Selamat Datang di Bank Kami

***

            “Oh, bintang yang bercahaya, bintang yang gemerlap yang pertama yang aku lihat pada malam ini. Aku berharap, bolehlah kiranya, aku menginginkan pada malam ini.. Biarlah Bank First Central itu dirampok.”

George Picken mengulang-ulang kalimat itu seranya menatap bintang kecil yang nampak pada di atas rumahnya yang terletak di kota Southwick Corners. Dia telah mengulang-ulang perkataan itu setiap kali hampir selama enam tahun. Ia pun hampir melakukan hal demikian juga sejak awal bekerja sebagai seorang teller. Sekarang pun ia telah menjadi seorang teller senior dengan memiliki papan nama dan kotak mesin uangnya. Pada awalnya, dia telah berfikir bahwa inilah yang dia inginkan dalam hidupnya, namun segera ia menyadari bahwa itu bukanlah pekerjaan atau jabatan yang penuh masalah. Apa yang menjadi Masalah adalah uang, yang begitu terlihat hijau bagusnya. Uang itu nampak segar dan baru. Uang itu terlihat menjanjikan daripada gajinya yang ia terima dua kali dalam sebulan. Kadangkala ia memegang uang sebanyak lima puluh ribu dolar di tangannya, lima puluh ribu tiket yang tepat untuk berkeliling dunia dan pergi keluar dari kampungnya Southwick Corners.

Namun George tidak akan pernah mencuri uang itu. George adalah seorang anak dari kota  Southwick Corners. Semua anak dari Southwick Corners yang lulus dari Akademi Southwick Corners terbaik tahu bahwa mencuri itu salah. Tidak ada anak Southwick yang pernah ditahan karena mencuri. Memang telah ada tiga orang yang dihukum masuk penjara atau yang dihukum mati karena kekerasan. Namun tidak ada lulusan Southwick yang mencuri.

Dan disamping itu, ada tiga orang yang George tak boleh kecewakan yaitu, tuan Burrows, seorang presiden Bank sekaligus orang yang memberikan George pekerjaan. Kedua bibinya, bibi Mary yang membesarkannya dengan penuh kelembutan. Dia adalah orang yang mencintai kebersihan dan pandai memasak. Dan yang ketiga adalah Jennifer yang kelak mungkin dia nikahi nanti saat dia sukses.

George Picken tahu kalau tidak akan mudah untuk mengambil satu ikat tebal uang yang selalu ada di bawah tangannya. Hanya ada satu solusi. Bank First Central harus dirampok. Dia selalu membayangkannya setiap saat, khususnya ketika dia membuka koran pagi dan menemukan banyak peristiwa yang terjadi tentang perampokan bank di seluruh bagian kota kecil itu. Hal itu sedang trendnya menjadi olahraga indoor, sebuah profesi baru. Semua orang sedang merampok hari ini. Tidak hanya penjahat profesional yang memakai pistol bertampang seram dan kemudian lari masuk ke dalam mobil. Tapi juga ada nenek tua yang menodong, kemudian anak muda yang membawa uang seribu dolar. Sungguh cara yang sederhana untuk merampok semua bank di kota kecil ini. Hampir tidak ada satu bank pun di Amerika yang telah dirampok, pikir George dengan perasaan masam. Kecuali, tentunya, Bank First Central di Southwick Corners. Apa yang salah dengan bank ini? Penghinaankah merampok bank yang hanya memiliki empat juta dolar besarnya? Apakah mereka takut pada pak Ackerman seorang penjaga tua yang tak pernah mengeluarkan pistolnya selama dua puluh tahun? Atau memang kurang beruntung saja?

George Picken berjalan pulang kerja setiap hari dengan perasaan murung dan bertanya pada dirinya. Mengapa, mengapa, mengapa dengan meningkatnya perampokan bank, mengapa dia tidak dirampok?

Memang secara natural George memiliki alasan ingin dirampok. Itu adalah rencananya yang sudah sangat, sangat lama sebelumnya. Rencananya mudah, dan akan berjalan seperti ini: Jika perampok bank A menodong penjaga kasir B – Dan jika penjaga kasir B memberi setumpuk uang pada perampok bank A –

Apa yang dapat mencegah penjaga kasir B ketika memasukan uang ke kantong si perampok bank A? Kemudian mengatakan bahwa uangnya telah dicuri oleh perampok bank A.

Itu adalah hal yang mudah. Setiap saat George pun menguji rencana itu supaya lebih mantap. Hanya ada satu masalah. Dimana perampok bank A itu?

Suatu waktu di pagi hari, George Picken ketika bangun merasakan bahwa nanti akan terjadi sesuatu. Kemudian bibi Mary memperhatikan George kalau seperti ada masalah dengannya.

“Apakah kamu sakit, George?”

“Tidak, bibi. Mengapa bibi menanyakan hal itu?”

