FSRD menempati kampus Mesen per awal semester genap ini. Beberapa mahasiswa mempermasalahkan kebijakan tersebut.
SEMENJAK PERTENGAHAN 2014, Fakultas Sastra dan Seni Rupa (FSSR) dipecah menjadi Fakultas Ilmu Budaya (FIB) dan Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD). Pada saat itu, kedua fakultas telah mendapat jatah pembagian fasilitas. FIB mendapat gedung I, gedung III, dan gedung IV lantai 3 dan lantai 4. Sedangkan FSRD mendapat gedung II dan gedung IV lantai 1 dan lantai 2. Namun dalam praktiknya, FSRD memanfaatkan gedung IV lantai 3.
Kini, FIB bekerja sama Xihua University membuat program Confucius Institute. Program ini diresmikan pada 11 Maret 2019 dengan tujuan utama untuk membuka gerbang pusat pembelajaran kebudayaan Tiongkok di UNS. Program ini memanfaatkan beberapa ruangan di FIB yang mengakibatkan FIB membutuhkan beberapa ruang tambahan. Gedung empat lantai 3 dan lantai 4 sejatinya telah disepakati untuk bisa dimanfaatkan oleh FIB. Oleh karena itu, FSRD mesti merelakan penggunaan gedung empat lantai 3. Dalam kata lain, FSRD kekurangan ruangan.
Rahmanu Widayat, Wakil Dekan I FSRD, menjelaskan bahwa penggunaan kampus Mesen untuk FSRD merupakan rekomendasi dari rektor atas permasalahan kekurangan ruangan tersebut. “Awalnya hanya diberi dua ruang. Lalu kami nego hingga sekarang ada sepuluh ruang” jelasnya.
Wakil Ketua I Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR), Wahyu Prasetyo turut membenarkan bahwa kampus Mesen merupakan rekomendasi dari rektor. “Awalnya mengajukan kampus Ngoresan, namun ditolak” ujar Wahyu.
FSRD secara de facto telah menggunakan kampus Mesen sejak awal semester genap ini. Jadi, kampus Mesen digunakan untuk perkuliahan teori sedangkan gedung dua kampus Kentingan digunakan untuk perkuliahan praktik. Baru pada 20 Maret 2019, kampus FSRD Mesen diresmikan oleh rektor UNS, Ravik Karsidi.
Baca Juga: Dua Anak Baru UNS
Yang Menjadi Persoalan
Dalam kurun waktu beberapa pekan, tanda “FSRD UNS” yang terpasang di kampus Mesen ditutup kain hitam. Namun beberapa kali, kain itu terbuka, lantas tertutup lagi. Beberapa mahasiswa mempermasalahkan perpindahan tersebut.
“Kami mendesak untuk didiskusikan [terkait perpindahan kampus] sebelum peresmian.” ujar Wahyu. Namun dekanat tak kunjung memberikan jawaban tanggal. Hingga pada hari peresmian, beberapa mahasiswa menggelar aksi damai di depan kampus Mesen. Mereka mengenakan pakaian dan tulisan berlatar hitam dalam menyambut kehadiran rektor.
Pada hari itu, Ahmad Adib, Dekan FSRD menemui peserta aksi dan mengadakan dialog. Ia cukup menyayangkan ketika para mahasiswa justru mengenakan warna gelap sebagai tanda kemuraman alih-alih mereka semestinya menyambut bahagia perpindahan kampus tersebut. Namun ia tetap memberi apresiasi kepada mahasiswa yang mau memberi kritik “Kegiatan tersebut sangat baik dan positif, karena memberikan kritikan konstruktif bagi kebaikan kondisi kampus Mesen. Hanya karena belum ada koordinasi sehingga maksud belum kami pahami” jelasnya.
Dialog lantas dilanjutkan pada 22 Maret 2019 dengan mengundang seluruh pejabat dekanat dan kepala-kepala program studi. Dalam dialog tersebut, paling tidak ada dua persoalan terkait perpindahan kampus FSRD ke Mesen. Pertama terkaitan dengan sarana-prasarana, dan yang kedua terkaitan waktu yang berkaitan dengan jadwal perkuliahan.
Wahyu mengeluhkan ketiadaan fasilitas yang memadahi di kampus Mesen. “Minggu awal perkuliahan hanya ada kursi meja.” Jelasnya. Hal ini dikarenakan pihak yang sebelumnya menempati kampus Mesen juga membawa seluruh fasilitas mereka pergi. Sehingga kampus Mesen hanya menyisakan ruang kosong.
Di sisi lain, jarak antara Kentingan dan Mesen yang terpaut dua setengah kilometer turut menjadi pesoalan. Ini berkaitan dengan pengaturan jadwal kuliah dan biaya transportasi yang kian tinggi. “Kami coba pahami kebutuhan mahasiswa. Jika dirasa dibutuhkan bus gratis, kami akan upayakan” Jelas Ahmad Adib pada saat dialog.
Pihak dekanat telah melakukan musyawarah dengan Muspida setempat terkait beberapa kemungkinan kerawanan yang terjadi. Rahmanu menjelaskan bahwa sudah ada koordinasi dengan pihak setempat terutama yang bekairan dengan kenyamanan dan keamanan, “Istilahnya nyuwun sewu” ujarnya. Hal ini sejalan dengan rekomendasi KMSR bahwa interaksi mahasiswa semestinya tidak hanya berkutat pada dosen dan area kampus, melainkan juga warga setempat.
“Harapannya makin lama makin nyaman” jelas Rahmanu.
Sementara itu, rencana pembangunan gedung delapan lantai untuk digunakan FSRD terus dibicarakan. Rencana pembangunan gedung tersebut sudah ada sejak lama. Namun demikian, anggaran untuk pembangunan tidak kunjung cair. “Kampus Mesen menjadi target antara sebelum pembangunan gedung delapan lantai” jelas Kaprodi Desain Interior, Anung Studyanto pada saat dialog dengan mahasiswa.
“Gedung kedokteran saja terbangun dalam jangka waktu 6 dekan” terusnya.
Menurut Rahmanu, pembangunan gedung delapan lantai tersebut kemungkinan akan menghabiskan dana sekira Rp80 Milyar. Rahmanu menjelaskan bahwa dana dari pemerintah tidak kunjung turun sehingga dari pihaknya telah mengupayakan untuk mengajukan dari pihak ke-3. “Sudah mengajukan ke yayasan, tapi tidak perlu disebut. Nanti jika diterima justru akan kami umumkan” jelasnya.
Gedung tersebut rencananya akan dibangun di area depan UNS Press dan kemungkinan baru bisa dibangun di antara 2020 sampai 2024. “Masalahnya hanya pada pendanaan. Soal rancangan, gambar, dan sebagainya sebenarnya sudah siap, tidak menjadi masalah” pungkasnya.[]
Reporter: Adhy Nugroho