Site icon Saluran Sebelas

Memayungi Sesama Odapus, Tumbuh Melawan Lupus Bersama Yayasan Tittari

Terlahir sebagai manusia berarti menjalani kehidupan berdampingan dengan makhluk biologis lain yang berpotensial menimbulkan penyakit. Untuk itu, sejak kelahirannya manusia dipersiapkan dengan sistem imun yang bertugas untuk melindungi diri dari ancaman penyakit yang kerap tak kasat mata tetapi pasti ada mengelilingi kita. Sistem imun bekerja bagai pasukan penjaga dengan menyerang penyusup asing yang mencoba mengganggu pertahanan tubuh manusia. Dengan kata lain, sistem imun berperan sangat penting dalam menjaga harmoni antara kehidupan dan penyakit yang mengintai.

Namun, keadaan bisa berubah ketika sistem yang seharusnya menjadi pelindung justru berbalik menyerang diri sendiri. Pada tubuh yang tampak normal, ada sistem yang berjalan tak sesuai mestinya. Dalam suatu kondisi, sistem imun dapat kehilangan kemampuannya untuk membedakan sel baik pada tubuh dan sel patogen dari material eksternal. Sistem imun mengalami kekeliruan mekanisme dengan justru menganggap sel-sel baik sebagai musuh yang harus dilawan dengan melepas protein antibodi untuk menyerang sel sehat dalam tubuh dan merusaknya. Pada kondisi inilah ketika autoimun terjadi.

Prof. Dr. Okid Parama Astirin, dosen Biologi Universitas Sebelas Maret, menuturkan bahwa beberapa kondisi bisa menjadi pencetus munculnya autoimun. “Autoimun bisa dipicu oleh faktor genetik, lingkungan, termasuk stress yang berlebih,” jelasnya. Tak hanya faktor pemicu yang beragam, Ia turut menjelaskan bahwa autoimun bisa menyerang siapa saja tanpa memandang usia dan jenis kelamin. Namun, wanita tetap paling banyak mengalami autoimun sebab perbedaan genetik, sistem kekebalan tubuh, hingga hormon terutama hormon estrogen. Autoimun juga bisa menjadi semakin parah pada orang usia lanjut karena sistem tubuh, termasuk untuk merespon penyakit secara alami mulai melemah, sehingga frekuensi penyakit menjadi lebih tinggi.

Tingkat keparahan pada penyakit autoimun dapat diminimalisasi dengan mampu menjaga kondisi tubuh tidak selalu pada kondisi ekstrem, termasuk terlalu sering mengurangi waktu tidur serta kondisi terlalu sering kelelahan dan stress berlebih yang dapat mengganggu fungsional tubuh sehari-hari. “Pola hidup yang seimbang merupakan salah satu pencegahan yang bisa dilakukan untuk mengurangi potensial autoimun,” jelas Prof. Okid.

Penyakit autoimun yang umum dijumpai salah satunya adalah lupus atau juga biasa disebut dengan penyakit seribu wajah. Gejalanya samar dan beragam seakan mampu menyamar menjadi penyakit apa saja. Ruam kulit, kelelahan kronis, hingga nyeri dan pembengkakan sendi yang terasa menyakitkan oleh pengidap seringkali terlambat terdiagnosis karena gejalanya yang menyerupai penyakit lain.

Awal mula terjadinya lupus seringkali tanpa dugaan. Sunyi, tapi diam-diam menggerogoti tubuh pengidapnya. Normalnya, tubuh secara teratur akan mengalami proses apoptosis atau masa ketika sel-sel tubuh mati secara alami dan fragmen dari bagian dalam sel seperti asam nukleat seharusnya segera dibersihkan. Namun, pada penderita lupus proses pembersihan ini terganggu dimana fragmen-fragmen yang seharusnya dibersihkan justru tetap berada di dalam tubuh dan pada akhirnya dikenali sebagai ancaman.

