Oleh: Fera Safitri
”Saya harus geser ke mana?” tanya saluransebelas.com pada pria di ujung telepon.
“Coba Mbak jalan ke Alfamart samping [Hotel] Pose-in ya! Nanti saya jemput di sana, saya enggak berani kalo di depan [Stasiun] Balapan,”
Tuuuttttt……
TELEPON dimatikan. Saluransebelas.com langsung berjalan 50 meter ke arah selatan menuju tempat yang tadi disebutkan. Oktober lalu, sekira pukul tiga sore di Stasiun Balapan Solo, Go-Jek yang dipesan meminta saluransebelas.com untuk pindah tempat.
Ini masih mending. Hari sebelumnya, satu jam menunggu di kawasan Purwosari tak ada satupun pengendara Go-Jek yang menjemput. Alhasil, saluransebelas.com menggunakan jasa ojek kovensional – sebutlah ojek pangkalan — menuju kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) di kawasan Kentingan dengan ongkos 20 ribu rupiah. Seandainya menggunakan Go-Jek, ongkos yang perlu dikeluarkan bisa separuhnya, sepuluh ribu rupiah. Itu menurut argo daring yang ada di aplikasi Go-Jek.
“Daerah Purwosari itu bener-bener ketat og mbak, jadi dari pihak manajemen dilarang dulu mengambil penumpang di daerah itu,” ujar Hernindya Jalu, salah satu pengendara Go-Jek yang sempat diwawancarai dua minggu sebelumnya.
Beragam penolakan atas kehadiran Go-Jek memang mulai timbul di Solo. Di daerah Purwosari, Jebres, Jalan Kabut belakang kampus Universitas Sebelas Maret (UNS) (kini sudah dilepas), Terminal Tirtonadi, dan Stasiun Balapan Solo, akan dijumpai spanduk larangan Go-Jek untuk memasuki wilayah setempat. Sebagian besar pengendara Go-Jek biasanya akan memilih menurunkan penumpangnya puluhan meter dari kawasan yang terdapat larangan, seperti apa yang dilakukan oleh Go-Jek yang ditumpangi saluransebelas.com Oktober lalu.
“Pernah dulu di Kerten, tiba-tiba disamperin [salah seorang ojek pangkalan]. Dia terus bilang, ‘kok kowe njipuk penumpangku? ning kene ki wilayahku!’ ” Jalu lanjut berkisah. “Terus bapaknya (penumpang) tak turunin. Saya bilang ke dia, ‘Pak kalau masih mau tak tunggu di depan,’ ” si penumpang manut dan menunggu Jalu di depan gang.
Untuk mengkonfirmasikan kebenaran kawasan larangan ini, saluransebelas.com mendatangi kantor Go-Jek di kawasan Solo Baru. Jangan bayangkan kantor Go-jek Solo seperti kantor ojek aplikasi dalam serial OK-Jek di Net TV. Karena kantor Go-jek Solo hanya berupa rumah kos sederhana bertuliskan “Kost Cemara,” dan bukan “Kantor Go-Jek” atau semacamnya. Di rumah kos itulah seluruh aktivitas Go-Jek Solo dikendalikan.
Saat itu, beberapa calon pengendara Go-Jek sedang menunggu di depan untuk menjalani pelatihan. Di dalam, saluransebelas.com disambut sebuah ruang berukuran sekira 2 x 3 meter. Tiga dari empat kursinya sudah terisi oleh tiga orang pria. “Silakan menghubungi PR (Public Relation) yang ada di Jakarta. Semua akan dijawab oleh pusat,” kata pria berkepala botak dan berjenggot panjang, sambil mempertahankan nyala rokoknya. Ia melanjutkan, “Dari kami di sini tidak ada pernyataan.”
Hingga tulisan ini dipublikasikan, belum ada tanggapan dari PR Go-Jek pusat.
SETIDAKNYA sudah lima bulan, sejak Go-Jek memasuki Kota Solo pada 26 Mei 2016 (solopos.com, 26 Mei 2016), para pengendara ojek berjaket hijau dengan tulisan “Go-Jek” pada bagian punggung, nampak sering berseliweran di jalanan Solo. Di UNS sendiri hal ini tampak jelas. Coba saja nyalakan radar pengendara Go-Jek yang ada pada aplikasi Go-Jek. Paling tidak kita akan menemukan tujuh hingga dua belas pengendara Go-jek. Tentu jumlah ini tidak sebanding dengan para pengendara ojek pangkalan yang berada di kawasan yang sama. Yang menurut penelusuran saluransebelas.com terdapat sekira tujuh pangkalan ojek yang berada di sekitar kampus UNS.
Meski secara kasat mata menang jumlah, namun Sudarman (50) salah seorang pengendara ojek pangkalan di Jalan Surya, belakang Kampus UNS, masih saja merasa was-was. “Kalo mereka kan muter. Nah, kalo kita kan cuma bisa nunggu [penumpang] yang di sini, agak was-was juga, ada perasaan tersaingi itu wajar lah,” katanya. “Ya, saya sih berharapnya supaya pemerintah menindak Go-Jek, karena kan Go-Jek itu ilegal,” lanjutnya.
