Kamis (24/03) sore, komunitas Kamisan Solo mengadakan aksi rutin di Bundaran Gladak. Aksi sore itu mengusung isu tentang Papua dengan tema “Papua Bukan Tanah Kosong.” Hal ini berangkat dari persoalan kemanusiaan di Papua yang tidak kunjung usai sampai sekarang. Tema yang dipilih menekankan bahwa tanah Papua bukan tanah tanpa kehidupan yang bisa diperlakukan semena-mena. Selama ini, masyarakat Papua, yang merupakan saudara setanah air kita, masih sering diabaikan hajat hidupnya.
Banyaknya pelanggaran HAM yang menimpa masyarakat Papua pun akhirnya membawa aktivis, mahasiswa, maupun yang hadir atas nama perseorangan berkumpul sore itu untuk menyatakan solidaritas mereka. Di bawah payung hitam, sekumpulan orang tersebut berdiri dan menjadikan pagelaran aksi Kamisan sebagai mimbar publik sehingga siapapun bisa bersuara di sana. Beberapa orang maju dan memberikan orasi, membawakan nyanyian, serta membaca puisi dukungan untuk masyarakat Papua secara umum.
“Jika dibilang negara tidak hadir dalam konflik Papua, itu tidak benar, kawan-kawan. Negara sangat hadir di tanah Papua, negara hadir dengan wajah kekerasan dan militerisme,” ucap salah satu orator.
Beberapa tuntutan pun keluar dari perwakilan komunitas Kamisan Solo, salah satunya ditujukan untuk pemerintah agar menghentikan tindakan militerisme di tanah Papua. Selain itu, juga untuk masyarakat secara luas supaya memandang warga Papua sebagai sesama manusia. “Papua butuh kedamaian, masih banyak tindakan rasisme yang diterima oleh warga Papua,” seru orator yang erat mencengkeram toanya.
“Berbicara tentang Papua, kita masih sering mendengar olok-olokan tentang mereka,” sahut orator lainnya yang merujuk pada maraknya rasisme terhadap warga Papua.
Konflik Papua bukan merupakan konflik baru, tetapi masih banyak juga lapisan masyarakat yang tidak menaruh perhatian terhadapnya. Hingga saat ini, konflik bersenjata antara warga Papua dengan aparat militer masih terus berlanjut dan sudah banyak korban yang berjatuhan dari kedua belah pihak. Isu tentang Papua sangat butuh didengungkan agar semakin banyak masyarakat yang terbuka disaat pemerintah seolah tidak memiliki itikad baik untuk menyelesaikannya.
Aksi Kamisan ke-80 ini digelar dengan harapan semakin banyak orang yang memahami isu kemanusiaan ini dan mampu bersama-sama membuat gerakan untuk membantu masyarakat Papua. Aksi yang digelar selama kurang lebih satu jam itu terpaksa harus berhenti sebab cuaca yang tidak mendukung.
Penulis: Mardhiah N. Lathifah
Editor: Sabila Soraya Dewi