Kebiasaan masyarakat untuk berbelanja di pasar tradisional kini mulai memudar. Namun, beda dengan yang terjadi di Pasar Gawok. Kegiatan ekonomi di sana tetap dipertahankan dan masih dianggap penting.
Pada zaman dulu, pasar adalah elemen penting dalam kehidupan masyarakat. Kehidupan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari keberadaan pasarnya. Sayangnya, teori itu kini tidak lagi menjadi jaminan ekonomi suatu daerah. Pasar Tradisional kini tidak lagi dipentingkan keadaannya karena kebanyakan warga kota lebih nyaman untuk berbelanja di pasar modern seperti supermarket.
Lain halnya dengan Pasar Gawok. Pasar tradisional yang letaknya di Gawok, Kecamatan Gatak, Kabupaten Sukoharjo ini menjadi salah satu wadah transaksi jual beli yang unik. Pasar yang tak beratap ini ‘hidup’ hanya pada hari pasaran Jawa yakni legi dan pon.
Mozaik ala Pasar Gawok
Pukul 07.30 kesibukan di Pasar Gawok mulai terasa. Para pedagang yang sedang asyik menata barang dagangannya menjadi potret kerja keras pencari kehidupan. Mulai dari pria tua yang mempersiapkan alat cukur hingga para pria yang menenteng ayam jago.
Ramai hiruk pikuk ala pasar akan terasa menjelang pukul 09.00. Bagian depan pasar akan dipenuhi pedagang yang berjualan caping, sayuran, makanan ala pasar, dan pakaian. Kuliner tradisional seperti brambang asem, bakmi goreng, es gempol pleret, serabi dan lenjongan yang terdiri dari tiwul, cenil dan gethuk juga akan menghiasi perjalanan kuliner di sepanjang los-los berukuran 3×3 meter itu.
Berjalan ke bagian tengah pasar, kita akan disambut pemandangan hijau tanaman diikuti bunyi teratur besi yang dipukul oleh pandai besi. Di lokasi ini, kita dapat melihat langsung proses pembuatan perkakas seperti arit, cangkul, dsb. Aktivitas ini sudah jarang kita temukan di pasar tradisional lainnya. Ini adalah salah satu keunikan yang terdapat di Pasar Gawok.
Menurut salah satu pandai besi, Margono (56), ia telah menjadi pandai besi di Pasar Gawok selama lebih dari 30 tahun. Keterampilan membuat perkakas dari besi diperolehnya secara turun temurun, katakanlah menjadi pandai besi merupakan salah satu bentuk meneruskan tradisi keluarganya. Tak jauh dari lokasi pandai besi, kita dapat menemukan berbagai bibit tanaman mulai dari biji hingga tanaman kecil. Masih di tempat yang sama, kita akan disejukkan dengan warna-warni cantik bunga pada tanaman hias yang dijual oleh Sularmi (58).
Lain lagi dibagian utara pasar, telinga akan dibuat bising dengan suara bebek, angsa dan menthog. Hampir semua penjual ternak ini berkumpul di sepanjang jalan di sisi utara pasar. Di barat pasar adalah salah satu titik berkumpulnya para penjual dan pembeli. Ya, sabung atau adu ayam. Menurut Edi (27), bronjong atau penjual ayam di Pasar Gawok, sabung ayam di Pasar Gawok tidak bertujuan untuk berjudi, melainkan merupakan salah satu proses penjualan ayam. Cara berjual ayam yang cukup unik, ayam yang menang tentu akan dibeli dengan harga tinggi.
Di antara kerumunan, tidak hanya terdapat penjual dan pembeli saja. Namun, pengunjung pasar juga ingin menyaksikan sabung ayam. “Nonton adu ayam itu hiburan di sela-sela pekerjaan. Kalau pas pasaran, sebelum kerja saya mampir ke sini untuk lihat adu ayam. Di sini kalau semakin siang semakin ramai. Penonton bisa sampai seratus lima puluh orang.” Tutur Andi, salah seorang pengunjung Pasar Gawok.
Di sebelah selatan lokasi sabung ayam, kita dapat menjumpai blanthik atau penjual ternak. Penjual baju bekas, sparepart sepeda dan alat perbengkelan dapat kita temui di sepanjang jalan di sisi barat dan selatan pasar. Di pojok barat pasar, sepeda tua berjajar rapi dan penjualnya siap menunggu pembeli. Berjalan ke arah timur, kita dapat menjumpai pedagang aksesoris seperti dompet, ikat pinggang, topi, dan lain-lain. Untuk penggemar burung, kita akan dihadapkan dengan berbagai pilihan burung dengan warna cantik yang diperdagangkan di tepi sungai.
Harmoni Pasar Gawok
Pasar Gawok sangat ditunggu oleh para pedagang, mereka lebih senang berjualan di Pasar Gawok karena barang dagangan lebih laku dan suasana pasarnya lebih menyenangkan. Penjual brambang asem, Sri Rahayu (56) mengatakan jika tidak pada hari pasaran Legi dan Pon, ia berjualan di Stasiun Gawok. Wanita paruh baya ini mengungkapkan lebih senang berjualan di Pasar Gawok karena bisa memperoleh pendapatan berlipat.
Pedagang yang berjualan di Pasar Gawok tidak hanya berasal dari kawasan Solo, Sukoharjo dan Klaten, tetapi juga dari Boyolali dan Megelang. Rata–rata pedagang di sini telah berdagang lebih dari sepuluh tahun karena pasar ini ada dari sebelum zaman kemerdekaan.
Di pasar ini, kita dapat merasakan suasana kehidupan masyarakat desa. Kekeluargaan dan kebersamaan masih terasa kental di Pasar Gawok karena mereka telah berdagang bersama selama puluhan tahun. Selain itu, terjadi pula hubungan harmonis antara penjual dan pembeli karena saling menghormati dalam transaksi jual beli.
Pasar Gawok kerap dikunjungi turis mancanegara dan domestik. Bahkan, salah satu hotel ternama di Solo menawarkan perjalanan wisata ke sana. Bagi pecinta fotografi, pasar ini dapat menjadi pilihan untuk hunting foto karena banyak terdapat interaksi unik antara pembeli, penjual dan pengunjung.
Suasana pasar akan sangat ramai pada hari Minggu Legi dan Pon karena hampir semua pedagang akan berjualan dan banyak pengunjung yang datang untuk berbelanja, mencuci mata dan berwisata.
Namun, karena letaknya jauh dari jalan raya, Pasar Gawok cukup sulit diakses. Untuk menuju pasar ini, kita dapat menggunakan kendaraan pribadi. Titik kunci untuk menemukan pasar ini adalah Stasiun Gawok. Stasiun ini dapat diakses dengan mudah dari Jalan Solo-Yogya km 13, tepatnya traffic light Pasar Sraten ke timur kurang lebih 3 km.
Tunggu apa lagi? Bagi Anda yang penasaran untuk melihat keunikan dan nuansa tradisional, Anda dapat menjadikan Pasar Gawok sebagai salah satu alternatifnya. Selamat berwisata! (*). (Aghnia Mega, Annisa Mustika)