Foto: Khalila Albar Hanafi/LPM Kentingan

Aliansi BEM se-UNS Gelar Aksi Polemik Pasal RKUHP: Demokrasi Dikebiri

Jumat (15/7) Aliansi BEM se-UNS menggelar aksi polemik pasal-pasal bermasalah RKUHP untuk pertama kalinya di Boulevard UNS. Sejumlah mahasiswa UNS menyampaikan orasi sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintah mengenai pasal-pasal RKUHP yang bermasalah. Peserta berdiri secara melingkar dan diberikan pamflet serta brosur terkait dengan polemik RKUHP. Aksi digelar dengan damai sejak pukul 15.30 hingga 17.00 WIB. 

 

Aksi sore ini merupakan mimbar bebas akademik, mimbar rakyat yang mengizinkan siapapun menyampaikan kritiknya di depan publik tanpa kenal hukum. Salah satu perwakilan BEM UNS bernama Guntur berkata bahwa tujuan mereka berkumpul sore itu dalam rangka keresahan akibat ketidak transparannya penyusunan RKUHP, “Kita sepakati berkumpul di sini karena meresahkan hal bersama atas ketidakmampuan pemerintah untuk memberikan solusi dan justru rakyatnya yang disuruh memberi solusi. Tidak transparannya RKUHP ini membuktikan bahwa pemerintah membuka celah hukum”, ucap Guntur.

 

Sejalan dengan Guntur, Diaz pun menyampaikan pada wawancara terpisah yang kami lakukan, bahwa sudah selayaknya bagi pemerintah untuk melakukan transparansi dan melibatkan masyarakat terkait pengesahan RKUHP karena masyarakat lebih tahu dan paham akan premis yang ada. “Hal ini juga lebih ke faktor sosiologis dimana masyarakat lebih paham akan apa yang ada di dalam mereka, tentunya mereka ingin lebih didengarkan karena lebih memahami premis yang ada. Jangan sampai produk itu tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan terjadi hanya semena-mena dari pemerintah yang seakan-akan itu hanya untuk menguntungkan pihak-pihak pemerintah saja, di sini yang kita garis bawahi adalah pihak pemerintah yang bakal diuntungkan dengan pengesahan ini jika tidak melibatkan masyarakat.”  

 

Di sela-sela orasi, peserta aksi diajak untuk menyanyikan lagu Potong Bebek Angsa, Suwe Ora Jamu, serta lagu-lagu lain yang sudah diaransemen liriknya sedemikian rupa menjadi bentuk protes terhadap pemerintah.

 

Orasi kedua datang dari BEM FP, berorasi membahas pasal RKUHP yang berkaitan dengan gelandangan dan kebebasan demokrasi yang semakin dipersempit. “Gelandangan akan dikenai denda padahal kaum miskin menjadi amanat pemerintah untuk diselesaikan bukan didenda, maka artinya jika UU ini diterapkan berarti pemerintah sendiri yang mengkhianati amanat rakyat”, ucap orator kedua. 

 

“Ada pasal lain ketika melakukan aksi demonstrasi dilarang untuk membuat kerusuhan, keonaran, mengganggu kepentingan umum.Padahal adanya aksi rakyat disebabkan oleh pemerintah yang mengganggu kepentingan umum,” lanjutnya.

 

Aksi sore itu memperlihatkan sejumlah elemen mahasiswa UNS turut menyuarakan aspirasi, keresahan, serta kekecewaan yang mendalam akibat penyusunan RKUHP yang memungkinkan hilangnya kebebasan demokrasi. “RKUHP ini akan disahkan secara eksklusif dimana tidak ada elemen mahasiswa maupun rakyat yang masuk di dalamnya jadi kepentingan hanya milik pemerintah, demokrasi kita dikebiri habis-habisan,” ujar perwakilan dari BEM SV.

