Site icon Saluran Sebelas

ACFFest 2015: Pemberantasan Korupsi Butuh Dukungan Publik

Peserta ACFFest memadati auditorium UNS pada Selasa (3/3)

Surakarta, lpmkentingan.com – “Korupsi di Indonesia luar biasa. Sistematis, sistemik.” Hal ini disampaikan oleh komisioner KPK, Zulkarnain, saat menjadi pembicara dalam pemutaran film dan talkshow Anti Corruption Film Festival (ACFFest) 2015 di Auditorium Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Selasa (3/3). Zulkarnain juga menyebutkan beberapa indikator betapa luar biasanya korupsi di Indonesia.

Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun terkait dengan laporan yang masuk ke KPK. “Tahun 2012 terdapat 6000 lebih laporan yang masuk, tahun 2013 7000 lebih (laporan. red), dan tahun 2014 ada 8000 lebih laporan yang masuk,” tambah Zulkarnain. Selain itu, terdapat beberapa indikator lain mengenai kondisi korupsi di Indonesia. Seperti 4000 Izin usaha pertambangan yang dikeluarkan oleh kepala daerah tidak clean dan clear, pelayanan publik yang belum optimal, index kasus suap mencapai 7 dari 10, serta sumber daya laut – terutama daerah perbatasan – yang masih bermasalah.

Pembuat film asal Purbalingga yang juga salah satu pembicara talkshow, Bowo Leksono mengungkapkan, harus ada penyampaian yang masif untuk mengampanyekan pemberantasan korupsi. Salah satu caranya adalah dengan seni. Baik film, musik, maupun seni rupa. Modal awal yang harus dimiliki masyarakat dalam pemberantasan korupsi melalui film adalah keberanian. “Bukan hanya keberanian saat mengambil gambar, tapi juga keberanian ketika film itu dipublikasikan,” ujar Bowo Leksono.

Rangkaian ACFFest 2015 yang dimulai dari kota Surakarta menampilkan 6 film yang mengampanyekan pemberantasan korupsi. Film “Muda=Anti Korupsi” besutan Ani Ema Susanti, film mengenai sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia, “Sekolah Kami Hidup Kami” besutan Steve Pillar Setiabudi, “Boncengan” karya sutradara Seno Aji Julius, “Selamat Siang Rissa!” karya sutradara Ine Febriyanti, serta “Jadi Jagoan Ala Ahok” karya duo sutradara Candra Tanzil dan Amelia Hapsari mewarnai pemutaran film ACC Fest 2015.

Sekolah Kami Hidup Kami

Salah satu film yang menarik perhatian adalah “Sekolah Kami Hidup Kami” besutan sutradara Steve Pillar Setiabudi yang diproduksi tahun 2008. Film dokumenter pendek ini mengisahkan pengusutan kasus korupsi SMA 3 Surakarta oleh Dermawan Bakrie dan rekan-rekannya. Dermawan Bakrie yang merupakan ketua OSIS menemukan kejanggalan dalam laporan keuangan yang disusun oleh pihak sekolah. Terdapat perbedaan data anggaran yang keluar antara pihak OSIS dan pihak sekolah. Berbekal bukti-bukti yang diperoleh, mereka pun membentuk tim untuk mengusut kasus tersebut. Hingga akhirnya seluruh siswa melancarkan demonstrasi kepada pihak sekolah.

Steve Pillar mengaku film ini hanya dibuat oleh 2 orang dan diproduksi untuk memperingati 10 tahun reformasi. Dermawan Bakrie yang juga hadir sebagai pembicara mengutarakan bahwa hal tersebut dilakukan untuk menuntut hak mereka. “Ingat, menuntut hak itu bukan sunah, tapi kewajiban,” tutur Dermawan. Hal ini semakin menegaskan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia bukan hanya tugas KPK dan pemerintah, namun juga harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. (Muhammad Satya)

Exit mobile version