Site icon Saluran Sebelas

Menuju Desa Mandiri Energi dengan Pengolahan Biogas Limbah Babi

Apa yang pertama kali terlintas di otak Anda ketika mendengar kata limbah babi? Anda pasti akan mengernyitkan dahi dan membayangkan betapa menjijikkannya limbah tersebut.

Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Dwi Yuniati, mahasiswi jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret. Bersama dua orang temannya yang berasal dari jurusan Biologi dan Kimia, Agus Sriwulan Sari dan Silami Dwi Wijayanti, Dwi berhasil membuat biogas yang berasal dari limbah babi di Ngabean, Dusun Kanten, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.

“Saya terinspirasi dari daerah saya sendiri, dimana ada banyak peternakan babi. Nah, kotorannya itu dibuang di sungai Bengawan Solo. Kebetulan ada mata kuliah yang mensyaratkan pembuatan proposal PKM bagi mahasiswanya. Didasari hal tersebut, saya mengajukan proposal PKM mengenai biogas dari limbah babi, dan diterima”, ucap Dwi.

Sebelum dijadikan biogas, limbah babi tersebut ditampung di sebuah bak penampungan raksasa berdiameter 360 sentimeter dan tinggi 260 sentimeter yang disebut dengan digester. Selain ditampung, limbah babi tersebut juga disalurkan ke sawah penduduk untuk digunakan sebagai pupuk alami. Selanjutnya biogas dari limbah babi disalurkan ke rumah warga sebagai pengganti gas elpiji, yang dapat dimanfaatkan untuk menghidupkan kompor gas serta lampu petromaks.

Pembuatan bak penampungan limbah ini membutuhkan waktu sekitar 2 bulan sejak survei tempat hingga bak penampungan selesai dibangun. Survei tempat yang dilakukan di Desa Simo Mulyo dan Desa Simo Lor, Kecamatan Kebakkramat dimulai pada hari Minggu, 22 Januari 2012. Kedua desa tersebut digunakan sebagai percontohan karena telah berhasil membuat biogas dari kotoran sapi. Selanjutnya survei dilakukan di peternakan babi yang terletak di Ngabean dan Sepreh, Dusun Kanten.

Setelah melakukan survei, Dwi dan timnya mulai menemui beberapa kesulitan. “Proposal PKM tersebut harus direalisasikan, sementara dana yang kami ajukan sebesar sepuluh juta dari DIKTI sendiri belum cair”. Hal tersebut memaksa Dwi untuk menunda pembangunan dan mencari pinjaman sebagai talangan dana, termasuk ke pihak jurusan Fisika serta rekan-rekannya. “Alhamdulillah pihak jurusan mau membantu kami dengan meminjami uang sebanyak tiga juta rupiah”, ujarnya.

Pembangunan bak penampungan limbah babi pun akhirnya mulai direalisasikan pada Selasa, 13 Maret 2012. Pembangunan digester diserahkan pada Bapak Sarimo, pemborong yang berasal dari Wonogiri. Pembangunan yang membutuhkan waktu 11 hari ini diakhiri dengan pengisian digester dengan limbah sampai penuh agar biogas dapat langsung keluar. Karena jumlah limbah yang dibutuhkan sangat banyak, maka limbah tersebut tidak hanya berasal dari kotoran babi namun juga berasal dari kotoran sapi dan hewan ternak lainnya yang terdapat di sekitar lokasi. Limbah yang dimasukkan ke dalam digester terlebih dahulu dicampur dengan air dengan perbandingan 1:1 agar tidak terlalu kental dan biogas dapat keluar.

“Selain di peternakan Bapak Wahyudi yang kami gunakan untuk membangun bak penampungan limbah, ada juga pemilik peternakan lain yang ikut membangun bak penampungan, yaitu di peternakan milik Bapak Alex. Besarnya bahkan mencapai enam kali lipat lebih besar dibanding bak yang kami bangun”, ucap Dwi. Hal ini membuktikan bahwa pengolahan limbah yang dibuat oleh Dwi dan rekan-rekannya memang cukup optimal untuk dimanfaatkan di peternakan babi. Dwi dan timnya pun sudah melakukan sosialisasi kepada warga sekitar mengenai pengolahan limbah babi tersebut.

Ditanya mengenai proses pembuatan digester, Dwi mengaku tidak menemui kesulitan yang berarti. “Pembuatan digester tidak terlalu susah karena memang kami sudah menyerahkannya pada pemborong. Kesulitannya hanya karena kami membutuhkan banyak dana sementara dana dari DIKTI belum turun, sehingga kami harus mencari pinjaman kesana kemari”, pungkasnya. (Aisha)

Exit mobile version