Site icon Saluran Sebelas

Duhai Maru, Rektor Kalian Sesungguhnya adalah…

sumber: erwinwidianto.files.wordpress

Oleh: Satya Adhi

 

DUHAI DEDEK mahasiswa baru (maru) yang masih suka berhenti di bangjo Ngoresan kalau lampunya merah. Kakak tingkat (kating) kalian ini, yang malang melintang jadi saksi ganasnya bangjo legendaris tadi punya sedikit wejangan.

 

Saya tidak beritikad menggurui apalagi memberikan fatwa. Bukan, dek. Wejangan ini saya tulis supaya kalian yang baru menginjakan kaki di kampus hijau (sehijau danau fakultas pertanian) tercinta tidak sesat pikir. Kata Eyang Pramoedya yang digilai banyak cewek itu, kita tak boleh sesat pikir. “Harus adil sejak dalam pikiran,” katanya.

 

Dek, waktu kalian berdiri berpanas-panasan di lapangan rekorat nanti, sesosok lelaki tua – ehm, sebut saja Opik Paidi – akan berdiri di hadapan kalian. Ketika dia berjalan ke tengah lapangan, kalian akan dipaksa memberi hormat. Opik akan berdiri di atas podium dan ia akan nampak lebih tinggi dari tinggi tubuh aslinya.

 

Lelaki itu akan mengaku sebagai Rektor UNS. Sekali lagi, meng-a-ku. Sebagai Rektor yang jabatannya lebih tinggi dari kalian, Opik akan merasa berhak memberi nasihat, ceramah, motivasi, orasi, kultum, menyanyi lagu dakwah…

 

Satu lagi. Pasti dia akan menyinggung-nyinggung rangking UNS yang naik, UNS sebagai Kampus Hijau, UNS menuju World Class University, dan tetek bengek lainnya. Tolong, dek. Jangan percaya. Kata-kata tadi sama gombalnya dengan kata-kata rayuan kating yang berusaha mbribik para perempuan dari kaum kalian.

 

Kalau nanti berjalan-jalan ke seantero UNS, kalian akan melihat foto Opik terpajang di mana-mana. Di baliho bulevar depan ada. Di baliho gerbang belakang ada. Di baliho masjid Nurul Huda (Enha) ada. Di kalender kelas pun ada. Natinya kalian akan lebih sering melihat foto si Opik daripada foto orang tua dedek, atau foto pacar dedek yang terpaksa ditinggal ldr-an ke tanah rantau.

 

Opik yang mengaku Rektor UNS memang suka gitu. Rada narsis. Tapi dia orang baik kok. Saleh lagi. Kalau tak percaya, coba kalau hari Jumat siang main ke Enha. Kalian akan melihat dia mendengarkan khotbah dengan khusyu, kadang sambil terkantuk-kantuk, sampai tanpa sadar berdendang sendiri. “Terangkanlah…”

 

Tapi, sekali lagi, jangan percaya kalau ada yang bilang dia adalah Rektor UNS. Opik cuma mantan mahasiswa UNS. Lulusan Fakultas Ilmu Pendidikan (sekarang Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan alias FKIP) tahun 1980. Dan seperti mantan-mantan lainnya, Opik masih belum bisa move on dari UNS. Selalu menuntut status yang lebih dari sekadar mantan.

 

Duhai dedek maru UNS yang masih sering kzl sebab ter-php ATM BTN di depan Fakultas Teknik. Saya akan beritahukan di mana kalian bisa menemui Rektor UNS yang sesungguhnya.

 

Coba setelah kuliah, kalian mlipir ke Koperasi Mahasiswa (Kopma). Tepat di sela-sela Kopma dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB), ada jalan kecil menanjak. Ucapkan “bismillah,” kemudian lalui jalan kebenaran itu dengan penuh takwa. Seakan-akan ada kawat berduri di sepanjang jalan. Masya Allah…

 

Setelah berjalan sekira dua puluh langkah, belok turun ke kiri. Di sana kalian akan menemui warung terpencil, sumuk, kotor. Warung ini terkenal karena harganya yang murah tapi enggak murahan. Hanya dengan 6000 rupiah, perut dedek sudah akan sedikit membuncit. Di jam-jam makan – kecuali makan malam dan sahur – warung itu akan sangat ramai. Kalian cukup menyebut warung itu dengan nama pemiliknya: Mbok Jum.

