Di tengah riuhnya perdebatan soal peran gender, wacana feminisme tumbuh diam-diam di sudut-sudut rak toko buku. Di Yogyakarta, kota yang dikenal sebagai pusat intelektual dan budaya, buku-buku feminisme berdiri tegak di rak, menunggu untuk dijamah, dibaca, dan diperdebatkan. Di toko buku independen “The Lucky Boomerang Bookshop”, gagasan feminisme menemukan rumah. Tempat di mana gagasan bukan hanya dijual, namun juga dirawat.
Di balik etalase kaca dan rak-rak penuh, tersimpan suara-suara perempuan yang selama ini dibungkam oleh sejarah. Harus kita ketahui bahwa rak ini bukan sekadar kayu dan susunan buku, tetapi medan perjuangan bagi Simone de Beauvoir, Kirsty Sword Gusmão, hingga Kartini. Antara teori global dan suara lokal, feminisme menjelma dalam banyak bahasa namun dengan inti perjuangan yang sama. Meski belum selalu menjadi sorotan utama, feminisme telah diberi ruang, meski kecil, setidaknya di dunia literasi kita.
Di antara buku-buku tersebut, terselip satu potret Kartini muda. Sorot matanya yang tajam dan ekspresinya yang tenang menyimpan semangat pembebasan yang tak kalah kuat dari gagasan-gagasan dalam buku. Di sudut toko buku yang melesak di dalam gang-gang kecil Yogyakarta, sejarah dan perlawanan bertemu di antara lembar-lembar sunyi. Di antara lembar-lembar sunyi itu, terselip harapan untuk dunia yang lebih setara.
Penulis: Arulina Firsta
Editor: Kayla Salsabila Naqiyya