“Kamu terlihat sakit. Pasti karena kamu makan makanan di luar rumah. Mungkin kamu lebih baik nanti cepat pulang setelah makan siang. Dan bibi akan siapkan kamu semangkuk sup.”

“Aku baik-baik saja, bi.” Kata George.

Dalam perjalanan kerja dia bertemu dengan Jennifer. Kemudian tiba-tiba George berbicara padanya dengan terburu-buru.

“Jennifer—“

“Ya, George?”

“Jennifer, masalah itu—yang kita bicarakan. Kamu tahu, saat di serambi waktu di malam hari.”

“Ya, George?” mukanya menjadi terlihat merah.

“Aku hanya ingin kamu tahu. Tidak lama lagi, Jennifer. Aku merasakannya di dalam tulangku.”

George pun melanjutkan perjalanannya pergi kerja. Kemudian ia menuju ke meja kasirnya. Ada pun tuan Burrows selaku presiden bank memperhatikannya.

“Selamat pagi, pak Burrows.” Katanya dengan rasa gembira. “Hari ini adalah hari yang indah, bukan?” Tuan Burrows melihatnya jadi terheran-heran kemudian dia sambil komat-kamit menuju kantornya.

Pada saat jam 2 bank masih buka. Kemudian seorang perampok bank A masuk.

Sebagai perampok ia tidak terlihat ragu saat merampok. Begitu pula saat dia menyelinap masuk. Biasanya banyak para nasabah masuk dengan mudah ke bank. Namun tidak pada hari itu. Yang lebih meyakinkan lagi perampok itu memakai masker. Tidak ada seorang pun di Southwick Corners pernah melakukan itu.

“Oke!” Kata pria itu dengan kasar. “ Ini adalah perampokan.”

Dia ambil pistol hitam jeleknya dari kantongnya. Pak Ackerman seorang satpam dirinya terlihat gugup. “Kamu.” Kata perampok padanya. “Berbaring ke lantai” . Pak Ackerman pun melakukannya seperti anjing yang patuh. Saat tuan Burrows keluar dari kantornya, dia menggerutu melihat ada perampok kemudian ia kembali lagi ke kantornya. Perampok itu dengan sopan meminta memasukan uang. Dan tuan Burrows pun komat-kamit karena tidak bisa melakukan apa pun. Dan perampok itu pun menuju ke George.

George pun akan melakukan dengan senang hati. Ada pun disitu ada dua teller, satu George dan yang satu lagi nona Dykes. Untungnya si perampok memilih George.

“Oke, masukan cepat!” Kata orang itu.

“Ya, pak” Kata George dengan lantang. “Anda ingin dalam bentuk pecahan sepuluh dolar atau dua puluh dolar?”

“Cukup masukan saja!”

George pun memasukan semua uang itu ke dalam kantongnya. Total uang itu hampir enam ribu dolar. Ada pun disitu ada lapisan tempat penyimpanan uang dibawahnya. Ada sekitar seribu dolar lebih di dalamnya. George memberikan uang itu pada si perampok dan ia pun mengambilnya dengan serakah. Ia ikat uang-uang itu kemudian dimasukan ke dalam kantong dan segera ia pergi keluar ke pintu.

Kemudian, sementara perhatian orang-orang pada si perampok bank A, penjaga kasir B dengan tenang mengangkat kotak uang dari mesin kasir, dan dengan perlahan ia selipkan uang-uang itu sebanyak mungkin ke dalam kantongnya.

Pintu bank itu pun berputar-putar dan perampok itu pergi.

“Telfon! kalo ada perampokan di bank kita.” Pikir George

Kemudian dia pingsan.

Saat ia bangun dia mengkhawatirkan apa yang dia cari. Dia menyentuh kantongnya dan merasa ada setumpuk kertas. Dia pun tersenyum di dalam wajah khawatirnya.

“Aku baik-baik saja.” Katanya dengan berani. “Saya benar-benar baik saja.”
“Bukankah kejadian itu mengerikan?” Tanya nona Dykes penjaga kasir kedua dengan heboh. “Pernahkah kamu seberani ini sebelumnya?”

“Tidak pernah.” Balas George. “Tuan Burrows—“

“Tuan Burrows sedang menelfon polisi.” Kata pak Bell seorang kepala akuntan. “Kamu yakin kamu tidak perlu dokter, George?”
“Tidak, tidak. Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh pulang saja–”

“Ya, aku pikir tidak papa.” Kata nona Dykes. “Saya pikir kamu harus pulang pak Picken. Sungguh kejadian yang mengerikan tadi.”

“Ya.” Kata George, “Itu sangat mengerikan.”

Beberapa menit kemudian, saat dia di jalan. Dia tidak akan menghitung uangnya setelah sampai di rumah dengan selamat. Adalah tujuh ribu lima ratus dolar yang ia dapat. Dan dia sangat senang.

Dia telat tidur esok paginya karena telah mendapat uang yang ia peroleh. Ketika dia bangun, bibinya mengatakan padanya bahwa tadi ada yang menelfon menanyakan kesehatannya. Bibinya bilang bahwa ia baik-baik saja, hanya butuh cukup istirahat dan mungkin perlu cuti dulu.

