Solo Menari merupakan acara tahunan bergengsi yang menarik perhatian banyak masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah karena dilaksanakan bertepatan pada peringatan Hari Tari Sedunia setiap tanggal 29 April. Acara ini terdiri dari berbagai rangkaian, tahun ini salah satunya adalah Pagelaran Tari Massal yang diselenggarakan di sepanjang jalan koridor Ngarsopuro, Solo pada Selasa (29/4) sore.
Solo Menari bukan hanya sekadar perayaan saja, tetapi sebagai refleksi dan kembali membangun kepekaan masyarakat terhadap lingkungan dengan tema “Daun Menari”. Tahun ini, dengan tema “Daun Menari” secara simbolis mengaitkan tema dengan filosofi alam, yaitu daun sebagai makhluk hidup yang selalu berdampingan dengan kita.
Dari beberapa tahun terakhir, Solo Menari menjadi jembatan perubahan yang berkaitan di lintas sektor, yaitu sosial, ekonomi kreatif, dan lingkungan. Wakil Wali Kota Solo, Astrid Widayani, dalam sambutannya memaparkan bahwa melalui acara ini dapat mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk melihat seni tari yang dapat mendongkrak ekonomi kreatif di Kota Solo.
“Saya berharap Solo Menari 2025 ini menjadi ajang bagi kita semua untuk menumbuhkan kreativitas tari yang ada di masyarakat sekaligus menjadi media untuk mempromosikan potensi pariwisata Kota Solo,” jelas Astrid.
Di tengah keramaian, tidak kurang 500 penari dari berbagai daerah serta usia yang tidak hanya menyorot kalangan muda tetapi merata, baik itu kalangan orang tua, anak-anak, remaja, hingga lansia pun ikut berpartisipasi sekaligus memberikan rasa persatuan, kekompakan, dan semangat yang tinggi.
Keterlibatan para penari menunjukkan ambisi besar dalam mengikat erat kebudayaan Indonesia dengan menampilkan kekayaan seni tari yang kolaboratif.
Berbagai kreativitas menyingkap pertunjukan tersebut, salah satunya kostum daun dan elemen-eleman lainnya yang mendukung juga memberikan daya tarik visual terhadap penonton.
“Tarian kita Bedhaya Daun Solo ini menggunakan properti daun kipas sebagai simbol dari angin,” ucap Titut, penari Sanggar Semarak Candra Kirana pada Selasa (29/4) sore.
Waktu persiapan yang singkat yakni hanya empat hari, Titut menjelaskan bahwa sebelumnya penari diberi materi video dan berlatih secara mandiri kemudian ada pelatihan dan pengarahan dari pihak panitia.
“Tadi malam untuk gladi resik pun hingga jam 23:00,” ungkapnya terkait Gladi Resik yang dilaksanakan pada Rabu (28/4).
Berbagai kesibukan dan aktivitas sehari-hari tidak mematahkan semangat para penari seperti halnya seorang ibu rumah tangga yang kerap memiliki tugas rumah yang tidak pernah habis adanya.
“Kalau latihan, satu berangkat, satunya tidak. Tapi kita berusaha konsisten karena sudah diberi amanah dari sanggar. Kita bisa belajar sendiri dan belajar antar teman,” lanjut Titut.
Kendala yang sama juga dialami oleh dua penari asal Sanggar Orek, yaitu Alexa, dan Naris menerangkan jika dalam mempersiapkan tarian ini terkendala jam latihan yang berbeda-beda apalagi hanya latihan selama dua minggu.
“Kendalanya jam latihan kami yang berbeda-beda sehingga secara keseluruhan saat tampil tadi detail gerakan, hitungan, hingga posisi menari juga berbeda-beda,” ungkap Naris.
Harapan-harapan hadir sebagai evaluasi untuk acara Solo Menari ke depannya supaya lebih baik dari tahun ini, terkhusus dari para penari.
“Ingin inovasi yang lebih lanjut lagi. Bisa diambil dari tema-tema lain, terus juga bisa ambil lagi tentang krisis sosial saat ini,” papar Alexa, penari 14 tahun itu.
Di sisi lain, para penari berhasil memukau seluruh pengunjung yang hadir menonton Pagelaran Tari Massal sore itu, tak terkecuali Ardha, pengunjung asal Solo.
“Bagian favorit saya adalah pas collab dari penari, gabungan dari semuanya. Itu, kan, meriah banget. Banyak yang menari jadi momennya dapat dan menyentuh,” jelas Ardha.
Kemudian, Ardha mengimbuhkan dia berharap supaya Solo Menari lebih meriah, bisa lebih banyak menggaet lebih banyak seniman untuk turut serta dalam acara ini.
Di akhir, acara Solo Menari juga mendapat apresiasi dari pemerintah pusat yang hadir pada acara ini, Agustin Peranginangin, Direktur Utama Badan Otorita Borobudur, Kementerian Pariwisata, berharap di masa mendatang acara Solo Menari lebih banyak mengait komunitas untuk berkolaborasi, seperti tahun ini yang menghadirkan dari berbagai provinsi, mulai dari penari hingga masyarakat yang berpartisipasi.
“Harapannya, tahun depan lebih meluas lagi, seperti Jawa, Bali, dan Sumatra yang kemudian bisa dipromosikan ke mancanegara,” pungkas Agustin.
Nama Penulis: Andini Amalia Parameswari, dan Natasya Maharani
Editor: Kayla Naqiyya