memerlukan waktu lebih dari pukul 10 malam maka akan ada catatan khusus tentang itu.

Yang kedua, mengenai surat edaran tahun 2011 tersebut yang harus dikaji ulang dan tidak bisa serta merta saat ini juga. Kami paham bahwa sebuah peraturan memang memerlukan waktu dan harus dikaji banyak pihak yang memang berwenang. Dan sementara ini kami sedang menunggu hasilnya.

Sekali lagi saya berterimakasih atas respon yang sangat cepat atas apa yang saya tulis. Yang kemudian berakhir dengan diskusi dan mengarah kepada solusi, bukan tidak mau ditemui dan mengirimkan orang lain untuk menyampaikan sebuah putusan.

Barangkali saya setuju dengan beberapa komentar di tulisan saya sebelumya. Saya sambungkan dengan pidato Dekan pada saat pelepasan wisudawan FT, ketika saya jadi panitia wisuda. Beliau mengatakan bahwa yang diperlukan ketika di dunia kerja tidak hanya apa yang di dapat di kelas, tapi juga softskill yang salah satunya kami dapat di organisasi. Dari diskusi dengan banyak orang yang sudah bekerja, ternyata hal itu dibenarkan. Kalo memang tujuan diberlakukannya jam malam adalah soal listrik, saya rasa sudah dapat dibantah dengan tulisan saya sebelumnya. Jika soal sekre yang digunakan untuk hal yang tidak–tidak, maka saya harap jika hanya satu atau dua orang yang melakukan, bukan berarti semua harus menanggung sanksinya. Jika soal kebersihan, ibaratnya rumah kotor yang harus dibersihkan kotorannya, bukan dikosongkan penghuninya.

Terima kasih.

Claudia Dewi Larasati

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Angkatan 2011