“Oh, tidak.” Kata George dengan tegas karena ia harus melanjutkan ketekunan kerjanya dan kesetiaannya sebagai bank teller. “Aku tidak bisa melakukan itu, bibi. Aku harus menyelesaikan pekerjanku.”

“Omong kosong.” Kata bibinya. “Kesehatanmu lebih penting supaya sembuh. Selain itu juga, mereka tidak sedang buka usaha bank hari ini. Aku pikir mereka sedang melakukan pemerikasaan uang atau yang lainnya.”

“Pokoknya aku akan pergi.” Kata George sebagai anak dari Southwick.

Dia memakai seragam dan segera pergi. Segera dia sampai di kantor. Ternyata benar yang dikatakan oleh bibinya. Bank First Central sedang tidak membuka usaha bank, bahkan jikalau pun semua pekerja datang. Tapi anehnya saat George masuk ke kantor semua orang heran dan bahagia. Nona Dykes yang dibelakang meja tersenyum lebar. Pak Bell yang sibuk dengan mesin hitungnya mengedipkan mata padanya. Si tua pak Ackerman sedang membatu pada sepatu pantofelnya terlihat setenang biasanya. Dan saat itu pak Ackerman meminta George untuk menemui tuan Burrows di kantornya. Saat masuk ia merasa kejanggalan bahwa presiden bank itu tiba-tiba berperilaku akrab dengannya.

“Anda ingin bertemu dengan saya, tuan Burrows?”

“Oh, ya! Masuk, George!”

Gigi tuan Burrows terlihat bagus sekali. George tak pernah melihat sebelumnya karena dia jarang tersenyum.

“Aku ingin kamu menemui seseorang, George. Teman lamamu.” Senyum tuan Burrows lagi seranya menikmati lelucon pribadinya.

Sekarang George melihat seseorang duduk di kursi. Dia mengenalnya hanya sekali yaitu pak Carruthers seorang mantan presiden First Central dan sekarang ketua direktur. Pak Carruthers seorang yang baik dan halus di umurnya yang hampir enam puluh tahun. Dia tersenyum secara misterius dan menoleh ke George.

“Selamat pagi, George. Aku turut prihatin atas kejadian yang menimpamu kemarin. Apakah kamu baik-baik saja sekarang?

“Oh, ya, pak, tuan Carruthers, saya sangat baik, terima kasih.”

“Bagus, saya senang mendengarnya.” Dia tertawa dengan ceria. “Itu benar-benar petualangan yang biasa, George, ya kan?” Ternyata tak seberapa merampok bank kecil kita, ya kan? Kita cukup yakin dengan diri kita, bukan?”

“Ya, pak?” Kata George dengan kebingungan.

Tuan Burrows tertawa lagi. “Jangan biarkan dia mengejekmu seperti itu lagi, George. Dia sudah mengerjaimu sebelumnya. Kamu yang katakan padanya, Dan, atau harus aku?”

“Oh, ini adalah kewajibanku aku rasa untuk mengatakannya.” Pak Carruthers menggaruk dagunya. “George, saya minta maaf atas peristiwa yang menyusahkan kemarin. Saya berpikir itu adalah ide yang bagus karena mengingat bahwa semua bank dirampok akhir-akhir ini. Hal itu dilakukan guna menunjukan kalau bank kita juga dirampok. Saya mungkin pensiun tapi bukan berarti saya tidak bekerja. Itu mengapa saya memainkan peran kecil kemarin supaya semua orang tetap waspada. Mungkin nampaknya bodoh, tapi saya rasa kita semua mendapat sebuah pelajaran, ya kan?”

“Saya tidak paham.” George mengerut kebingungan. “Permainan apa? Apa maksud Anda?”

Orang tua itu tertawa kemudian mengambil masker dari kantongnya. Dia taruh di mulutnya dan berkata, “Oke, masukan cepat!”

Tuan Burrows malah hanya tertawa saja, tapi George tidak tertawa.

“Dan bagaimana dengan uangnya?” Tanyanya dengan suara kecil.

“Oh, jangan khawatir.” Kata pak Carruthers. “Saya taruh kembali di mesin kasirmu, George— Semuanya enam ribu sudah masuk ke dalam. Dan kita sedang menyelesaikan pemeriksaan uang sekarang.” Kemudian dia berdiri dan menyalami George. “Kau anak yang baik George, anak baik. Kamu anak Southwick, bukan?”

“Ya, pak.” Kata George dengan sedih.

Kemudian tiba-tiba pintu terbuka dan pak Bell kepala akuntan masuk ke dalam ruangan. “Tuan Burrows.” Katanya dengan serius. “Bisa kita bicara sebentar?”

***

(terjemahan dari buku Four Short Mysteries: Welcome to Our Bank oleh Henry Slesar)