Sistem imun kemudian akan bereaksi dengan membentuk autoantibodi, salah satunya antibodi antinuklear (ANA). Autoantibodi ini akan membentuk kompleks imun yaitu gabungan dari antibodi dan partikel sel yang seharusnya tidak diserang. Kompleks imun ini kemudian mengendap di berbagai jaringan tubuh hingga organ. Hal inilah yang menyebabkan kemudian peradangan terjadi. Sistem komplemen tubuh akan ikut terlibat dengan melepaskan sitokin, kemokin, dan berbagai zat pro-inflamasi lain yang justru akan memperburuk keadaan. Sel-sel kekebalan seperti sel T, sel B, makrofag, serta sel dendritik berdatangan menuju lokasi peradangan yang kemudian menyebabkan kerusakan jaringan dan memunculkan gejala lupus seperti nyeri sendi, ruam kulit, hingga gangguan organ vital. Lupus yang tidak segera ditangani atau kondisi yang semakin parah dapat berujung pada kematian.

Menyadari bahaya dari penyakit autoimun yaitu salah satunya lupus, Yayasan Tittari  menjadi salah satu pelipur lara bagi para odapus (Orang dengan Lupus) didirikan di Kota Solo. Langkah besar ini dimulai dari pemikiran sederhana Winjani Prita Dewi dimana Ia ingin bisa mengayomi para odapus di Solo Raya. Tak berjalan seorang diri, Prita berkolaborasi dengan salah satu dokter pemerhati lupus di Solo, Dr. dr. Arief Nurudhin, sp.PD untuk membentuk rumah bersama ini. “Aku ingin membantu agar lebih mudah menjangkau akses dan fasilitas yang mereka butuhkan, serta terjangkau segala pengobatannya, aku ingin teman-teman tidak merasa kesulitan selama mengidap penyakit lupus ini,” jelas Prita mengenai tekadnya mendirikan Yayasan Tittari.

Yayasan ini bermula dari Komunitas Griya Kupu Solo pada tahun 2010. Sesuai arti namanya, Ia memupuk harapan untuk bisa menjadi rumah yang aman untuk merangkul sesama lupus. Ruam berbentuk kupu-kupu yang kerap muncul pada wajah penderita lupus menjadi simbol kekuatan dan transformasi komunitas ini. Seperti seekor kupu-kupu yang bermetamorfosis, komunitas ini terus mengembangkan sayapnya hingga akhirnya diresmikan menjadi sebuah yayasan pada tahun 2014. Prita memulai perjalanan ini setelah Ia mengenal lupus dari tubuhnya sendiri. Pada tahun 2007, Prita didiagnosis penyakit lupus sehingga Ia menorehkan tekad bahwa teman-teman odapus yang bernasib sama tidak akan mengalami kesulitan akses seperti Ia dulu. “Pada tahun aku terdiagnosis lupus, penyakit ini masih belum banyak dikenal oleh masyarakat luas sehingga untuk mendapatkan akses masih cukup sulit, dari situ aku ingin mendirikan yayasan ini untuk membantu teman-teman,” tutur Prita. Ia berharap bisa memberikan kemudahan akses, fasilitas, layanan, dan keringanan biaya perawatan yang nantinya dapat mengayomi sesama odapus.

Pada awal berdiri, Prita mengajak dokter Arif untuk turut memberikan informasi kepada pasiennya yang mengidap lupus bahwa di kota Solo sudah berdiri yayasan untuk mengayomi odapus. Melalui berbagai upaya dengan memanfaatkan media sosial dan pemasangan leaflet pada sudut-sudut rumah sakit, Yayasan Tittari tetap berjuang menjangkau odapus-odapus yang mungkin belum mengenal yayasan ini. Hingga pada akhirnya, yayasan yang pada awal berdirinya hanya beranggotakan 18 orang, bisa mengumpulkan lebih banyak pihak yang turut bernaung di yayasan ini.

Yayasan Tittari secara rutin memberikan pendampingan, sosialisasi melalui media sosial, serta edukasi kepada pasien yang sedang menjalani rawat inap. Edukasi-edukasi penting mereka berikan kepada odapus yang sedang menjalani perawatan. Tak hanya bagi penderita, edukasi turut diberikan kepada pihak keluarga sebagai garda terdepan dalam perjalanan panjang melawan penyakit ini agar kemudian dapat lebih memahami mengenai penyakit lupus dan bagaimana hidup berdampingan bersama odapus. Tak hanya bantuan secara langsung, yayasan ini juga memanfaatkan platform media sosial dengan pemberian sosialisasi yang difokuskan hingga saat ini sebagai langkah untuk mengembangkan nama yayasan dengan menjangkau lebih luas masyarakat untuk menyebarkan kampanye terkait lupus. Melalui konten-konten edukasi mengenai penyakit lupus serta unggahan kegiatan-kegiatan dalam yayasan ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa kasih dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit lupus. Dengan memanfaatkan media sosial, Yayasan Tittari bisa tetap membawa misi kemanusiaan lebih jauh tanpa terhalang batas.

