Site icon Saluran Sebelas

Jari-Jari Netizen di Media Sosial

Bagi sebagian orang, mengakses media sosial mungkin sudah menjadi kebutuhan sehari-hari. Perkembangan teknologi yang sangat cepat menjadi faktor utama terjadinya hal ini. Bukanlah hal baru para pengguna internet atau netizen sangat menggemari media sosial. Kondisi ini disebabkan karena setiap orang bebas untuk berpendapat dan mengekspresikan diri sesuai minat mereka. Akan tetapi, media sosial juga memiliki batasan dan norma di dalamnya yang sulit untuk tidak dilanggar oleh para pengguna.

Menjaga norma dan nilai etika saat menggunakan media sosial seharusnya dapat ditaati oleh netizen agar tidak menimbulkan adanya perseteruan dan konflik. Namun, kurang terkontrolnya para pengguna internet ini menjadi salah satu penyebab banyaknya dampak negatif dalam penggunaan media sosial di Indonesia. Kondisi ini memicu adanya tindak kejahatan oleh para netizen seperti penipuan, berita bohong, ujaran kebencian, dan cyberbullying. Tidak mengherankan jika Indonesia diklaim sebagai salah satu warganet yang paling tidak sopan di dunia. Penyataan ini dikemukakan langsung oleh perusahaan teknologi komputer terkemuka di dunia, yaitu Microsoft. Dalam laporan Digital Civility Index (DCI), bahwa netizen Indonesia mendapat penilaian tingkat kesopanan terendah se-Asia Tenggara.

Laporan dari DCI menyebutkan bahwa hoax, penipuan, dan ujaran kebencian mengalami kenaikan dari 5 hingga 13 persen, kemungkinan ini mengacu pada situasi pandemi yang tidak pasti. Kondisi ini didukung oleh beredarnya berita simpang siur seputar Covid-19 yang berasal dari sumber tidak kredibel atau tidak bisa dipertanggungjawabkan. Situasi pandemi yang tidak pasti inilah lantas membuat para oknum tidak bertanggung jawab memanfaatkan kesempatan menyebar berita hoaks di media sosial. Terlebih lagi, mereka yang membagikan berita tersebut tidak mendalami informasi dan tidak mencari tahu terlebih dahulu kebenarannya. Alih-alih mengecek informasi, mereka memilih membagikan apapun informasi yang diterima begitu saja.

Kesulitan ekonomi selama pandemi juga menjadi penyebab naiknya kasus penipuan di media sosial, maraknya penipuan bantuan palsu dengan dalih untuk membantu korban yang terkena dampak Covid-19 menjadi sangat banyak ketika itu. Ketidaksiapan pemerintah dalam menangani Covid-19 dan adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), membuat masyarakat Indonesia menjadi frustrasi dan bosan selama pandemi. Akibatnya, banyaknya ujaran kebencian dan hujatan dilampiaskan warganet melalui media sosial.

Kondisi ini membuktikan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia sejatinya belum siap mengikuti perkembangan teknologi. Tidak lain karena mereka belum bijak dalam menggunakan media sosial pada kehidupan sehari-hari. Lantas apakah kita harus meninggalkan media sosial? Tentu tidak, tetapi kita harus berusaha bijak menggunakan media sosial dengan selalu menjaga norma dan nilai sopan santun ketika berbahasa di media sosial serta mencari kebenaran berita yang ingin kita dibagikan.

Penulis: M Ilham Al Basyari

Editor: Rizky Fadilah

 

 

Exit mobile version