DARI NAMI ISLAND KE EVERLAND
: Lasinta Ari Nendra Wibawa
Sindorim station*) menyapaku, Annyonghaseyo
bersama papan wisata, bertuliskan Sharanghaeyo
kepala mengangguk dengan senyum tertunduk
musim gugur pulau Nami, yang nyaris mengetuk
daundaun di tanganku berubah berwarna pirang
berguguran di pulau kecil berbatas ribuan karang
kakiku bersilang di bawah ranting bersalju senja
sembari memakan Talkkalbi**) di pinggir dermaga
inilah pasir yang merebut warna salem mutiara
milik satwa endemik, bergaya artis Seoul Korea
dengan ranjang langit yang menyamar biru samudra
tempat adegan penting, serial drama Winter Sonata
akhirnya, Everland bertelur delapan belas celcius
ditemani racikan teh hijau dengan gula pasir digerus
terminum oleh genangan mata yang teramat haus
pada romantisnya picisan, tempat cinta berhumus.
Magetan, 11 Februari 2014
*) : nama terminal bus di Korea Selatan
**) : makanan khas Pulau Nami
BORDEAUX
adalah ratu dari pohon Wine merah merona
ratu yang membesarkan busa dari butiran anggurnya
ratu yang di kawal tikungan sungai Garonne bermuara
ratu yang berdinding putih kertas bekas Romawi tua
tiga ratus mil dari Paris, dekat pantai Atlantik Eropa
dia adalah ratu yang kosong dari kecupan cempaka
ratu yang kerap berubah warna, hijau atau biru tua
bertongkat manis
sepat buah muda
beraroma bunga anggur dan jutaan kerling permata
dialah ratu yang rajin bergelayut
berbalut sulur-bulur sejajar lutut
ratu yang menanti terkabulnya do’a merah muda
untuk kembalinya benih yang tertimbun,
dari setiap tangan petaninya
kau cukup merayu Versailles yang sedang memanja
lalu tambahkan kejutan Antwerpen di dalamnya
sementara Medoc sedang sibuk meracik kata
dan Bordeaux akan serahkan keperawanannya
Inilah Bordeaux
ratu yang menabur nyawa di setiap putra mahkota
bersama jutaan anak tiri, bulir anggur seribu tahta
ratu yang merelakan rahim bersulang gelas kaca
bersolek senyum di sepanjang perayaan dan pesta.
Magetan, 9 Februari 2014
***
BUNGA AZERBAIJAN
kau memakai mukena kuning lima renda
membuka cadar pada waktu sebanyak lima
menutup mahkota yang jarang terlihat mata
menelungkup dada, habis kumandang bersuara
percayalah..
angin takkan mampu menyibak gamis yang lurus
seruncing hujanpun tak sanggup untuk menembus
akan gigihnya jubah bulu rambut yang melilit
dan subuh, dzuhur yang mampu untuk memingit
jikalau tiba ashar, magrib telah hadir
pada langkah jamaah dalam dzikir
semangat menyambut, kala isya’ menyentil
dan kembali berpuasa, sebelum gema memangil
Inilah azerbaijan
dengan caranya menjaga setiap jengkal keindahan
bunga yang memilih waktu untuk mekarnya mahkota
hanya kepada gema syahdu nan indah menyuara
tak ubahnya serupa kokohnya sebuah tudung
menjaga kehormatan, setiap helai kerudung.
Magetan, 10 Februari 2014
***
Kinanthi Anggraini, S.Pd. lahir di Magetan, 17 Januari 1990. Menulis puisi, reportase, dan artikel. Karyanya pernah dimuat di belasan media massa antara lain; Indopos, Metro Riau, Haluan Padang, Pos Bali, Suara Merdeka, Solo Pos, Joglo Semar, Sumut Pos dan lain-lain.
Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Sains UNS, Solo