Bantuan kesehatan lain dari Yayasan Tittari salah satunya dengan memiliki program berkonsep bank obat atau hibah obat dimana program ini bertujuan untuk dapat menyalurkan bantuan obat kepada anggota yang kesulitan mencari obat dan kehabisan stok obat mereka. Yayasan Tittari memberikan pula pendampingan kepada teman-teman odapus yang baru terdiagnosis penyakit ini dimana yayasan akan menemani pasien berobat dan menjalani perawatan di rumah sakit serta memberikan bantuan-bantuan yang diperlukan. Tak hanya pendampingan medis, yayasan ini juga memberikan kegiatan-kegiatan penuh makna bagi penderita lupus. Setelah terdiagnosis lupus, tentunya hidup odapus akan berubah. Keadaan kesehatan yang kian runyam membuat kepercayaan diri dan semangat mereka meluruh. Maka di sini Yayasan Tittari hadir untuk mengembalikan harapan hidup teman-teman odapus dengan berfokus pula pada minat bakat mereka dengan mengadakan kegiatan pengembangan diri. Yayasan ini memfasilitasi langkah tersebut dengan mengadakan kegiatan seperti menjahit, melukis, meronce, serta menggelar berbagai workshop untuk mendukung minat dan bakat serta keterampilan anggotanya.

Menyusuri jalanan demi lebih kuat mengayomi odapus tentu bukan langkah yang ringan selama prosesnya. Yayasan ini turut serta mengupayakan penjalinan kerjasama dengan beberapa pihak. Sebagai upaya untuk terus membangkitkan semangat teman-teman odapus, Yayasan Tittari bekerja sama dengan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi, Surakarta yang membantu memfasilitasi kegiatan untuk memperingati “World Lupus Day” setiap tahunnya. Yayasan ini juga menjalin mitra dengan salah satu laboratorium klinik Prodia dan apotek untuk mengupayakan keringanan biaya obat bagi anggota penderita lupus. Yayasan juga memberikan keringanan lain dengan akan membantu penderita yang lemah secara ekonomi dengan cukup mengirimkan surat keterangan tidak mampu. Mereka berharap kesulitan ekonomi tidak menjadi batu hambatan bagi para odapus untuk mendapat kondisi kesehatan yang lebih baik.

Lupus memang tidak bisa disembuhkan. Prita terus melayangkan pesan bagi para odapus untuk tetap memupuk semangat, terus berkarya, dan jangan pernah berputus asa. Ia percaya, walaupun dalam tubuh mereka terkurung sebuah penyakit, apapun tetap bisa dilakukan asalkan bukan membunuh harapannya sendiri. “Tuhan memilih kita bukan tanpa alasan, kita kuat dan kita dipercaya untuk mengemban tugas ini,” ujar Prita. Ia berpesan agar teman-teman odapus untuk tetap mengenali diri agar tidak berada pada kondisi yang terlalu rapuh. Perjalanan mereka tumbuh bersama penyakit memanglah sulit, tetapi kesulitan bukan menjadi penghalang untuk mereka mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Yayasan Tittari yang Ia dirikan akan terus memayungi dan menjadi rumah nyaman untuk para odapus yang tengah berjuang. “Entah darimana pertolongannya, tapi aku harap yayasan ini bisa bergerak lebih bebas dan lebih baik lagi,” tuturnya. Prita berharap beberapa tahun ke depan, Yayasan Tittari bisa semakin tangguh dalam melebarkan sayap dan menjangkau lebih banyak orang untuk dibersamai.

Oleh: Nabila Rakha Putri Jauza

Editor: Rohmah Tri Nosita

Exit mobile version