Site icon Saluran Sebelas

MENIPISNYA PROTEKSI HUTAN OLEH EKSPLOITASI YANG TAK TERBATAS

Menurut Pasal 1 Ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan didefinisikan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Kadar oksigen yang dihasilkan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup sehingga hutan disebut sebagai paru-paru dunia. Jika hutan makin berkurang luas dan jumlahnya, maka Bumi akan terasa sangat panas yang berakibat pada menipisnya oksigen. Mengetahui peranan dan fungsi hutan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia, sudah sepatutnya kita melindungi dan menjaga hutan agar tetap lestari. Di Indonesia sendiri, kurang lebihada 63,66 persen dari luas daratan adalah kawasan hutan (Ditjen Planologi Kehutan dan Tata Lingkungan, 2016: 24).

Berbanding terbalik dengan apa yang terjadi selama ini, berbagai peristiwa eksploitasi hutan bak mencerminkan ketidakmampuan dan kelalaian manusia dalam melindungi dan menjaga kelestarian hutan. Terbukti, dengan adanya eksploitasi hutan oleh 33 perusahaan sawit di Pekanbaru, Riau, pada tahun 2017 lalu. Koalisi Rakyat Riau (KRR) melaporkan kasus eksploitasi tersebut ke Kepolisisan Daerah Riau atas tuduhan penggunaan lahan atau kawasan hutan tanpa izin. “Ada dua dugaan pelanggaran aturan pemerintah, yakni Undang-Undang Perkebunan dan Undang-Undang Pencegahan Kerusakan Lingkungan,” (16/1). Perusahaan itu diduga membangun perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan yang merugikan negara hingga mencapai Rp2,5 triliun.

Selain itu, seperti yang telah dimuat dalam Majalah Kentingan Edisi 21 Maret 2020, bahwa pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, serta Kalimantan Timur. World Wildlife Fund (WWF) memperkirakan 170 juta hektar hutan dunia akan hilang sepanjang 2010-2030. Sementara itu, menurut situs Forest Watch Indonesia (FWI), selama 2013-2017 dirata-ratakan, setiap tahunnya Indonesia kehilangan hutan alam seluas 1,4 juta hektar. FWI memproyeksikan deforestasi Indonesia tahun 2017-2034 sebesar 693 ribu Ha/tahun.

Adanya pengesahan UU Cipta Kerja memperparah dampak pada sektor lingkungan khususnya kehutanan. Pengaturan mengenai penyederhanaan perizinan usaha serta pengadaan lahan menyinggung banyak regulasi bidang kehutanan dan lingkungan. Perubahan mendasar yang terjadi adalah diubahnya beberapa intisari peraturan pokok sektor kehutanan yang terdapat dalam UU No. 41/1999 tentang Kehutanan serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Poin penting perubahannya seperti mudahnya perizinan dan peruntukan fungsi kawasan hutan, serta melemahnya fungsi amdal sebagai dokumen wajib dalam mendirikan suatu industri.

Pengesahan UU Cipta Kerja terlihat mendukung eksplorasi dan eksploitasi secara besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan maupun pemerintah. Penyederhanaan perizinan pemanfaatan kawasan hutan dapat memberikan peluang lebar bagi para perusahaan yang ingin menggunakan lahan untuk perkebunan. Cita-cita pemerintah yang ingin memindahkan ibu kota ke Kalimantan kemudian didukung oleh adanya UU Cipta Kerja menyebabkan proteksi hutan lindung di Kalimantan semakin menipis. Sementara itu, eksistensi kawasan hutan lindung sangat riskan dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan yang cenderung eksploitatif. Adapun kawasan hutan yang akan dijadikan kawasan induk ibu kota baru ada 40.000 hektar dan 180.000 hektar untuk pengembangan kawasan kota penyangga.

Keterlibatan UU Ciptaker dalam pengelolaan kawasan perhutanan di Indonesia berdampak pada kerusakan yang di masa depan terjadi pada hutan itu sendiri. Mudahnya perizinan pemanfaatan lahan mengakibatkan berkurangnya lahan dan berlanjut pada deforestasi secara masif. Perusahaan-perusahaan perkebunan akan makin gencar mengeksploitasi hutan demi kepentingan ekonomi. Maka dari itu, diperlukan peran berbagai lapisan masyarakat dan ketegasan dari pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk dapat mengatur wilayahnya.

Kesalahan dalam pemanfaatan kawasan hutan terutama hutan lindung sangatlah memprihatinkan. Perlukan adanya kesadaran lebih, bahwa hutan tidak hanya memiliki peran tunggal sebagai paru-paru dunia. Namun, tanpa kita sadari hutan memiliki segudang manfaat dalam kehidupan sehari-hari manusia seperti mencegah banjir. Daya serap hutan sangat berpengaruh terhadap kapasitas air di permukaan. Bayangkan jika daya tampung hutan untuk menyerap air hujan telah terlampaui akibat minimnya vegetasi, bencana besar seperti banjir di Kalimantan pada awal 2021 lalu bukan tidak mungkin untuk terjadi kembali. Selain itu, tentunya masih banyak lagi peran penting hutan yang sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup terutama bagi manusia.

Penulis: Lintang Aprilia

Editor: Rizky Fadilah

 

Exit mobile version