 

Duhai dedek maru yang masih terbuai angan-angan utopis kuliah 3,5 tahun. Mbok Jum inilah Rektor UNS sesunggunya!

 

Mbok Jum sudah membuka kantin di UNS sejak tahun 1979. Itu tiga tahun setelah UNS didirikan dan satu tahun sebelum Opik lulus. Ini berarti, saat Opik masih bingung mengatur jadwal pemakaian baju kuliah selama seminggu, Mbok Jum sudah bergerilya menyajikan gizi buat mahasiswa. Sayur gudeg, krecek, aneka gorengan, dan sundukan jadi sajian utama. Wah, jangan-jangan si Opik pernah juga ngutang waktu makan di kantin Mbok Jum.

 

Nah, ini juga. Ngutang. Coba kalian tanya ke Opik. “Pak, boleh ndak saya ngutang buat kuliah di sini?” Pertanyaan ini sama bodohnya dengan pertanyaan, “Bu Dosen, saya boleh ndak titip absen waktu kuliah?” Kalau tidak percaya, cobalah sekali-kali telat autodebet waktu awal semester. Mampus kau tidak bisa KRS-an!

 

Tapi Mbok Jum beda dengan Opik. Bagi Si Mbok, melihat para mahasiswa bisa kenyang di sela-sela kuliah sudah jadi kebahagiaan tersendiri. Kalau kalian belum dapat kiriman dari orang tua, Mbok Jum membolehkan kalian ngutang. Kalau uang kalian habis untuk membeli buku, Mbok Jum membolehkan kalian ngutang. Kalau kalian benar-benar sedang tidak ada uang lalu ATM BTN UNS rusak semua…

 

Saya tahu kantin Mbok Jum tidak sesejuk Arje’s Kitchen. Tidak juga se-selfie-able Co-Pilot. Tapi kantin Mbok Jum adalah saksi sejarah pergulatan lidah mahasiswa UNS dari berbagai rezim. Yang didirikan dan dirawat oleh seorang perempuan perkasa, yang saya rasa sepak terjangnya tidak kalah menggetarkan dari Kartini dan Nyai Ontosoroh.

 

Di kantin Mbok Jum, kalian juga akan mendapat ocehan-ocehan yang lebih punya makna dibanding ceramah dosen di kelas. Di pagi hari, ada satpam kampus yang mengeluhkan gajinya yang kurang mencukupi. Di siang hari di tengah kepulan asap rokok, terdengar ocehan kating yang di-PHP maru, mahasiswa akhir yang frustasi dengan skripsi, atau sekadar mahasiswa jamaah Enha yang membicarakan urusan akhirat sambil memandang gadis-gadis FIB-FSRD yang… ah, begitulah.

 

Duhai dedek maru yang nantinya akan menggumamkan Mars (Demonstrasi) Mahasiswa tujuh hari tujuh malam. Di usianya yang ke 66, Mbok Jum membuktikan kalau tidak perlu bergelar profesor untuk bisa jadi Rektor UNS. Tidak perlu punya ruangan ber-AC buat sanggup dan mau memahami mahasiswa.

 

Cara balas budi kalian (dan kita semua) terhadap jasa-jasa Mbok Jum selama ini ndak susah kok. Tidak perlu kalian memajang foto Mbok Jum di baliho kampus. Cukup kalian hafalkan setiap kerut raut wajahnya yang merekah, lalu kalian simpan dalam hati. Mbok Jum tidak perlu dihormati saat upacara. Cukup kalian makan dengan lahap di kantinnya, mengobral obrolan dengan sesama, kemudian lanjut membayar dengan jujur sambil berkata,

 

“Mbok Jum, sehat selalu ya!”[]

 

Satya Adhi. Penikmat sayur krecek Mbok Jum. Surel: adhii.satya@gmail.com.

Exit mobile version