Kesunyian macam apa yang membebani sampai ubun-ubun
Perih dari patah hati belum jua kau lunasi
Simbol dan huruf tak memberimu rute untuk kembali kepada peralihan waktu
Adakah cara terbaik selain bunuh diri dari rasa keterpaksaan ini?
Kulihat tanganku masih mengepalai atas amarah
Membujur segala luka yang kau cipta dari kegagalan bertubi
Keterlambatan akan cinta, kekosongan atas kata, mana lagi sudut pandang indah atas dunia?
Tubuhmu selalu menopang hal-hal baru yang tak selesai berikutnya
Ramalan dan cinderamata menjadi bingkisan unik manusia modern
Pada sungai kau cipta api, pada tanah kau cipta lumpur
Lalu pada samudera kau cipta apa, selain perumpamaan bernama hampa
Aku selalu mencoba mendengarkanmu dari pagi yang jauh
Dari sore yang tak dimiliki siapapun
Dari wajah yang asing , namun disebut tetangga
Apakah rambutku tetap saja sama, bermerk sabun artis ibukota?
Apakah bibirnya sama, sulaman karya ditambal gincu bunga?
Aku mendengarkanmu melalui matahari yang jatuh
Keruntuhan yang kupunguti bersama lembaran almanak berbentuk persegi
Marilah berfoto disini sebentar
Agar selesai kutangkupkan rindu bersama siang yang sudah menyebar
Niken Kinanti
Alumni UNS Surakarta dan sedang menempuh S2 di Unpadj Bandung