Seseorang dikatakan remaja menurut WHO jika berusia antara 14-24 tahun, banyak orang beranggapan masa remaja adalah masa pencariana jati diri. Karena masa tersebut merupakan transisi dari anak-anak menuju kedewasaan. Masa transisi sendiri dibagi menjadi 5 dan biasa disebut dengan Lima Transisi Kehidupan (Five Life Transitions), yaitu 1) melanjutkan sekolah (continue learning); 2) mencari pekerjaan (start working); 3) memulai kehidupan berkeluarga (form families); 4) menjadi anggota masyarakat (exercise citizenship); dan 5) mempratikkan hidup sehat (practice healthy life).
Pada masa transisi inilah seseorang seharusnya dapat mempersiapkan masa depannya dengan baik. Hal tersebut dapat dimulai dengan melakukan pembelajaran life skills guna membantu remaja mencapai tugas pertumbuhan dan perkembangan pribadi baik secara fisik, mental, emosional dan spiritual. Selain itu, pembelajaran ini dapat membantu remaja memasuki kehidupan selanjutnya untuk kemudian menjadi SDM yang produktif. Remaja sebagai pelajar dan mahasiswa yang memiliki life skills akan menjadi modal pembangunan sebagai SDM yang handal secara IQ, EQ dan SQ. Mereka inilah yang akan menjadi pelopor, calon penggerak pembangunan masa depan.
Selain pembekalan mengenai life skills, seorang remaja juga selayaknya memikirkan mengenai pendidikan lanjutan, memiliki gambaran untuk dirinya dimasa mendatang sehingga dapat memperoleh pekerjaan yang dicita-citakan. Kemudian, penting memperoleh wawasan untuk memulai kehidupan berkeluarga dan menjadi anggota masyarakat. Mempraktikkan hidup sehat juga harus selalu diterapkan untuk kesehatan di masa mendatang. Lalu dalam praktiknya, remaja memerlukan dukungan baik dari keluarga serta lingkungan sekitar. Keluarga sebagai unit terkecil dari sebuah sistem masyarakat memegang peranan penting sebagai lembaga kontrol dalam masa tumbuh kembang remaja. Walaupun begitu, remaja juga perlu diberikan wadah aktualisasi diri bersama kelompok sebayanya, karena usia remaja biasanya lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman sebayanya. Sehingga diharapkan nantinya, remaja akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab.
Segala hal yang perlu dipersiapkan di masa remaja sudah selayaknya dilaksanakan, mengingat Indonesia memasuki era bonus demografi yang berlangsung pada 2020 hingga 2030 mendatang. Bonus demografi menciptakan kondisi dimana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) akan lebih besar dibandingkan usia nonproduktif (65 tahun ke atas), dengan proporsi yang mendominasi sekitar lebih dari 60% dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal itu berpengaruh terhadap ketidakseimbangan ketersediaan lapangan kerja dan pencari kerja. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja pada Februari 2020 naik 1,73 juta orang dibanding tahun sebelumnya sedangkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) turun sebesar 0,15 persen.
Bonus demografi dapat menjadi kesempatan besar untuk memajukan bangsa dan negara atau menjadi bumerang akibat generasi yang bobrok dan tidak produktif. Remaja jelas ikut andil besar dalam menghadapi perubahan dengan adanya bonus demografi ini. Hasil Sensus Penduduk BPS Tahun 2010 mencatat jumlah penduduk remaja di Indonesia nyaris menyentuh angka 30% dari total penduduk. Hal ini menjadikan remaja sebagai aset bangsa yang harus dibina dan dipersiapkan untuk menjadi generasi penerus bangsa. []
Ilustrator dan Penulis: Nabila Febriyani