(Oleh: Adhy Nugroho)
Surakarta (30/8), saluransebelas.com – Bertepatan dengan Hari Internasional Penghilangan Paksa, Aksi Kamisan Solo diselenggarakan untuk pertama kali pada 30 Agustus 2018 di area lingkar Gladag, Jalan Slamet Riyadi. Acara dimulai pukul empat sore hingga menjelang petang dan diikuti oleh berbagai elemen masyarakat.
Momon (23), salah satu penggerak Aksi Kamisan Solo menyatakan bahwa aksi ini adalah inisiasi beberapa kawan yang menganggap bahwa perlu diadakan aksi berkelanjutan, dan ujarnya, Aksi Kamisan merupakan aksi penting yang menyangkut isu-isu Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. “Anak muda cenderung diam, aksi-aksi cenderung momentuman. Maka dari itu, kami berinisiasi. Ini aksi penting dan berkelanjutan” ujarnya.
Pada aksi perdana ini beberapa isu pelanggaran HAM disuarakan. Diantaranya adalah penghilangan penyair kelahiran Solo Wiji Thukul, aksi Sukoharjo Melawan Racun, juga penggusuran di area Jebres.
Dari beberapa peserta aksi, datang dan juga berorasi seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) asal Papua bernama Kris (20). “Kalau kita diam, kita bunuh diri” ujarnya. Menurutnya rakyat kecil sering dipandang sebelah mata, maka dari itu, Kris merasa terketuk hatinya untuk datang ke aksi ini. “Memperjuangkan hak-hak rakyat kecil” pungkasnya.
Aksi Kamisan merupakan aksi berkelanjutan yang diadakan setiap hari Kamis. Aksi ini dimulai sejak 2007 – berdiri di bawah payung hitam, di depan Istana Presiden, menyuarakan keadilan dan penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia – dan terus berlanjut hingga sekarang. Sejak pertama kali diadakan di Jakarta hingga sekarang, sudah ada beberapa aksi dukungan lain yang diselenggarakan di berbagai kota di Indonesia, termasuk Solo.
Momon berharap Aksi Kamisan Solo bisa terus berlanjut, “Sebagai ajang kumpul dan berjejaring juga.” Pungkasnya.[]