Jika kita melihat Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia (PERMEN RI) nomor 32 tahun 2016 pasal 22 dan 41, Go-Jek memang berstastus illegal. Karena dalam pasal-pasal tadi disebutkan bahwa, angkutan umum yang berbasis teknologi informasi haruslah memiliki badan hukum serta bekerjasama dengan perusahaan angkutan umum yang telah memiliki izin penyelenggaraan angkutan. Sedangkan Go-Jek tidak memiliki keduanya. Berdasarkan peraturan tersebut pula, ojek pangkalan pun otomatis bernasib sama.
Namun, rupanya Sudarman beranggapan lain. “Kalo ojek di Solo itu katakanlah dalam lindungan kepolisian, kita ada kartunya og.” Ia pun langsung membuka jok motor bebek hitamnya lalu menunjukan kartu yang dimaksudnya tadi. Kartunya seukuruan kartu ATM, didominasi warna putih, dan terdapat kop Kepolisian Resor Kota (Polresta) Solo di bagian atasnya.
Setelah dikonfirmasi ke pihak kepolisian Solo, Kepala Bidang Pembinaan Masyarakat (Kabid Binmas) Satuan Kepolisian Lalu-lintas (Polantas) Solo, Budi Santoso, mengakui bahwa pihaknyalah yang telah mengeluarkan kartu tersebut. “Statusnya [ojek pangkalan] memang enggak berizin, tapi itu [pemberian kartu] kita lakukan untuk mengorganisir mereka saja, biar tertib,” ujarnya. Selama ini pihaknnya telah mengeluarkan kartu serupa kepada sekira 350 pengendara ojek pangkalan di Solo. “Ya, daripada maling, copet, mending kerja begitu kan? Kecuali kalau mereka melanggar lalu lintas, baru kita tindak,” jelasnya lagi.
Namun kepemilikan kartu tersebut tidak membuat ojek pangkalan serta-merta menjadi legal di Solo. Kepala Sie. Angkutan Umum Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo) Solo, Taufiq Muhammad menegaskan bahwa tak ada pasal yang memperbolehkan kendaraan bermotor roda dua untuk dijadikan angkutan umum. Hal ini juga tercantum pada PERMEN RI nomor 32 tahun 2016 pasal 1 ayat 3.
Lalu apa yang dilakukan pihak Dishubkominfo untuk menindaklanjuti status ilegal Ojek dan Go-Jek?
“Jadi waktu operasi gabungan di jalan itu ya kita tangkap, kami tindak tegas,” ujarnya. Menurut Taufiq, operasi gabungan ini dilakukan oleh pihak Dishubkominfo bersama pihak kepolisian sebanyak empat kali dalam sebulan.
“Tindak tegas seperti apa, Pak?” tanya saluransebelas.com.
“Ya kita sita itu, asesoris Go-Jeknya, jaket sama helmnya,” jawab Taufiq.
“Berarti ojek konvensional juga bisa disita ya, Pak?” saluransebelas.com kembali bertanya. Taufiq diam sekira sepuluh detik sebelum kemudian menjawab, “Jadi gini,” sembari mengubah posisi duduknya, “Kalo ojek konvensional itu kan sudah sejak dulu ada untuk melayani masyarakat.”
Setelah mendengar penjelasan Taufiq, pertanyaan lain pun muncul, Lalu apa yang akan dilakukan Pemkot Solo terkait hal ini?
Taufiq pun kembali menjawab, kita berusaha untuk memperbaiki moda transportasi umum, mungkin ini kesalahan pemerintah juga ya, kenapa nggak dibangun dari dulu-dulu,” pungkasnya. Selain itu, ia juga megungkapkan bahwa kendaraan roda dua yang dijadikan angkutan umum tidak memiliki jaminan keselamatan. “Itu juga salah satu alasan Pak Wali menolak Go-Jek,”. “Pak Wali” yang dimaksudkan adalah Walikota Solo, F.X Hadi Rudyatmo. Pemkot Solo sendiri masih belum memberikan restu pada Go-Jek untuk beroperasi.
Perbaikan angkutan umum yang ada di Solo ini, nantinya akan dilakukan dengan melakukan penambahan jumlah armada angkutan resmi Solo yakni Batik Solo Trans (BST). Menurut rencana, pada tahun 2018 nanti, bakal ada penambahan sekira 60 armada BST.
“Kita ingin fokus untuk mewujudkan transportasi yang murah, cepat dan efisien tapi sesuai dengan regulasi.” Dengan penambahan tersebut, Taufiq berharap agar warga Solo bisa memanfaatkan transportasi umum yang telah disediakan.
Meski begitu, tampaknya Jalu masih menaruh harapan pada pemkot Solo untuk melegalkan Go-Jek yang sudah menjadi pekerjaanya selama hampir tiga bulan ini. “Sehari aku bisa dapet sampai dua ratus ribu, waktu kerjanya juga enggak membebani, sakpenake dewe ngono lho, kan lumayan. Ya semoga pemerintah segera mengizinkan Go-Jek secara resmi gitu aja sih,” ujarnya sembari tertawa.
Sedangkan Sudarman tetap berharap agar pemerintah menindak tegas Go-Jek yang ada di Solo yang menurutnya ilegal.
Kita lihat saja, harapan siapa yang akan dikabulkan Tuhan. (Penyumbang bahan: Satya Adhi)[]