 

Polemik RKUHP yang selanjutnya dibahas pada aksi kali ini adalah mengenai larangan mengkritik presiden dan lembaga negara. Seperti yang dikatakan orator keempat bahwa, “Kita mengkritik presiden dan lembaga negara dianggap menghina, bisa didenda sampai masuk jeruji penjara. Dalam Pasal 240 dijelaskan bahwa setiap orang yang menghina pemerintah yang sah dan berakibat terjadinya kerusuhan akan dipidana 3 tahun penjara dan denda paling banyak kategori 4. Sedangkan dalam Pasal 241, setiap orang yang menghina pemerintah yang sah melalui sarana teknologi informasi akan diancam pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak kategori 5,” ucap orator keempat 

 

Gimana negara kita bisa maju bila kritik dibungkam, rakyat disuruh diam, hanya penguasa yang bergerak bebas untuk mensejahterakan keluarga mereka semata?” sambungnya dengan lantang

 

Perwakilan BEM FEB turut berorasi perihal demokrasi dan kebebasan masyarakat dalam berpendapat. “Tagline #SEMUABISAKENA itu bukan hanya bisa berpengaruh pada mahasiswa, banyak kita melihat di stasiun televisi para komedian menyampaikan aspirasinya mengenai pemerintah” ucapnya. 

 

Sejalan dengan itu, Diaz juga mengatakan bahwa pasal penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden menunjukkan ada unsur neokolonialisme pada RKUHP. “Hal ini mengindikasikan masih adanya unsur neokolonialisme dari adaptasi KUHP Belanda yang saat itu masih bersistem monarki, yang jelas kurang sesuai dengan sistem demokrasi Indonesia”, ujar Diaz

 

Orasi terakhir diisi oleh Shoffan selaku Presiden BEM UNS 2022 yang menyampaikan mengenai analisis data serta forecasting ke depan apabila RKUHP ini disahkan dan benar-benar menindas rakyat. “Jadi yang pertama Indonesia itu sebenarnya korupsi yang paling banyak adalah korupsi dalam ranah pasal, dan yang kedua adalah sebenarnya di seluruh dunia ini ada sebuah penelitian tentang seberapa besarnya indeks oligarki yang ada di setiap negara, dan kalau dilihat dari situ indonesia memang lebih banyak dikuasai oleh oligarkinya sekitar 3,8,” ucap Shoffan.

 

Selain itu, Shoffan juga menerangkan kaitan antara sistem demokrasi Indonesia semakin merendah dan akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi yang semakin lambat. “Oligarki sebenarnya sudah mempersiapkan anak cucunya di beberapa sektor untuk 10, 20, bahkan 30 tahun ke depan,” sambung Shoffan.

 

Aksi ditutup dengan pernyataan sikap oleh Ketua BEM UNS yang menyatakan bahwa pihak BEM UNS dan seluruh aliansinya menolak dan meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali terkait pasal tentang penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, pasal penghinaan pemerintah, serta pasal-pasal lainnya dalam RKUHP. Selain itu, dengan hormat meminta kepada pemerintah dan DPR untuk turut melibatkan partisipasi publik dalam pembahasan RKUHP. 

 

Perwakilan BEM UNS, Diaz, selaku mentor pada aksi sore itu menyatakan bahwa aksi kali ini adalah aksi pemantik bahwa ada suatu produk hukum yang bermasalah dan berpengaruh bagi negara Indonesia kedepannya. Selain itu, Diaz menambahkan, “Aksi ini menunjukkan sikap mahasiswa UNS yang masih peduli terhadap kondisi masyarakat dan bangsanya, juga untuk menjadi pengingat kepada pemerintah disana bahwa ini adalah suatu reaksi dan aspirasi masyarakat yang coba untuk disampaikan,”. 

 

Pihaknya juga akan melakukan diskusi dan konsolidasi terbuka untuk mengkaji dan mengusulkan sebuah solusi, terutama pasal-pasal karet seperti pasal penghinaan pejabat negara, pasal penghinaan terhadap harkat dan martabat presiden dan pasal-pasal kontroversial lainnya yang merugikan masyarakat dan dapat menodai apa yang sudah dirancang oleh negara sejak lama yaitu demokrasi. 

 

Agenda aksi lanjutan yang ditargetkan untuk mahasiswa seluruh Solo Raya dan juga masyarakat lain yang mau bergabung dalam gerakan ini,  pun akan disusun secara rapi mulai eskalasi dan metode apa yang akan digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah ini akan berlanjut. 

 

Penulis : Berliana Ardhia Prameta dan

Khalila Albar Hanafi

Editor: Sabila Soraya Dewi