Korean Wave sendiri adalah sebuah fenomena penanaman rasa cinta terhadap kebudayaan Korea dengan mempengaruhi komunikannya melalui media hiburan. Korean Wave, atau dalam bahasa China disebut sebagai Hallyu, merupakan istilah yang pertama kali dicetuskan oleh wartawan China pada akhir 1990-an. Ketika itu berbagai produk entertainment Korea tersebar luas di China.
Demam korea ini dimulai dengan tersebarnya drama Korea di China, Jepang, Taiwan, Hongkong, dan Indonesia. Perusahaan TV Korea mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi drama dan beberapa diantaranya yang mencetak kesuksesan, diekspor ke luar negeri. Fenomena ini turut mempromosikan Bahasa Korea dan budaya Korea ke berbagai negara.
Totalitas
Alur cerita dari drama Korea yang begitu kuat, genre yang bervariasi, dan juga akting dari para pemeran yang dapat dengan mudah menangis secara natural, menyebabkan banyak penduduk Asia yang melihat drama Korea menjadi terenyuh hatinya. Konsep mengenai cinta sejati, pengorbanan, dan konsep kehidupan lain yang tergambar dalam drama korea tidak bertentangan terlalu jauh dengan konsep kehidupan yang ada pada masyarakat Asia pada umumnya. Faktor-faktor tersebut menjadikan drama Korea lebih merasuk ke dalam hati masyarakat Asia dibandingkan dengan drama dari barat.
Setelah drama Korea sukses di beberapa negara, industri pop Korea pun mulai naik daun. Setelah menguasai hampir seluruh wilayah Asia, kini musik pop Korea atau yang biasa disebut K-Pop sudah mulai tersebar ke Amerika, Australia, dan Eropa. K-Pop sering diidentikkan dengan grup musik pria (boyband) dan grup musik wanita (girlband). Sebut saja Super Junior dan SNSD. Boyband dan girlband tersebut seolah menjadi icon dari ketenaran K-Pop di mata dunia.
Tak heran jika dunia hiburan Korea dapat menarik perhatian dunia. Karena seluruh komponennya bekerja dengan totalitas, baik itu dari artisnya sendiri, maupun dari pihak manajemen. Bahkan Pemerintahan Korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya Hallyu. Dukungan tersebut diwujudkan dengan menghindarkan diri dari gempuran industri entertaiment dari barat. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus menciptakan produk-produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari pemerintah juga diwujudkan melalui berbagai event seni seperti festival – festival film dan musik bertaraf Internasional.
Kerja Keras yang Menghasilkan Kualitas
Untuk dapat menjadi bintang di Korea tidaklah mudah. Butuh perjuangan yang bisa dibilang berat untuk dapat menjadi idola di dunia hiburan Korea. Dari pihak manajemen atau agensinya sendiri mensyaratkan bahwa untuk menjadi artis di Korea, seeorang harus memiliki skill dan penampilan yang menarik, namun yang utama adalah skill karena penampilan dapat diperbaiki. Syarat berikutnya terkait dengan pendidikan si calon artis, yaitu ia harus memiliki nilai rapor yang bagus atau setidaknya bisa masuk ranking 10 besar di kelasnya.
Pihak agensi sepertinya memang tidak main-main dalam ‘mencetak’ artis, khsusunya untuk menjadi anggota boyband/girlband dan seorang penyayi solo. Karena setelah berhasil melewati audisi yang biasanya terdiri dari tiga tahap dan mengalahkan ribuan peserta lainnya, para calon artis masih harus menjalani masa training. Masa training bukanlah masa yang singkat, yaitu berkisar antara 2-7 tahun.
Pada saat menjalani training, para trainee (peserta training) biasanya dilatih menyayi (vokal), dance, akting, dsb. Oleh karena itu hampir semua artis Korea multitalenta. Kualitas diri para artis Korea yang memukau membuat mereka dapat dijadikan inspirasi dalam hal semangat bekerja keras yang telah mereka curahkan hingga menjadi seperti sekarang ini.
Sinergi antara Kerja Keras, Totalitas, dan Kualitas
Masa training memang merupakan masa yang berat karena tidak ada yang bisa main – main dengan sistem di sana. Karena itu para trainee harus tinggal di asrama atau dorm yang biasanya berupa apartement kecil. Tugas para trainee yang umumnya berusia 10 tahun hingga usia anak SMA ini adalah sekolah dengan baik agar nilainya tetap bagus dan mengikuti latihan sesuai dengan jadwal dari agensi atau manajemen. Menjadi seorang trainee tidak mempunyai waktu bermain, karena sehabis sekolah mereka harus langsung latihan sampai malam.
Tidak semua trainee berhasil debut menjadi artis. Ada beberapa trainee yang dikeluarkan atau memang memutuskan untuk keluar dari agensinya. Alasannya beragam, antara lain karena mereka melanggar peraturan dari agensi, tidak mengalami perkembangan kualitas saat masa training, atau merasa tidak tahan dengan masa training yang berat dan sangat disiplin.
Begitulah gambaran mengenai kerasnya persaingan dan beratnya perjuangan di dunia hiburan Korea. Hanya mereka yang mau bekerja keras, yang dapat bertahan. Selain kerja keras, totalitas dari semua komponen juga sangat berperan dalam menghasilkan kualitas untuk mencapai puncak kesuksesan. Sungguh merupakan sesuatu yang dapat dijadikan inspirasi dan motivasi bagi kita semua. (Sito Darmastuti)