Site icon Saluran Sebelas

Upaya Baru Menggerakan Pendidikan Indonesia

Rabu (06/01), prodi PGSD (Pendidikan Guru Sekolah Dasar) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS mengadakan webinar dengan tajuk “Wujudkan Visi Pendidikan Melalui Program Sekolah Penggerak”. Acara yang dihadiri 200 peserta melalui platform Zoom Meeting itu membahas hal-hal seputar program Sekolah Penggerak yang menjadi upaya baru dalam membangun pendidikan sekolah di Indonesia.

Acara dibuka oleh ketua panitia, Roy Ardiansyah, perwakilan pihak prodi PGSD, membuka acara dengan menekankan tujuan penting dari upaya pengenalan program Sekolah Penggerak untuk para pelaku pendidikan. “Sebagai insan-insan yang berkecimpung di dunia pendidikan, maka kita harus senatiasa update informasi terkait dengan program-program, khususnya, sekolah penggerak karena kita ingin bersama-sama untuk mewujudkan merdeka belajar melalui program sekolah penggerak,” jelasnya.

Selanjutnya acara berlanjut ke sesi pemaparan materi oleh pembicara pertama, Siti Syamsiyah, dengan materi mengenai Sekolah Penggerak secara umum. Siti menjelaskan bahwa Sekolah Penggerak merupakan sekolah yang melibatkan SDM unggul (guru dan kepala sekolah) yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik dengan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila. Harapannya, sekolah yang terdaftar dalam program ini akan menjadi katalis bagi visi pendidikan Indonesia.

Siti turut menjelaskan bahwa program sekolah penggerak ini memiliki beberapa poin penting. Pertama, program ini merupakan bentuk kolaborasi antara kemendikbud dan Pemda dengan komitmen Pemda sebagai kunci utama. Kedua, proses intervensi dilakukan secara holistik dengan dimulai dari SDM sekolah, pembelajaran, perencanaan, digitalisasi, hingga pendampingan pemerintah daerah. Ketiga, program ini mencakup seluruh kondisi sekolah dan tidak terbatas pada yang dinilai sebagai unggulan. Keempat, pendampingan dari program Sekolah Penggerak akan dilaksanakan dalam kurun waktu tiga tahun. Kelima, program ini dilakukan dengan integrasi pada ekosistem hingga seluruh sekolah di Indonesia mampu menjadi sekolah penggerak.

Dalam kesempatan ini, turut disampaikan pula mengenai kurikulum operasional sekolah yang menjadi landasan dalam program sekolah penggerak. Kurikulum ini memiliki lima prinsip yakni berpusat pada peserta didik, kontekstual, esensial, akuntabel, dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Salah satu perbedaan dari kurikulum operasional sekolah dengan Kurikulum 2013 adalah pada pengubahan struktur kurikulum terutama pada penghilangan standar KI (Kompetensi Inti) KD (Kompetensi Dasar) yang diubah menjadi capaian pembelajaran. Adapun pada standar-standar lain bisa dibilang memiliki sejumlah kesamaan, tetapi dengan beberapa penguatan. “Pada dasarnya untuk semua standar yang lain itu hampir sama, hanya saja disana ada penguatan di bagian-bagian seperti standar proses yang berpusat pada siswa dan standar peniliaian yang hampir sama, tapi terdapat penguatan proyek yang menjadi perwujudan profil pelajar Pancasila,” ujarnya.

Acara lalu beralih menuju pemaparan materi oleh pembicara kedua, Ririn Dwi Utami, yang kini membahas program Guru Penggerak. Pada materi kedua ini, pembicara memulai pemaparannya dengan kilas balik tujuan pendidikan berdasarkan falsafah Ki Hadjar Dewantara yang mengibaratkan sekolah sebagai tempat bercocok tanam dan pendidik adalah petani yang mengurusnya. Guru, menurut Ririn, memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat para murid agar dapat tumbuh serta berkembang dengan baik. “Guru harus mengusahakan sekolah menjadi lingkungan yang menyenangkan. Menjaga dan melindungi murid-murid dari hal yang tidak baik,” jelasnya.

Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menghidupkan kembali filosofi Ki Hadjar Dewantara melalui program Guru Pengerak. Ririn mengatakan bahwa tujuan dari program Guru Penggerak menghasilkan paradigma baru kepemimpinan pendidikan di Indonesia.

“Diharapkan dengan program Guru Penggerak bisa mengubah paradigma yang tadinya guru berpusat pada kurikulum kepada administrasi, sekarang guru menghamba kepada murid. Murid sebagai fokus. Murid sebagai tujuan dari pembelajaran. Murid sebagai titik utama dari apa yang kita cita-citakan,” tegas Ririn.

Selanjutnya, Ririn menjelaskan, visi dari program Guru Penggerak mewujudkan capaian dari program Merdeka Belajar yang diwujudkan dengan lahirnya pelajar Pancasila. “Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” terangnya.

Ririn mengharapkan sekolah, guru, dan murid mempunyai kebebasan dalam berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar. “Untuk mencapai merdeka belajar, murid harus melewati semua proses pendidikannya dalam keadaan nyaman, bahagia, dan merdeka tanpa tekanan apapun dengan memperhatikan bakat alami yang mereka miliki,” tuturnya.

Sebagai penutup, ia menjelaskan teknis pelaksanaan guru penggerak dibagi menjadi dua tahapan. Tahap pertama adalah menulis CV, tes esai, tes bakat skolastik. Pada tahap kedua ada test simulasi mengajar, wawancara, dan pengumuman.

“Banyak hal-hal baru yang saya dapatkan dari mengikuti Guru Penggerak ini,” ungkapnya. “Kita bisa sharing dan bertemu dengan guru-guru hebat lainnya. Otomatis bisa membakar nyala semangat kita untuk menjadi guru yang lebih baik lagi,” pungkas Ririn.

Penulis: Atif Kasful Haq dan Dimas Alfi Aji Chandra
Editor: Sabila Soraya

Exit mobile version